Oleh: Essy Rosaline Suhendi
Presiden Prabowo Subianto memfokuskan komitmen pemerintah, supaya pendidikan dan kesehatan menjadi prioritas utama dalam anggaran tahun 2005. Hal demikian dikatakannya saat sambutan acara Penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) secara digital, serta peluncuran katalog elektronik versi 6.0, di istana Negara, Jakarta. (10/12/24, www.presidenri.go.id)
Harapan Semu
Merasa ada harapan, saat pemerintah memutuskan untuk berkomitmen memperbaiki layanan kesehatan dan pendidikan dengan cara menaikan anggaran. Namun yang menjadi pertanyaan, dari mana sumber anggaran tersebut? Apakah dari pajak atau hutang?
Sudah bukan menjadi rahasia umum, rakyat seringkali jadi korban atas kebijakan yang negara buat. Pada awalnya, rakyat mengira aturan yg negara buat sangat membantu rakyat, namun pada akhirnya aturan tersebut bukan malah merangkul, tapi justru memukul rakyat.
Contohnya pada kasus makan siang gratis. Rakyat pada awalnya merasa tertolong dengan kebijakan tersebut, tapi ternyata tak lama negara menaikan PPN, dari 11% menjadi 12%. Pastilah kenaikan PPN tersebut menyebabkan harga kebutuhan pokok rakyat akan semakin naik, dan bisa jadi menjadi sumber masalah juga beban hidup bagi masyarakat.
Sistem Sekularisme Kapitalisme Menyengsarakan
Sistem sekularisme kapitalisme, menjadikan negara tidak mampu mengurusi kebutuhan rakyat dengan maksimal. Dalam sistem ini, hubungan negara dan rakyat, ibarat penjual dan pembeli.
Posisi negara seakan hanya mampu sebagai penyedia layanan pendidikan dan kesehatan, dan menyerahkan tanggung jawab untuk mendapatkan pelayanan tersebut kepada rakyat, sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Tak heran, jika saat ini dalam pelayanan kesehatan misalnya, terjadi perbedaan pelayanan, antara Pasien BPJS dan tunai, seringkali pasien BPJS mendapatkan pelayanan buruk dari rumah sakit. Begitupun dalam layanan pendidikan, citra sekolah negeri saat ini tidak lagi di cap sebagai sekolah terbaik walaupun gratis karena kurang berkualitas, sehingga masyarakat lebih memilih menyekolahkan anak-anaknya di sekolah swasta walaupun merogok banyak biaya.
Belum lagi, negara juga menyediakan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang masih minim, terutama di daerah pelosok. Mereka seringkali tidak memiliki bangunan fisik di sekolah untuk belajar karena bangunan tidak layak ditempati, dan akhirnya mereka belajar di area pekarangan sekolah. Juga dalam layanan pendidikan, akses rumah warga untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang baik, sulit di dapat, karena buruknya jalan yang dilalui dari pemukiman warga menuju tempat layanan kesehatan, sehingga seringkali pasien dalam keadaan kritis meninggal saat perjalanan.
Islam Memenuhi Kebutuhan Rakyat
Padahal, Islam memiliki aturan yang khas, dalam mengatur sistem pendidikan dan kesehatan. Dalam Islam, kebutuhan primer menjadi tanggung jawab negara, dan negara wajib memenuhinya ke semua individu secara gratis.
Rasulullah Saw bersabda, "Imam (kepala negara) itu adalah pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia pimpin." (HR.Ahmad)
Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban negara, untuk tidak hanya menyediakan pelayanannya saja, tapi juga memastikan seluruh warga negara mendapatkan pelayanan.
Dalam Islam, setiap negara wajib memiliki Baitul mal, yang berfungsi untuk menyimpan sumber pemasukan negara. Sumber pemasukan negara dalam Islam, salah satunya berasal dari kekayaan sumber daya alam yang dimiliki negara. Maka dari itu, negara melarang, terjadinya swastanisasi pada SDA yang dimiliki, karena SDA adalah harta kepemilikan umum yang wajib dikelola negara dan hasilnya dikembalikan untuk kesejahteraan hidup seluruh warga negara.
Dengan demikian, hanya Islam yang mampu mewujudkan semua hal di atas terjadi. Dan hanya khilafah Islamiyyah yang mampu menerapkan aturan Islam secara kaffah. Sebagaimana dahulu Islam mampu menjadi pusat peradaban emas dunia dalam bidang pendidikan dan kesehatan, karena terbukti khilafah mampu mencetak berbagai hasil karya ilmiah juga melahirkan para ilmuan dan guru-guru hebat, seperti Ibnu Sina, Al khawarizmi, Abbas Ibnu Firnas, Ar Razi, dsb. Tidak kah kita sebagai umat Islam, menginginkan masa indah Islam dahulu terulang kembali?. Wallahu'alam bishshawab.
Tags
Opini