Toleransi Jangan Kebablasan


Oleh : Siti Sopianti 


Tidak terasa penghujung tahun 2024 telah berakhir. Akhir Desember itu identik dengan perayaan hari besar umat agama non muslim. Dari natal sampai perayaan tahun masehi. Semua manusia bersuka cita merayakannya dari berbagai penjuru dunia. Tak terkecuali umat Islam. Padahal perayaan tersebut sering identik dengan ritual yang dilakukan umat agama lain. 

Namun ironinya, Walikota Surabaya Eri Cahyadi malah mengimbau warganya untuk mengucapkan natal dan tahun baru. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk memperkuat toleransi dan kerukunan umat beragama di Surabaya pada khususnya, Eri juga mengajak seluruh warga Surabaya untuk terus menjaga keharmonisan yang telah menjadi ciri khas Kota Pahlawan. (Jawa pos.com.13/12/2024).

Kondisi demikian membuat miris. Kaum muslimin terkesan kehilangan jati dirinya. Mengikuti budaya latah umat agama lain. Terlebih tahun ini berbarengan dengan liburan akhir semester sekolah. Semua bergembira menyambutnya. Tak jarang saat tanggal 31 Desember ada kembang api dan petasan yang berhamburan ke langit. Belum lagi aktivitas remaja yang sering kumpul bercampur baur menghabiskan malam. Tak jarang aktivitas pacaranpun mereka lakukan. Belum lagi mungkin zina pun dilakukan, minuman keras dijadikan pesta yang diandalkan. 

Begitupun saat natal. Setiap instansi sering kali menerapkan aturan agar semua karyawan menggunakan atribut natal. Yang tidak mengucapkan natal dianggap intoleran. Sungguh menyedihkan. 

Semua terjadi karena kita hidup di sistem kapitalis sekuler yang memisahkan agama dengan kehidupan. Dalam sistem kapitalis sekuler semua orang berorientasi hanya pada materi semata. Tanpa mengindahkan aturan agama dan syariat Islam. Mereka lebih patuh pada aturan perusahaan dan mengikuti tradisi orang kebanyakan. Tanpa mengindahkan seruan agama. Tanpa menghiraukan larangan agama. Padahal jelas jelas Rasulullah SAW menegaskan :

Dari Amr ibn Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

"Bukan termasuk golongan kami siapa yang menyerupai kaum selain kami. Janganlah kalian menyerupai Yahudi, juga Nashrani, karena sungguh mereka kaum Yahudi memberi salam dengan isyarat jari jemari, dan kaum Nasrani memberi salam dengan isyarat telapak tangannya” (HR Tirmidzi, hasan)

Dari Ibn Umar beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Dawud, hasan). 

Dari dalil ini. Seyogyanya kita sebagai kaum muslim menaati rambu - rambu yang diserukan Alloh SWT melalui Rasulullah SAW. 

Tapi faktanya di negeri kita justru seruan toleransi itu malah ada. Dan di sosialisasikan oleh penguasa seperti menteri agama, kepala daerah dan pejabat lainnya. Padahal jelas - jelas dari keilmuan sangat bertentangan dengan ajaran Islam.

Hal ini terjadi dikarenakan tidak ada pemahaman akan tugas penguasa dan pejabat di negeri ini. Seharusnya pejabat dan penguasa mampu menjalankan tugasnya dalam menjaga akidah umat.

Dijadikannya hak asasi manusia sebagai patokan dan gencarnya kampanye moderasi beragama, melahirkan umat yang semakin jauh dari pemahaman yang lurus. Oleh karena itu pada akhir tahun ini umat sebaiknya perlu waspada dan menjaga diri agar tetap dalam ketaatan pada Allah Swt. 

Islam sendiri memiliki definisi yang jelas soal pelanggaran hukum syarak. Islam juga memiliki konsep yang jelas dalam interaksi dengan agama lain. Toleransi dalam Islam digambarkan seperti kopi dan teh. Bagimu agamamu bagiku agamaku. Kita boleh hidup berdampingan dengan saling interaksi dalam muamalah. Namun dilarang saling ganggu dalam soal aqidah. Jadi tidak ada istilahnya kopi bercampur dengan teh. Tidak ada Haq dan bathil yang dicampur adukkan. Antara hitam dan putih jelas adanya. 
Prinsip toleransi tersebut dalam Islam, justru telah menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat selama ini ketika Islam diterapkan secara kafah atau menyeluruh. 

Dalam kacamata Islam para pemimpin dan pejabat negara diamanahkan untuk memberikan nasihat takwa agar umat tetap terikat dengan hukum syara dan aturan Islam khususnya dalam moment krusial yang berpotensi membahayakan akidah umat. Negara juga menyiapkan departemen penerangan yang berperan memberikan penerangan, penjelasan dan pemahaman bagaimana tuntunan Islam dalam menyikapi hari besar agama lain. 

Dalam sistem Islam, negara juga memiliki kadi hisbah yang akan menjelaskan di tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya interaksi umat Islam dengan agama lain, khususnya bagaimana aturan Islam terkait natal dan tahun baru. Wallohualam bissowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak