Krisis Air Melanda, Rakyat Butuh Aksi Nyata



Oleh: Ummu Faruqq



Krisis air menghantui berbagai daerah di Indonesia, salah satu contohnya di kabupaten Probolinggo Jawa Timur. Tidak kurang dari 10.000 warga tengah menghadapi krisis air bersih yang disebabkan oleh putusnya pipa PDAM yang terletak di bawah laut akibat tersangkut jangkar kapal. Bukan hanya di Jawa Timur, di NTB menurut data BPBD 2024 sekitar 500.000 jiwa di 77 kecamatan terdampak kekeringan. Selain itu, NTT juga dilaporkan sejumlah titik mengalami kekeringan ekstrem akibat tidak turunnya hujan selama berbulan-bulan, sebanyak 225 dari 39 wilayah kecamatan yang tersebar di berbagai kabupaten di provinsi tersebut dinyatakan siaga kekeringan. 

Berdasarkan laporan United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 2023, secara global ada 2 miliar orang atau 26% dari populasi tidak memiliki air minum yang aman bagi tubuh. Sementara 3,6 miliar orang atau 46% dari populasi bumi tidak memiliki akses terhadap sanitasi aman dan bersih sesuai standar. Padahal air minum merupakan kebutuhan vital bagi manusia. Krisis air bersih sangat berdampak pada kehidupan manusia diantaranya mulai dari kesehatan, lingkungan, perekonomian, pertanian, dan lain sebagainya     

Penyebab Terjadinya Krisis Air    
    
Krisis air disebabkan oleh banyak faktor diantaranya, yang Pertama adalah penggundulan hutan. Saat ini terlalu banyak hutan ditebang secara besar-besaran untuk berbagai keperluan seperti keperluan pertanian, pemukiman, atau bahkan industri. Hingga kini KLHK mencatat total luas kawasan hutan yang digunakan untuk perkebunan sawit mencapai 3,37 juta hektare. Kebun sawit dalam kawasan hutan konservasi seluas 91.074 ha, sawit dalam hutan lindung seluas 156.119 ha, sawit dalam hutan produksi tetap mencapai 501.572 ha, sawit dalam hutan produksi terbatas seluas 1,49 juta ha, dan sawit dalam hutan produksi konversi seluas 1,13 juta hektare. 

Koalisi Masyarakat Sipil mengingatkan untuk menghentikan pembukaan kebun sawit baru dan mengoptimalisasi lahan yang ada, alih-alih membuka lahan baru. Jika pertumbuhan industri sawit dibiarkan tanpa pengendalian, hasil perhitungan ekonomi dan ekologi menunjukkan potensi kerugian jangka panjang untuk negara yang sangat besar.
Gundulnya hutan berkontribusi besar terhadap kelangkaan air bersih. Hutan berfungsi sebagai penahan air hujan dan penyaring alami yang menjaga keseimbangan ekosistem air.

Penebangan hutan yang masif membuat kemampuan tanah menyerap air berkurang drastis, sehingga air hujan lebih banyak yang mengalir langsung ke sungai dan laut tanpa tersimpan di dalam tanah. Selain itu, penggundulan hutan menyebabkan erosi tanah yang dapat mencemari sumber air sehingga merusak kualitas air. Dalam jangka panjang, hilangnya hutan mengurangi ketersediaan air tanah yang merupakan sumber utama air bersih di banyak wilayah.

Faktor yang kedua, yaitu alih fungsi lahan yang merusak daerah resapan. Perubahan fungsi lahan yang digunakan sebagai resapan air menjadi fungsi lain, seperti pemukiman, perkebunan, atau pertambangan. Daerah resapan yang seharusnya dapat menyerap air dengan baik, setelah dialihfungsikan menjadi perumahan, pemukiman, atau bahkan pertambangan, membuat tanah tersebut tidak dapat menyerap air dengan maksimal. Sehingga air langsung mengalir ke sungai atau ke tempat lain yang lebih rendah, tanpa tersimpan di dalam tanah. Selain itu, tak jarang pula hal ini menyebabkan banjir.

Faktor yang ketiga, yaitu pencemaran Daerah Aliran Sungai akibat buruknya tata lingkungan. Dampak Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terjadi mengakibatkan beberapa hal diantaranya, kondisi kuantitas (debit) air sungai menjadi fluktuatif antara musim penghujan dan kemarau, penurunan cadangan air serta tingginya laju sendimentasi dan erosi, terjadinya banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau, serta menurunnya kualitas air sungai yang mengalami pencemaran yang diakibatkan oleh erosi dari lahan kritis, limbah rumah tangga, limbah industri, limbah pertanian (perkebunan) dan limbah pertambangan. 

Faktor yang keempat, adanya kapitalisasi air. Adanya kapitalisasi air juga membuat masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih dengan mudah. Sebagai contoh, masuknya pengusaha-pengusaha air minum membuat mereka menguasai sumber air minum besar. Hanya demi keuntungan, mereka pun menjual air itu. Jika masyarakat ingin mendapatkan air bersih, harus membeli dahulu, padahal air kemasan tersebut juga berasal dari mata air di Indonesia.

Bagaimana Peran Negara?

Krisis air yang terjadi saat ini tidak luput dari hilangnya peran negara dalam mengurus rakyatnya. Negara hanya berperan sebagai regulator dalam melaksanakan setiap kebijakan. Hilangnya daerah resapan air, hilangnya jutaan hektar hutan, rusaknya Daerah Aliran Sungai, monopolisasi air, dan berbagai permasalahan lainnya diakibatkan oleh tidak hadirnya peran negara dalam mengurusi urusan rakyatnya. Sistem hari ini menjadikan keuntungan adalah tujuan utamanya, tak peduli ratusan juta hektar hutan ditebang. 

Dalam sistem ini, pengusahalah yang berkuasa sehingga apa pun usahanya, asal bisa mendapatkan cuan, akan dilakukan, meskipun bisa merampas hak masyarakat sekitar. Sebagaimana hak mereka mendapatkan air bersih.
Demikian pula dengan pertambangan atau pembukaan lahan, negara dengan mudahnya menggelar karpet merah dan menyetujui para pengusaha untuk mengalihfungsikan lahannya. Mereka tidak berfikir apa akibat yang ditimbulkan dan kerugian yang dialami oleh rakyat ketika hal tersebut dilakukan.  Kapitalisme hanya mendorong para penguasa dan pengusaha berpikir cara mendapatkan uang.

Bagaimana Pandangan Islam?

Islam memandang bahwa air merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga haram hukumnya untuk diprivatisasi. Rasulullah bersabda; “Muslim berserikat dalam tiga hal: padang gembalaan, air, dan api.” (HR Abu Dawud). 
Berdasarkan hadits tersebut maka jelas bahwa air merupakan kepemilikan umum, dan haram hukumnya dimiliki oleh perseorangan, baik swasta maupun asing. Harta milik umum wajib dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat.

Islam memandang bahwa tugas negara adalah mengurusi urusan rakyat, bukan hanya sebagai fasilitator atau regulator semata. Negara akan menjalankan kebijakannya berdasarkan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, maka tidak akan ada pengelolaan hutan, tambang, air, ataupun pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh individu untuk memperkaya dirinya sekaligus membuat rakyat menderita.

Dalam Islam, negara akan mencurahkan dana secara maksimal untuk dapat mengendalikan air sehingga air bisa berguna bagi kebutuhan masyarakat dan tidak terjadi banjir. Air bersih dan air minum akan mudah dijangkau oleh rakyat, bahkan bisa didapatkan dengan cara gratis. Upaya khalifah ini sudah pernah dilakukan pada masa kegemilangan Islam. Sebagai contoh, saat membangun Baghdad tahun 758M, khalifah mengandalkan kemampuan dua astronom untuk mengetahui wilayah mana saja yang tergenang air dan tidak.

Kemudian khalifah juga membangun bendungan, terusan, dan alat pengintai dini. Bahkan muncul penemuan nilometer untuk memprediksi banjir di sungai Nil. Maka sungguh begitu sempurnanya sistem Islam sehingga mampu mengatur berbagai aspek kehidupan untuk kesejahteraan manusia. Wallahu’alam bish-shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak