Oleh : Rines Reso
(Pemerhati Masalah Sosial)
Makin hari, tindakan sadis dan di luar nalar semakin banyak dilakukan oleh anak kepada orang tuanya. Sungguh perbuatan yang biadab. Tidak hanya tetangga sekitar, kita semua pun dibuat syok setelah viral berita pembunuhan yang dilakukan oleh anak berusia 14 tahun.
Saat sang ayah, ibu dan nenek sedang tertidur lelap tiba-tiba pukul 01.00 dini hari, ketiganya mendapatkan tusukan pisau tajam dari sang anak. Perisitiwa ini menyebabkan ayah dan nenek tewas sedangkan ibu pelaku mengalami luka parah. (Suara.com. 30/11/2024)
Entah apa yang merasuki sampai anak ini tega menghabisi orang-orang yang begitu berharga dalam hidupnya. Padahal menurut penuturan pihak keluarga dan sekolah, anak ini tergolong anak yang baik, sopan dan berprestasi.
Kasus pembunuhan anak terhadap orang tua bukan kali ini saja terjadi, melainkan telah menjadi fenomena yang mencerminkan masalah mendalam akibat persoalan sistemik. Perilaku brutal tanpa empati ini terus meningkat dengan tingkat kekejaman yang mengkhawatirkan.
Fenomena ini tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Banyak faktor yang memengaruhi generasi hari ini hingga berperilaku tidak manusiawi dan kehilangan nurani serta akal sehatnya. Di antara faktor tersebut ialah pola pengasuhan. Pola asuh yang dibangun dengan paradigma sekuler, yang mana mencukupkan hanya pada kebutuhan materi anak, tanpa diimbangi dengan pendidikan dan pemahaman Islam dari kedua orang tuanya.
Namun memang pelik hidup di bawah naungan sistem kapitalisme seperti saat ini. Kebutuhan biaya hidup yang semakin tinggi, biaya pendidikan yang mahal dan kesehatan yang terus naik menjadikan orang tua harus ekstra mencari cuan, banyak ayah harus pergi pagi dan pulang larut malam. Bahkan berdampak lebih besar lagi bagi anak jika ibu, sebagai madsarah pertama itu harus ikut keluar rumah mencari tambahan nafkah atau bahkan menjadi tulang punggung keluarga. Pasalnya saat ini, kesediaan lapangan pekerjaan bagi perempuan lebih besar daripada laki-laki (Scope.Sindonews.com).
Jika sudah seperti ini dampaknya, sangat memprihatinkan. Sistem rusak ini menghilangkan hubungan dekat antara anak dan orang tua sehingga hilanglah kebersamaan yang mampu memunculkan rasa empati dan hubungan baik di antara anggota keluarga.
Begitu pun dengan anak yang seringkali dituntut untuk terus berprestasi tanpa melihat kemampuan sang anak. Orang tua berambisi menjadikannya sukses bagaimana pun caranya, walau harus mengurangi jam tidur anak, dan menambah jam belajar mereka. Akhirnya anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang penuh tekanan, stress dan frustasi yang akhirnya depresi yang dapat mengganggu kesehatan mentalnya.
Sistem pendidikan sekuler di negeri ini terbukti gagal dalam mencetak peserta didik yang berkepribadian Islam, mandiri dan kuat dari berbagai sisi. Generasi saat ini cenderung lemah secara mental, moral, materi apalagi spriritual.
Kondisi ini diperparah dengan kurangnya kontrol negara dalam membendung konten-konten negatif yang dapat merusak generasi, seperti konten porno, kekerasan, perundungan dan penyimpangan seksual, seks bebas dan sebagainya. Pemikiran asing yang mudah masuk seperti sikap individualis yang memunculkan keegoisan dalam diri anak juga turut membentuk karakter buruk pada anak.
Back to Islam Kafah
Maka Islam hadir untuk menyelesaikan problematika umat yang semakin pelik. Dalam Islam pemimpin adalah raa’in, yang bertanggung jawab atas rakyatnya termasuk mencetak generasi emas melalui penerapan berbagai sistem kehidupan sesuai dengan Islam. Kepemimpinan ini dimulai dengan sistem pendidikan yang berasas akidah Islam sehingga mampu menghasilkan generasi yang beriman dan bertakwa, menguasai iptek, berjiwa pemimpin.
Sejarah panjang penerapan Islam telah membuktikan lahirnya banyak sosok ilmuwan yang juga menguasai ilmu agama dan optimal berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Ini didukung dengan sistem ekonomi Islam yang banyak bergerak dalam sektor riil. Lapangan pekerjaan bagi kepala keluarga mudah didapatkan, sehingga kaum ibu bisa berfokus dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Sumber daya alam juga dikuasai dan dikelola secara mandiri oleh negara sehingga hasil produksinya dapat dibagikan langsung kepada rakyat ataupun hasil produksinya dijual dan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis.
Begitupun sistem sanksi dalam Islam yang tegas, di mana dalam Islam, setiap orang yang sudah baligh tetaplah di pandang sama di mata hukum karna di anggap telah mukallaf (orang yang terbebani hukum syara’), dan tidak memandangnya sebagai seorang anak di bawah umur. Sistem sanksi dalam Islam bertujuan sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penghapus dosa) sehingga tak ada lagi terulang kasus yang sama.
Demikianlah penerapan aturan Islam secara kafah yang tidak akan mungkin diterapkan dalam sistem sekuler (pemisahan agama dari kehidupan). Hanya penerapan Islam secara kaffah dalam naungan Daulah Khilafah yang mampu menerapkan syariat Islam secara sempurna.