Oleh : Ummu Aqeela
Pemerintah Kabupaten Sukabumi menetapkan status tanggap darurat bencana dalam sepekan ke depan pascabencana hidrometeorologi yang melanda daerah itu. Selain menetapkan status tanggap darurat, pemda juga sudah mendirikan posko tanggap darurat dan penanggulangan bencana di Pendopo Kabupaten Sukabumi.
"Status tanggap darurat bencana ini kami tetapkan selama tujuh hari atau sepekan dan bisa diperpanjang setelah dilakukan evaluasi," kata Sekda Kabupaten Sukabumi Ade Suryaman di Sukabumi, dikutip Antara, Kamis (5/12/2024).
Pemkab Sukabumi menetapkan status tanggap darurat bencana karena melihat dari skala bencana yang besar dan sebaran lokasi bencana yakni berada di 33 titik di 22 kecamatan. Kemudian nilai kerugian yang besar, jumlah warga yang terdampak dan adanya korban jiwa.
Terjadi bencana alam tentunya ada sebab hal itu terjadi. Karena sesungguhnya negeri bumi pertiwi yang indah ini diakui dunia akan keindahan keaneragaman hayati dan kekayaan alam yang berlimpah ruah. Bencana banjir dan tanah longsor hampir menjadi langganan tiap tahunnya negeri ini. Beralihnya fungsi hutan menjadi permukiman serta bangunan lain menjadi alasan utama para ahli serta pakar lainnya. Namun ironisnya pemerintah sebagai periayah atau pengatur tata kelola negeri belum memberikan solusi terbaik agar tradisi tahunan ini berakhir. Sebaliknya menyalahkan pihak lain misal penduduk yang bermukim di sekitar huku sungai. Padahal sebenarnya penduduk itu terpaksa bermukim karena berjuang susahnya hidup di ibu kota.
Adanya eksploitasi sumber daya alam (SDA) terus berjalan tanpa kendali. Kebebasan kepemilikan di sistem Kapitalisme membenarkan hal itu terjadi. Sementara negara hanya bertugas sebagai fasilitator, bukan periayah atau pengurus urusan rakyat. Konsep fasilitator hanya memfasilitasi berjalannya pembangunan ala Kapitalistik. Alhasil, ketika terjadi bencana, penguasa hanya melakukan imbauan pada masyarakat. Atau melakukan tindakan tidak menyentuh akar persoalan.
Bencana alam yang terjadi di negeri ini seharusnya menuntut manusia menyadari ke-Maha kuasaan Allah. Mengevaluasi perilaku individu dan sistem kehidupan yang diberlakukan terhadap alam. Namun, faktanya pengelolaan alam dengan basis Kapitalisme justru menghasilkan kerusakan hingga bencana. Sistem ini hanya peduli dengan manfaat dan keuntungan ekonomi meski harus mengorbankan lingkungan.
Padahal, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).
Berbeda halnya dengan negara yang bertindak sebagai periayah atau pengurus rakyat. Negara ini tentu akan menempatkan keselamatan rakyat di atas kepentingan lain. Negara ini hanya ada pada sistem Islam, yang disebut Khilafah.
Dalam Islan, penanganan bencana yang disebabkan faktor alam atau ulah tangan manusia harus berlangsung secara fundamental. Yaitu dengan tindakan preventif, kuratif, dan rehabilitative. Inilah yang akan dilakukan Khilafah yang merupakan perisai dan pelindung umat.
Dalam aspek preventif, Khilafah menetapkan kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan.Pemanfaatan SDA untuk kemaslahatan umat manusia, serta politik ekonomi yang berbasis syari’at Islam. Khilafah memprioritaskan pembangunan infrastruktur dalam mencegah bencana seperti bendungan, kanal, pemecah ombak, tanggul, reboisasi atau penanaman kembali. Penanaman daerah aliran sungai dari pendangkalan. Relokasi, tata kota yang berbasis amdal. Serta pengaturan memelihara kebersihan lingkungan.
Khilafah akan menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai cagar alam, hitan lindung, dan kawasan buffer. Hal itu tidak boleh ada yang memanfaatkannya kecuali atas izin negara. Menyosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan dan memelihara lingkungan dari kerusakan. Serta mendorong kaum Muslimin untuk menghidupkan tanah mati. Sehingga bisa jadi buffer lingkungan yang kokoh.
Khilafah juga akan memberlakukan sistem sanksi tegas pada siapapun yang mencemari dan berupaya merusak lingkungan. Dalam aspek kuratif jika terjadi bencana, Khilafah akan melakukan langkah berikut:
Pertama, melakukan evakuasi korban secepatnya. Kedua, membuka akses jalan dan komunikasi dengan para korban. Ketiga, memblokade atau mengalihkan material bencana(seperti banjir,lahar, dan lain-lain) ke tempat yang mana tidak dihuni manusia atau menyalurkan kepada saluran-saluran yang sudah siap sebelumnya. Keempat, mempersiapkan lokasi pengungsian, pembentukan dapur umum, dan posko kesehatan. Serta pembukaan akses jalan maupun komunikasi untuk memudahkan tim SAR berkomunikasi dan mengevakuasi korban yang terjebak bencana.
Adapun dari aspek rehabilitative, Khilafah melakukan recovery yaitu manajemen pasca bencana. Seperti memberikan pelayanan terbaik pada korban selama di pengungsian. Memulihkan spikis mereka agar senantiasa bersabar, tidak stres atau depresi atas cobaan yang menghampiri. Memenuhi kebutuhan vital mereka yaitu pakaian,makanan, obat-obatan, tempat istrirahat yang layak, dan layanan kesehatan lainnya. Serta memberi nasehat dan tausiah untuk menguatkan akidah dan nafsiyah para korban.
Dalam mengatasi krisis iklim dan lingkungan yang menimpa negeri ini tidak akan pernah tercapai solusi tepat selama akar masalahnya belum terselesaikan, yakni berakar dari penerapan ideologi Kapitalisme saat ini. Oleh karena itu hari ini umat membutuhkan penerapan ideologi yang shohih, yaitu ideologi islan di bawah institusi Daulah Khilafah Islamiyah. Dan tentu saja untuk menegakkannya butuh perjuangan, butuh kontribusi untuk mendakwahkan, sehingga umat tahu bahwa Allah menciptakan kita tidak dengan tangan hampa, namun dengan seperangkat aturan untuk melindunginya.
Lalu, “Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?(Q.S. Al-Ma’idah : 50)
Wallahu’alam bisshawab.