Oleh: Puji Astuti
Rumah adalah tempat kembali dimana pun kita berada. Tempat ternyaman untuk kita dan berkumpul dengan keluarga. Setiap insan mendamba memiliki rumah. Namun apadaya, dengan kondisi kehidupan saat ini yang serba sulit, impian memiliki rumah semakin jauh dari asa. Pasalnya kian hari harga rumah semakin melangit.
Hal tersebut tercermin dari laporan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang mencatat pada kuartal IV/2023 dengan harga properti yang melonjak sebanyak 1,74 persen dibandingkan demgan tahun sebelumnya (ekonomi.bisnis.com, 20-02-2024).
Menurut Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang disampaikan Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Herry Trisaputra Zuna dalam konferensi pers Program Tapera di Kantor Staff Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (31-5-2024), ada sekitar 9,9 juta rumah tangga yang tidak memiliki rumah.
Bukan hanya itu, ada 26 juta rumah tidak layak huni, sehingga jumlah rumah yang harus diselesaikan sekitar 36 juta. Dalam kondisi saat ini, ketika tidak mampu memiliki rumah, maka tidak ada pilihan lqin selain tinggal bersama dalam keluarga besar berdesak -desakan, menyewa ruangan kecil/tinggal di rumah susun membangun rumah sendiri secara bertahap, tinggal di perkampunhan kumuh bahkan di rumah kardus buatannya sendiri. Tentu kondisi ini sangat memprihatinkan. Karena akan mempengaruhi kualitas keluarga dan perkembangan kehidupan generasi berikutnya.
Pakar tata kota Yayat Supriyatna menyebutkan bahwa ada dua faktor yang menyebabkan seseorang sulit untuk memiliki rumah yaitu terkait penyediaan tanah dan perumahan dan daya beli yang rendah.
Harga tanah yang mahal akan semakin membuat harga murah kian membengkak.
"Mahalnya harga tanah berimplikasi pada harga rumah" ungkap Yayat Supriyatna (detik.com 11/02/2024).
Setiap tahun harga tanah semakin naik, hal itu mempengaruhi harga rumah. Tentu yang dapat membeli tanah adalah orang yang memiliki uang/modal, bukan orang yang kesulitan financial. Naiknya harga tanah akan semakin membuat harga rumah semakin mahal.
Ditambah daya beli masyarakat yang rendah. Dalam sistem demokrasi kapitalisme yang mencengkeram negeri ini, rakyat menanggung beban hidup yang amat berat. Rakyat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti sandang, pangan dan papan sendirian. Jangankan untuk membeli rumah, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun dirasakan begitu sulit. Karena segala kebutuhan hidup rakyat yang menanggung. Ditambah beban pajak yang semakin banyak yang harus dibayar oleh rakyat.
Negara dalam sistem kapitalisme hanya berfungsi sebagai regulator, pemimpinnya abai terhadap urusan rakyat, dan hubungan yang terjalin adalah hubungan transaksional (berhitung untung dan rugi). Sistem demokrasi kapitalisme melahirkan pemimpin yang abai terhadap rakyat, membiarkan jutaan orang hidup di tempat tidak layak tanpa perhatian serius. Negara gagal mengatasi kemiskinan dan menyerahkan penyediaan hunian kepada swasta yang profit oriented. Sehingga rakyat sulit untuk mendapatkan rumah layak dan terjangkau.
Islam memiliki pandangan yang berbeda terkait pengadaan rumah bagi masyarakat. Kebutuhan papan atau tempat tinggal adalah kebutuhan dasar manusia yang wajib dipenuhi. Tugas negara adalah mewujudkannya. Ini adalah bagian dari bentuk tanggung jawab terhadap rakyatnya. Rasulullah SAW bersabda:
"Imam (khalifah) itu laksana penggembala dan dia bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya." (HR. Al bukhori).
Islam bukan hanya sebagai ad-dien, namun juga sebagai ideologi (pandangan hidup) memiliki pandangan khusus dalam mengatasi permasalahan hunian. Pertama, Islam mewajibkan setiap laki-laki bekerja. Laki-laki yang sudah baligh berkewajiban menanggung nafkah sandang, pangan dan papan untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Negara akan menyediakan lapangan pekerjaan baru, membuka lapangan pekerjaan baru, memberikan lahan untuk digarap, memberikan modal usaha dan lain sebagainya. Dengan begitu, rakyat bisa memenuhi kebutuhan dasarnya.
Kedua, ketika ada rakyat yang tidak mampu bekerja karena alasan syar'i, maka keluarganya berkewajiban membantunya memberikan tempat tinggal, makanan dan pakaian.
Ketiga, jika kedua hal diatas tidak bisa melaksanakan, maka tanggung jàwab memenuhi kebutuhan pokok berpindah kepada negara. Negara semestinya menyediakan hunian yang dananya berasal dari negara atau harta milik umum.
Islam memiliki kebijakan lain yang mendukung rakyatnya memiliki rumah, seperti larangan menelantarkan tanah, mengatur sebab-sebab kepemilikan tanah, mengelola harta milik umum, kemudahan bertransaksi halal bebas riba dan lain sebagainya.
Tempat tinggal bukan hanya berupa rumah, namun didalamnya terdapat lingkungan yang baik terdapat sarana prasarana yang memadai seperti drainase air, listrik, jalan umum, sirkulasi udara yang sehat, taman bermain, tempat ibadah, keamanan lingkungan dan lain sebagainya yang mendukung tumbuh kembang generasi Islam. Hal yang demikian, hanya dapat terwujud dalam sebuah negara yang menerapkan aturan Islam kaffah. Wallahu 'alam bishshawab.
Tags
Opini