Bencana di Mana-Mana, Saatnya Muhasabah Bersama




Oleh : Eti Fairuzita



Pemerintah Kabupaten Sukabumi menetapkan status tanggap darurat bencana dalam sepekan ke depan pascabencana hidrometeorologi yang melanda daerah itu. Selain menetapkan status tanggap darurat, pemda juga sudah mendirikan posko tanggap darurat dan penanggulangan bencana di Pendopo Kabupaten Sukabumi.
"Status tanggap darurat bencana ini kami tetapkan selama tujuh hari atau sepekan dan bisa diperpanjang setelah dilakukan evaluasi," kata Sekda Kabupaten Sukabumi Ade Suryaman di Sukabumi, dikutip Antara, Kamis (5/12/2024).
Penetapan status tanggap darurat bencana ini bertujuan untuk mempercepat penanganan bencana mulai dari pendataan bangunan terdampak, evakuasi korban, hingga penyaluran bantuan darurat.

Tujuan lainnya untuk mempercepat mobilisasi personel atau petugas penanggulangan bencana sehingga penanganan bencana lebih terstruktur, terarah dan tepat sasaran. Sehingga, penyintas bencana bisa mendapatkan penanganan dengan maksimal serta meminimalkan dampak bencana baik dari sisi kerugian materi maupun korban jiwa serta luka.
Lanjut dia, Pemkab Sukabumi menetapkan status tanggap darurat bencana karena melihat dari skala bencana yang besar dan sebaran lokasi bencana yakni berada di 33 titik di 22 kecamatan. Kemudian nilai kerugian yang besar, jumlah warga yang terdampak dan adanya korban jiwa.

"Kami sudah mempersiapkan segala sesuatunya mulai sumber daya manusia, anggaran, peralatan pendukung, hingga logistik dan lain sebagainya," tambahnya.
Jenis bencana hidrometeorologi terjadi pada Selasa (3/12/2024) dan Rabu (4/12/2024) yang memporak-porandakan sejumlah daerah di Kabupaten Sukabumi yakni banjir, tanah longsor, pergerakan tanah, dan angin kencang.

Sering kali manusia beranggapan bencana alam bisa terjadi karena fenomena alam. Hal tersebut merupakan takdir yang tidak bisa dihindari sehingga manusia hanya bisa pasrah menerima apapun yang terjadi. Padahal, bencana juga bisa terjadi karena ulah tangan-tangan manusia akibat banyaknya pelanggan syariat karena kehidupan tidak diatur dengan syariat yang benar (Islam). Kepemimpinan hari ini adalah kepemimpinan sistem kapitalisme. Dimana, sistem ini begitu menuhankan materi dan mengabaikan syariat Allah SWT. Asy-Syari telah mengatur seorang pemimpin seharusnya menjadi raa'in (pengurus) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya. Namun sistem kapitalisme telah membuat seorang pemimpin justru menjadi sosok yang populis otoritarian, dimana kebijakan yang dibuat seolah-olah pro terhadap rakyatnya, padahal sejatinya mereka hanyalah regulator kebijakan untuk para kapital.

Hutan dieksploitasi secara berlebihan atas nama pembangunan. Maintenance sungai seharusnya bisa dilakukan untuk mencegah banjir, namun anggarannya justru dikorupsi, dialihkan untuk tunjangan pejabat, ataupun yang lainnya. Semua itu adalah bentuk kedzaliman akibat seorang pemimpin tidak menggunakan syariat Islam dalam mengatur negara. Berbagai pelanggaran hukum syariat inilah yang mengantarkan terjadinya bencana alam.
Allah SWT berfirman :"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kbali ke jalan yang benar,"(QS. Ar-Rum : 41).

Dengan terjadinya berbagai bencana ini, sudah saatnya umat hari ini melakukan muhasabah dan bertobat dengan berupaya agar syariat tegak di bawah kepemimpinan Islam. Dimana kepemimpinan Islam tidak akan tegak kecuali Islam dalam institusi negara Khilafah. Sebab hanya negara Khilafah satu-satunya institusi negara yang menerapkan hukum Islam secara kaffah. Satu-satunya negara yang bisa menyelamatkan umat manusia dari bencana di dunia dan di Akhirat. Dalam Khilafah pula, negara berperan sebagai raa'in dan junnah, sehingga rakyat hidup sejahtera dan berkah.
Allah SWT berfirman :"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,"(QS. Al-Araf ; 96).

Ketaatan pemimpin pada hukum syariat akan menuntunnya untuk mengatur urusan masyarakat sesuai dengan kemaslahatan mereka. Semisal untuk mencegah terjadinya bencana alam hidrometeorologi. Islam mensyariatkan agar melakukan pembangunan terukur, sustainable, dan tidak melakukan eksploitasi berlebihan agar bencana bisa diminimalisasi. Islam juga memiliki konsep konservasi yang disebut hima. Rasulullah saw pernah bersabda :"Tidak ada hima, kecuali untuk Allah dan rasul-nya,"
Peneliti bidang kajian Islam, Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Hadist, menyebutkan bahwa di lokasi hima diterapkan ada larangan berburu binatang dan merusak tanaman demi menjaga ekosistem. Bahkan manusia dilarang memanfaatkannya untuk selain kepentingan bersama. 

Ketika Rasulullah saw menjadi kepala negara di Madinah, Beliau pernah menjadikan Padang rumput, sebagai hima sehingga tidak boleh seorang pun menjadikannya sebagai tempat menggembala ternak. Beliau bahkan menunjuk beberapa tempat yang dijadikan hima di dekat Madinah. lebih dari itu, Islam pun sudah mengatur anggaran semisal terjadi bencana. Dalam Baitul Mal terdapat alokasi pengeluaran khusus untuk keperluan bencana alam.
Syeikh Abdul Qadim Zallum menjelaskan di dalam kitab Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, bahwa pada bagian belanja negara terdapat seksi Urusan Darurat atau Bencana Alam (Ath-Thawari).

Dimana seksi ini memberikan bantuan kepada kaum muslimin setiap kondisi darurat atau bencana yang menimpa mereka. Beberapa konsep syariat tersebut akan diterapkan oleh negara Khilafah bahkan dijadikan sebagai undang-undang negara. Siapapun yang melanggar pasti akan mendapatkan sanksinya.
Ketika syariat Islam diterapkan oleh level negara, maka hadir kepemimpinan yang mengantarkan masyarakat hidup dalam keberkahan seperti terhindar dari bencana alam. 

Bahkan untuk mewujudkan kepemimpinan raa'in dan junnah, Islam memberikan tanggung jawab pada diri seorang pemimpin harus memiliki kekuatan kepribadian Islam, ketakwaan, kelemalembutan terhadap rakyat, dan tidak menimbulkan antipati.
Hal itu sebagaimana yang dijelaskan oleh Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Asy-Syaksiyah Al-Islamiyah juz 2 hal, 158. Dengan demikian, bukankah bisa dikatakan bahwa berbagai bencana yang terjadi hari ini menjadi bukti sejatinya umat membutuhkan kepemimpinan Islam di bawah naungan Khilafah ?

Wallahu alam bish-shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak