Generasi Darurat Pornografi, Islam Kaffah Solusi Hakiki




Oleh: Ummu Habibi (Muslimah Peduli Generasi)

Sungguh menyayat hati ketika mengetahui bahwa Indonesia masuk peringkat keempat sebagai negara dengan kasus pornografi anak terbanyak. Hal ini diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto. Data tersebut bersumber dari National center for missing exploited children (NCMEC). Korbannya tidak tanggung-tanggung, yakni dari disabilitas, anak-anak SD, SMP, dan SMA, bahkan PAUD.

Dilansir dari Liputan6 (Kamis, 18-4-2024) temuan konten kasus pornografi anak Indonesia selama empat tahun sebanyak 5.566.015 kasus. Indonesia masuk peringkat keempat secara internasional dan peringkat kedua dalam regional ASEAN,” ujar Hadi dalam konferensi pers di Kemenko Polhukam.

Sementara itu, dalam kurun waktu enam bulan saja Bareskrim Polri juga menangkap sebanyak 58 tersangka terkait kasus tindak pidana pornografi anak. Pengungkapan kasus pornografi daring anak ini dimulai sejak Mei sampai November 2024, dengan hasil 47 kasus dan 58 tersangka. Data ini tentu yang hanya tercatat, belum ditambah dengan kasus-kasus yang belum terkuak. 

Seperti yang baru-baru ini terjadi, Bareskrim Polri membongkar kasus konten pornografi melalui aplikasi telegram. Diketahui tersangka MS, S, dan SHP memiliki peran masing-masing. MS, selain menjadi penjual konten video pornografi anak di bawah umur, juga mengunduh video asusila melalui berbagai sumber, kemudian menjualnya kembali di grup telegram yang dikelola S dengan mematok harga dari Rp50.000 hingga Rp250.000.

MS juga berperan sebagai pemeran sekaligus menjadi penjual konten video asusila anak di bawah umur. Tersangka lainnya yakni SHP berperan mencari bakat anak di bawah umur di lingkungan teman sebayanya untuk ditawarkan membuat konten video asusila bersama. Na'udzubillah!

Realitas ini sepatutnya bisa membuat kita merenung. Bagaimana dengan masa depan anak-anak kita kelak? Di usia mereka yang seharusnya siap menghadapi masa produktif justru digempur dengan aktivitas negatif yang merusak. Akal mereka bahkan belum bisa mencerna jenis dan isi tontonan yang sedang mereka konsumsi. Namun parah, pebisnis kotor tidak hanya membajak produktivitas generasi, tetapi juga sedang merusak masa depan penerus bangsa.

Sungguh hal ini merupakan dampak dari lemahnya iman dan kebebasan perilaku yang berorientasi materi. Seakan menjadi bisnis yang tidak pernah padam, industri pornografi memang sangat menjanjikan. Parahnya, konten yang kerap dilabeli sebagai konten dewasa itu kini justru menjadikan anak-anak sebagai pelaku.

Pemicu tindakan tersebut beragam. Mulai dari pengaruh pergaulan bebas, minuman keras, konten pornografi yang mereka akses, hingga tuntutan ekonomi. Tentu realitas ini membuat kita miris. Semua itu berpangkal dari sekularisme yakni pemisahan agama dari kehidupan. Agama tidak diikutsertakan dalam mengatur kehidupan masyarakat masa kini.

Dalam kehidupan sekuler,  gelimang materi adalah standar hakiki kebahagiaan. Halal haram hantam, menjadi jargon nya. Masyarakat tetap saja bebas mengakses pornografi, bebas menggunakan aplikasi-aplikasi, juga bebas melakukan apapun untuk memuaskan syahwat.

Tidak hanya pada individu, sekularisme juga telah menjangkit negara. Akibatnya negara telah menciptakan sistem hukum yang menjamin prinsip kebebasan bagi individu. Negara semata berperan untuk memastikan bahwa setiap individu memperoleh kebebasan sebagaimana yang dijamin dalam demokrasi yakni bebas berpendapat, bebas berperilaku, bebas untuk memiliki sesuatu dan bebas untuk menentukan agama yang dianutnya. 

Padahal nyatanya, jaminan kebebasan ini justru menimbulkan banyak problematika di masyarakat. Bahkan tanpa sadar, jaminan inilah yang justru mengebiri peran negara yang seharusnya menjadi pelindung rakyatnya. Hukuman yang diberikan kepada para pelaku pun tidak mampu mengurangi potensi munculnya kasus serupa. Malah semakin membludak.

Pada dasarnya, untuk mengurai masalah pornografi ini Islam telah memiliki aturan yang menyeluruh (kaffah). Dalam Islam, sistem tatanan sosial (ijtima’iy) diatur dengan seperangkat syariat mengenai interaksi antar manusia. Islam mengatur tentang cara perempuan dan laki-laki menjaga aurat. Sekaligus juga memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menjaga interaksi, tidak berdua-duaanb(khalwat), tidak bercampur baur dan berinteraksi (kecuali dalam perkara muamalat, pendidikan, dan kesehatan). Islam pun mengatur agar laki-laki dan perempuan menjaga kemuliaan dan kehormatan agar terwujud tatanan sosial yang baik.

Negara juga berperan melindungi masyarakat dari media informasi dan visualisasi. Media yang dapat mengacaukan sistem sosial masyarakat. Negara tidak boleh berkompromi dengan industri pornografi dengan alasan prinsip kebebasan maupun keuntungan materi. Negaralah yang justru akan menjadi perisai dan melindungi siapa pun dari paparan konten pornografi yang harus dibasmi.

Dalam Islam, batasan aurat perempuan maupun laki-laki sudah sedemikian gamblang dipahami. Juga konten yang hadir di masyarakat melalui media, negaralah yang berperan besar menyelesaikannya. Tidak kalah pentingnya adalah sanksi yang negara terapkan haruslah memberi efek jera agar kasus serupa tidak terulang lagi. 

Adapun kasus pornografi terkategori kasus takzir dalam syariat Islam. Khalifah sebagai pemimpin berwenang menjatuhkan sanksi kepada pelaku. Jenis hukuman bisa dalam bentuk pemenjaraan hingga hukuman mati sesuai hasil ijtihad khalifah. Pada kasus pornografi yang berkaitan dengan perzinaan misalnya, akan ditegakkan had zina sebagai sanksi bagi para pelakunya. Bagi ghayru muhsan (yang belum menikah) 100 kali cambuk, sedangkan muhsan (yang sudah menikah) berupa hukuman rajam.

Demikianlah mekanisme Islam agar tatanan sosial masyarakat menjadi sehat. Kondisi ini sekaligus menjadi langkah strategis negara untuk melindungi seluruh warga negaranya dari darurat pornografi yang sudah menjangkau generasi.

Menyelesaikan masalah pornografi anak membutuhkan kesungguhan dan komitmen negara. Sangat jelas kegagalan sistem sekuler saat ini yang memisahkan agama dari kehidupan dalam melindungi anak. Hanya sistem Islam kaffah yang menjadi solusi hakiki untuk melindungi anak dan memutus mata rantai pornografi. Wallahua'lam[]

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak