Rengganis Santika A,STP
Musim penghujan sejak Oktober sudah mulai melanda wilayah Jawa Barat termasuk Kabupaten Bandung. Walaupun pergantian musim sudah menjadi rutinitas yang dihadapi warga dan pemerintah daerah, namun tetap saja bencana banjir, tanah longsor dan wabah penyakit seolah telah menjadi rutinitas yang tak terelakkan. Seyogyanya kita semua masyarakat dan pemerintah daerah siap siaga. Khususnya pemerintah sebagai pemegang kewenangan dan kebijakan, dapat mengambil pelajaran dari fenomena yang senantiasa berulang dari tahun ke tahun ini. Upaya mitigasi dan antisipasi menyeluruh adalah wilayah kewenangan pemerintah.
Seperti fakta wabah DBD (Demam Berdarah Dengue) di kabupaten bandung, dalam dua bulan terakhir ini tidak kunjung reda bahkan terus meningkat hingga memakan korban jiwa. Kita tidak menutup mata, bahwa ada upaya yang dilakukan Pemda, tapi mengapa DBD selalu menjadi ancaman mematikan terutama di setiap musim penghujan? Apakah ada yang salah ? Apa yang seharusnya dilakukan?
Ancaman Wabah DBD Menelan Korban Jiwa, Mengapa?
DBD kini menjadi ancaman dengan status kejadian luar biasa. Kasus DBD di Kabupaten Bandung menurut Dinas Kesehatan (Dinkes) mencapai 2.542 kasus. Dalam dua bulan terakhir 37 jiwa meninggal dunia. Kasus DBD di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, masih menjadi perhatian penting.
Dinkes mencatat tingkat kejadian atau incidence rate (IR) sebesar 67 per 100.000 penduduk. Kepala Bidang Pencegahan, Pengendalian Penyakit, dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinkes Kabupaten Bandung, Purwitasari, mengatakan 37 orang meninggal dunia akibat DBD, dengan tingkat fatalitas kasus (case fatality rate atau CFR) sebesar 1,46 persen, (Kompas Jumat 13/12/2024). Artinya ancaman DBD tidak bisa dianggap sepele, mengapa sampai fatal menelan korban jiwa?.
Bila kita tela’ah secara mendalam, masalah Kesehatan termasuk wabah DBD, bukanlah permasalahan tunggal. Meningkatnya kasus DBD terkait banyak aspek. Sebab kesehatan adalah problem sistemik.
Pemerintah sesuai amanat undang-undang adalah sebagai pengurus rakyat, ia harus menjadi garda terdepan dalam melindungi warganya. Wabah DBD tidak akan pernah tuntas, apabila diselesaikan secara parsial.
Kesehatan pasti terkait dengan ekonomi, kita tahu bahwa hari ini kemiskinan di negeri ini termasuk di kabupaten Bandung meningkat. Warga miskin seringkali memiliki akses yang terbatas pada sumber daya lingkungan.
Sulit bagi mereka menikmati lingkungan yang sehat, sementara mereka tinggal di pemukiman padat dan kumuh, sanitasi yang buruk apalagi di musim penghujan, sehingga nyamuk dan virus berkembang biak dengan cepat.
Disisi lain daya tahan (imunitas) mereka tidak ditunjang pemenuhan gizi yang cukup.
Beban ekonomi dan keterbatasan dana menghalangi akses mereka terhadap fasilitas medis memadai dan transportasi yang cepat saat situasi kritis.
Kemudahan fasilitas Kesehatan dan pelayanan yang baik ditunjang tenaga medis terampil belum terpenuhi secara adil dan merata. Perbaikan semua aspek ini akan berkontribusi dalam mengurangi dampak dan prevalensi DBD.
Rumitnya lagi kemiskinan hari ini bukanlah realitas alamiah namun merupakan buah dari diterapkannya sistem kapitalisme.
Sistim yang mencetak kemiskinan struktural akibat buruknya tata Kelola ekonomi. Kapitalisme liberal biang kerok ketidakadilan dan ketimpangan akses terhadap sumberdaya. Sistem pro kapital/pemilik modal ini, menjadikan Kesehatan sebagai asset komersil bisnis guna meraup untung bagi para kapital.
Layanan faskes berkualitas atau minimal layak saja tidaklah murah, obat mahal. Sementara yang gratis harus antre panjang dengan layanan seadanya.
Dalam sistem kapitalisme yang berbasis pajak, sulit mewujudkan kesejahteraan hakiki termasuk pemenuhan kesehatan berkualitas. “ada uang ada fasilitas!”.
Kematian dan musibah memang betul perkara ajal dan ketetapan Allah, tapi sungguh miris bila karena tak ada uang, terlambat berobat jadi sebab akibat DBD hingga harus meregang nyawa. Pemerintah siaga menghadapi wabah DBD, membutuhkan kepemimpinan tangguh berkomitmen sebagai pelayan rakyat, bukan malah mencari untung dari jabatan. Solusi tuntas membutuhkan anggaran yang besar. Sulit merealisasikan semua ini dalam bingkai kapitalisme.
Mungkin ada yang berdalih berkaca pada layanan Kesehatan di negara maju dan Makmur diluar yang juga menerapkan kapitalisme. Jangan lupa, “ welfare state” di barat menjadikan pajak tinggi sebagai basisnya, anggaran digenjot dari pajak atau dari sektor lain yang biayanya dibebabkan pada rakyat.
Dalam Islam Kesehatan adalah Kebutuhan Asasi Setiap Rakyat
Islam menjadikan Kesehatan adalah kenikmatan utama bagi setiap individu setelah keimanan dan keislamannya. Muslim yang kuat dan sehat lebih Allah cintai daripada muslim yang lemah.
Itulah sebabnya Kesehatan merupakan kebutuhan asasi (mendasar) bagi setiap individu warga tanpa membedakan orang kaya atau miskin, jabatan, kedudukan dll. Sehat adalah jalan meraih kesholehan.
Selain Kesehatan, kebutuhan asasi lain adalah pendidikan dan keamanan yang diberikan secara gratis dengan layanan terbaik bagi seluruh warga tanpa syarat berbelit. Filosofi negara dan pemerintah dalam islam adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemashlahatan bagi seluruh rakyat tanpa kecuali.
Pemimpin dalam islam adalah sebagai ra’in dan junnah atau sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Apakah semua kondisi ideal ini mungkin? Dan pernah ada? Ya..!! semua ini nyata terwujud selama hampir 14 abad lamanya. Ketika islam diterapkan secara kaffah (menyeluruh) dalam bingkai khilafah, pemimpinnya adalah seorang khalifah yang dibai’at oleh umat. Khalifah mendapat kekuasaan dari umat sebagai pemilik asal kekuasaan untuk menerapkan syariah Allah. Syariah Allah adalah aturan haq terbaik bagi manusia dalam mewujudkan kehidupan Sejahtera bahagia hakiki dunia akhirat. Semua ini bukan omong kosong, terbukti dalam sejarah yang ditulis para sejarawan barat dan dunia. Bahkan kekaguman akan khilafah juga terlontar dari orang nomer satu negeri ini. Mari kita renungkan, Kita hanya akan hidup nyaman jauh dari ancaman apapun di segala musim, apabila ada negara yang mengurus, menjaga, melindungi rakyat dengan serius tanpa pamrih dari seorang pemimpin beriman dan taqwa….wallahu’alam bish showab.
Tags
Opini