Oleh : Eti Fairuzita
Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo buka suara soal program penyediaan rumah. Menurut Hashim hampir 11 juta keluarga yang antre mendapat rumah layak.
"Menurut statistik pemerintah, kurang lebih ada hampir 11 juta keluarga yang antrean dapat rumah yang layak, hampir 11 juta," kata Hashim di Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Berdasarkan sumber yang sama, Hashim juga menyebut ada sebanyak 27 juta keluarga yang tinggal di rumah yang tidak layak huni.
Dengan kata lain, mereka tinggal di rumah-rumah berupa gubuk dan sebagainya," ujar adik kandung Presiden Prabowo Subianto.
Kondisi rumah yang tidak layak huni rentan menimbulkan persoalan stunting. Rumah yang tidak layak huni, tutur Hashim, memiliki tingkat kesehatan yang rendah.
"Dengan lantai yang berupa tanah, dapat air yang tidak bersih, air yang penuh dengan kuman, dengan bakteri, dengan virus, dan sebagainya itu yang menyebabkan stunting juga," terang Hashim yang juga Utusan Khusus Presiden untuk Iklim dan Energi.
Kondisi tersebut menjadi tantangan besar bagi pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Sebab, seiring dengan membangun 3 juta rumah layak huni, Prabowo juga ingin mengentaskan stunting.
Hashim pun menambahkan sekitar 25% anak Indonesia mengalami stunting.
"Itu menurut pemerintah, ya, 25%. Kita perlu pendekatan approach holistik, holistik. Gizi makanan penting dan perlu, tapi lingkungan hidup yang layak dan bersih juga perlu, sehingga Pak Prabowo putuskan program perumahan masif," tutupnya.
Rumah adalah salah satu kebutuhan dasar setiap individu. Bukan hanya sekedar memiliki rumah, tetapi masyarakat juga membutuhkan rumah yang aman dan nyaman sebagai tempat berlindung dan menjaga kehormatan. Belum terpenuhinya kebutuhan rumah yang layak oleh sebagian besar masyarakat disebabkan oleh banyak faktor. Diantaranya, adalah melambungnya harga tanah dan rumah. Meskipun pemerintah memberikan subsidi dalam pembangunan hunian, namun harganya tetap mahal dan sulit dijangkau oleh masyarakat. Belum lagi lokasinya yang seringkali jauh dari pusat perekonomian dan sosial.
Dalam sistem kapitalisme, kebutuhan rumah menjadi tanggung jawab individu. Dimana hal ini menunjukkan bahwa negara abai atas kondisi rakyat yang lemah dan miskin. Hal ini pula yang menjadi bukti abainya negara terhadap peran utamanya sebagai raa'in (pengurus rakyat). Melalui penerapan sistem kapitalisme, negara malah menyerahkan penyediaan hunian rakyat kepada pihak swasta yang berorientasi pada materi atau keuntungan. Belum lagi konsesi lahan pada pihak swasta atas nama liberalisasi, telah mengakibatkan penguasaan lahan berada di bawah kendali korporasi.
Liberalisasi itu pun juga terjadi pada barang tambang seperti semen, pasir, besi, batu, juga kayu dan hutan, yang termasuk bahan bangunan. Kesemuanya ini menyebabkan sulitnya rakyat dalam menjangkau rumah hunian yang murah dan terjangkau serta berkualitas.
Sungguh, sistem demokrasi-kapitalisme telah melahirkan pemimpin yang tidak peduli pada rakyatnya. Puluhan juta rakyat yang kesehatan dan nyawanya terancam akibat tidak memiliki hunian yang layak tidak menjadi perhatian serius oleh negara.
Puluhan tahun mereka pun harus merasakan hidup di kolong jembatan, dibantaran sungai, atau di gang-gang sempit yang tidak sehat dan sangat tidak layak. Di saat yang sama, penguasa justru membiarkan pengembang rumah mengendalikan harga rumah sesuka hati untuk mendapatkan keuntungan besar. Di sisi lain, negara pun telah gagal mengentaskan kemiskinan yang juga menjadi penyebab sulitnya rakyat dalam mengakses kebutuhan papannya.
Kondisi berbeda tentu akan terjadi dalam negara yang menerapkan aturan Islam kaffah.
Islam memiliki sejumlah konsep dan pengaturan pengelolaan perumahan jika diterapkan secara kaffah dalam bingkai Khilafah, meniscayakan rakyat dalam mengakses rumah yang layak, aman, nyaman, harga terjangkau, dan syar'i. Islam memandang bahwa negara adalah pihak yang bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya menjamin pemenuhan kebutuhan hunian rakyat, sehingga seluruh rakyat mampu menjangkaunya.
Adapun yang kesulitan secara ekonomi, maka negara bisa meberikannya secara cuma-cuma.
Negara akan memastikan setiap individu rakyat memiliki hunian yang layak atau pantas dihuni oleh manusia. Yaitu dalam kondisi nyaman, aman, memenuhi akses kesehatan, harga terjangkau, dan syar'i. Negara tidak boleh hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator bagi korporasi. Rasulullah saw Bersabda :"Imam/ Khalifah adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya,(HR. al-Bukhari).
"Penguasa di bawah kepemimpinan Islam memiliki tanggung jawab yang harus dipenuhi dalam dirinya yakni sifat kekuatan kepribadian Islam, ketakwaan, welas asih terhadap rakyatnya, dan tidak menimbulkan antipati," (Taqiyuddin an-Nabhani, Syakhsiyah Al-Islamiyah juz 2, hal 158).
"Adapun tanggung jawab penguasa terhadap rakyat adalah senantiasa memperhatikan rakyatnya, memberikan nasihat, memperingatkannya, agar tidak menyentuh sedikitpun harta kekayaan milik umum dan mewajibkannya agar memerintah rakyat dengan Islam saja, tanpa yang lain," (Taqiyuddin an-Nabhani, Syakhsiyah Al-Islamiyah juz 2, hal 161).
Oleh karena itu, dalam hal pemenuhan kebutuhan papan negara tidak dibenarkan mengalihkan tanggung jawab pemenuhan kebutuhan papan ini kepada pihak swasta.
Sementara itu, pembiayaan pembangunan perumahan berbasis Baitul Maal bersifat mutlak.
Dimana sumber-sumber pemasukan dan pintu-pintu pengeluaran sepenuhnya berdasarkan ketentuan syariat. Salah satu sumber pemasukan negara yang diperuntukkan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat adalah pos kepemilikan umum. Pos kepemilikan umum bersumber dari harta kepemilikan umum atau SDA yang jumlahnya melimpah. Seperti barang tambang, hutan, danau, gunung, laut, yang sebagiannya merupakan bahan dasar pembuatan rumah. Dengan demikian, negara wajib mengelolanya dan mendistribusikannya kepada seluruh rakyat. Salah satunya adalah menjualnya dengan harga yang murah.
Kepemilikan lahan yang diatur syariat juga memudahkan rakyat dalam memiliki lahan. Semua ini menjadi jalan kemudahan bagi rakyatnya untuk memiliki hunian yang layak.
Bahkan, bagi rakyat yang tidak memiliki kemampuan membeli rumah, maka negaralah yang akan menjamin pembangunan rumah untuk mereka. Negara memiliki mekanisme iqtha yaitu pemberian lahan milik negara secara cuma-cuma, kemudian membangunkan rumah di atasnya. Negara menggunakan dana yang bersumber dari Baitul Maal Khilafah. Dan hal inipun dibenarkan selama bertujuan untuk kemaslahatan kaum muslim. Penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah, sejatinya akan menjadi jaminan ketersediaan perumahan bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali.
Wallahu alam bish-shawab
Tags
Opini