Oleh: Auliyaur Rosyidah
Program unggulan Presiden Prabowo yaitu program makan siang gratis untuk anak-anak dan ibu hamil menjadi salah satu pusat perhatian rakyat Indonesia sejak pencalonan beliau hingga sekarang saat sudah menjabat. Kabar terkini menyatakan bahwa program makan bergizi gratis (MBG) telah diputuskan oleh Presiden dalam rapat terbatas pada akhir November lalu, mendapatkan anggaran 10 ribu rupiah per individu per hari. Anggaran tersebut telah berkurang dari awalnya yang ditetapkan sebesar 15 ribu.
Adanya pemangkasan anggaran untuk program ini tentu meresahkan rakyat. Benarkah anggaran sejumlah itu dapat merealisasi program makan bergizi bagi rakyat? Mengingat harga-harga bahan makanan kian naik dari waktu ke waktu. Presiden menyatakan bahwa anggaran tersebut dinilai cukup berdasarkan uji coba yang dilakukan di beberapa daerah. Tetapi turunnya anggaran MBG menimbulkan keraguan rakyat kepada pemerintah apakah benar-benar serius dalam memberikan solusi perbaikan gizi generasi. Sebab ada pemangkasan anggaran tersebut membuat target perbaikan gizi tentu makin tidak realistis di tengah tingginya inflasi dan naiknya harga-harga bahan makanan.
Dilansir dari detik health Menurut pakar epidemiologi Dicky Budiman dari Universitas Griffith Australia, anggaran tersebut tidak cukup, tetapi keterbatasan anggaran tersebut sebetulnya bisa diakali dengan subsidi silang. Bukan tidak mungkin kebutuhan anggaran makanan berdasarkan ketersediaan bahan pangan di masing-masing daerah relatif berbeda.
Jika program ini merupakan program unggulan, mengapa pemerintah tidak totalitas dalam merealisasikannya, justru malah memangkas anggarannya bahkan sebelum diterapkannya program tersebut. Jika pemerintah bertekad sebagaimana tugasnya untuk menjamin gizi generasi bangsa, ada banyak sekali cara-cara, mekanisme dan metode yang dapat diterapkan, tidak hanya dengan program makan gratis saja.
Pemerintah tentu mengamati dan mengetahui bahwa rakyat mengalami kekurangan gizi dan kelaparan. Solusi yang diberikan pemerintah yaitu “menyuapi” rakyat dengan makanan gratis. Solusi ini merupakan solusi pragmatis yang tidak menyelesaikan masalah kekurangan gizi dan kelaparan secara menyeluruh. Seharusnya pemerintah menyelidiki akar permasalahan ini dan memberikan solusi dari akarnya. Salah satu akar terbesar dari masalah ini yaitu kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan rakyat.
Kemiskinan mengakibatkan sebagian rakyat tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri yaitu untuk makan, minum, berpakaian, dan bertempat tinggal yang layak. Pendidikan juga memengaruhi bagaimana rakyat dapat menggunakan hartanya untuk membenuhi kebutuhan hidupnya secara benar dan tepat, seperti membeli makanan-makanan yang bergizi bukan makanan instan yang penting enak tetapi minim gizi. Termasuk permasalahan orang tua yang minim edukasi dan egois memilih memenuhi gaya hidup dan rokoknya dibandingkan memenuhi gizi dan pendidikan anaknya.
Akar masalah inilah yang seharusnya disoroti oleh pemerintah dan diberikan solusinya secara tuntas, sehingga dengan sendirinya rakyat akan secara mandiri dapat memenuhi kebutuhan gizi generasi dengan baik. Pemerintah harus memberikan lapangan kerja yang memadai dan menetapkan angka upah minimum yang layak. Kenyataannya, hingga tahun 2025 hampir berakhir, masih banyak sekali pemuda dalam usia produktif yang berada dalam kondisi pengangguran ataupun bekerja tetapi dengan upah yang sangat minim. Selain itu tidak sedikit pula rakyat yang tidak teredukasi mengenai gizi anak dan ibu hamil sehingga tidak berupaya untuk merealisasikan terpenuhinya gizi bagi dirinya sendiri maupun keluarganya, meski mereka memiliki sebagian jalan untuk meraihnya.
Tehadap kedua akar permasalahan itulah seharusnya pemerintah mengalokasikan kekayaan negara dalam mekanisme yang tepat.pemerintah harus bisa memprioritaskan belanja negara untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya dari segi ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Bukan malah memprioritaskan kekayaan penguasa, pejabat dan pengusaha sehingga jajaran pemerintah sendiri dan pengusaha itulah yang menggemuk sedangkan rakyat makin kurus. Namun, demikianlah yang sedang tejadi di negeri Pancasila ini. Hal ini terjadi karena negara mengadopsi sistem sekuler yang berasal dari hawa nafsu manusia yang amat jauh dari konsep berfikir cemerlang dan tidak sesuai dengan fitrah manusia.
Makanan bergizi adalah salah satu kebutuhan pokok rakyat, terlebih untuk generasi agar tumbuh menjadi generasi yang kuat fisiknya. Islam membutuhkan SDM yang kuat karena merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting untyuk mewujudkan negara yang kuat dan mandiri. Islam adalah ideologi yang sahih berasal dari Sang Pencipta, yang mampu memuaskan akal dan sesuai dengan fitrah manusia. Islam menjadikan negara sebagai raa’in yang akan menjamin kebutuhan hidup rakyat, semuanya, tidak hanya pada generasi apalagi hanya siswa sekolah dan ibu hamil. Tanggung jawab penguasa menjamin kesejahteraan rakyatnya adalah tanggung jawab yang diberikan oleh Allah swt.
Pelaksanaan Islam sebagai way of life secara konsisten dalam semua kegiatan kehidupan, akan melahirkan sebuah tatanan kehidupan yang baik, sebuah tatanan yang disebut sebagai hayatan thayyibah. Sebagai pilar sosial tertinggi, negara seharusnya penjadi pelaksana utama syariat-syariat islam, sehingga dampaknya dapat dirasakan oleh umat. Syariat islam membutuhkan peran negara agar penerapannya sempurna dan efektif. Salah satunya yaitu penerapan syariat islam mengenai konsep penguasa dan negara sebagai ra’in dan konsep perekonomiannya yang berfokus pada politik yaitu untuk mendistribusikan kekayaan negara untuk mengurusi urusan umat. Seperti urusan kekurangan gizi dan kemiskinan yang menjadi akar permasalahannya sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Wallahu a’alam.
Tags
Opini