Bansos dan Subsidi untuk Atasi Derita Kenaikan PPN, Bermanfaatkah?



Oleh : Windy Febrianti



Pemerintah akan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 januari 2025. Dalihnya adalah kenaikan ini menjadi amanat Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Demi meredam dampak dari kenaikan PPN ini pemerintah telah menyiapkan berbagai program sebagai bentuk mitigasi untuk mendukung kesejahteraan Masyarakat. Program yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk sementara, di antaranya :
Pertama, pemerintah akan memberikan diskon Listrik sebesar 50 persen selama 2 bulan untuk kelompok menengah ke bawah dengan daya 450 volt ampere (VA) hingga 2.200 VA. Diskon ini berlaku untuk 81,4 juta pelanggan (viva.co.id, 16/12/2024).

Kedua, bagi para pekerja yang terkena PHK, pemerintah akan menawarkan dukungan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerja (JKP). Program ini meliputi manfaat tunai sebesar 60 persen flat dari upah selama lima bulan, pelatihan senilai Rp2,4 juta, serta kemudahan akses ke Program Prakerja (Merdeka.com, 21/12/2024)
Ketiga, bantuan pangan berupa beras kemasan 10 kg selama 12 bulan kepada 16 juta keluarga penerima manfaat.

Keempat, percepatan program bansos, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) yang menyasar 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang semula dijadwalkan pada akhir triwulan I dipercepat menjadi awal 2025. Kemudian sembako untuk 18,8 juta KPM yang disalurkan setiap bulan juga akan direalisasikan awal tahun 2025. Bantuan makan bergizi pun juga akan dipercepat awal tahun 2025. Semua program-program bansos dan subsisdi ini seolah-olah telah disiapkan oleh pemerintah dalam menyambut kenaikan PPN 12 persen.

Bantuan pemerintah (bansos, diskon biaya listri, dan program bantuan lain) untuk rakyat sebagai kompensasi kenaikan PPN sejatinya tidak akan meringankan beban rakyat. Pasalnya, kebijakan stimulus ekonomi untuk mengurangi dampak kenaikan PPN 12 persen hanya berlaku dalam jangka pendek, semisal diskon Listrik yang hanya berlaku 2 bulan pertama saja. Begitupula dengan program bansos yang mungkin hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sesaat. Selanjutnya, semua Kembali ketanan semula. Rakyat menanggung beban ekonomi yang berat. Menurut Pakar Ekonomi Makro Unibersitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof. Dr. Imamuddin Yuliadi, SE., M.Si. menaikkan PPN menjadi 12 persen di Tengah kondisi ekonomi Indonesia yang masih memiliki PR, akan berpotensi memperburuk sektor riil. Dampak dari kebijakan ini dinilai akan menggrogoti roda ekonomi, seperti menggerus daya beli masyarakat, konsumsi mengalami penerunan, serta dunia bisnis terutama UMKM akan menghadapi kenaikan biaya produksi dan berisiko kehilangan pasar. Hal ini disebabkan, kenaikan PPN 12 persen akan mengakibatkan barang dan jasa yang dikonsumsi mengalami kenaikan harga, sehingga besar kemungkinan akan terjadi inflasi.

Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengurangi dampak dari kenaikan PPN ini merupakan kebijakan populis otoriter, kebijakan tambal sulam dalam system kapitalis yang memang tidak pernah menyelesaikan masalah.

Dalam sistem kapitalis pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai proyek Pembangunan. Mirisnya tidak semua rakyat dapat menikmati hasil Pembangunan tersebut. Salah satu bukti bahwa pajak merupakan sumber pendapatn negara ialah peningkatan pemasukan pajak yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. BPS melaporkan bahwa penerimaan pajak mencapai 82,4 persen dari total penerimaan. Pada 2023, pendapatan negara sebesar Rp2.634 triliun. Tahun 2024 menjadi tahun dengan penerimaan negara paling tinggi sepanjang sejarah karena diperkirakan mencapai Rp2.802,3 triliun.

Dalam Islam, pajak bukan merupakan sumber pendapatan negara. Sumber pemasukan negara Islam itu berasal dari baitulmal. Dalam kitab An-Nizham al-Iqtishady fi Al-Islam yang ditulis oleh Taqiyuddin an-Nabhani, dijelaskan bahwa sumber pemasukan tetap baitulmal adalah fai, ganimah, anfal, kharja, jizyah, dan pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya, pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang, serta harta zakat. Pemungutan pajak hanya diberlakukan Ketika pada kondisi kas negara kosong serta ada Pembangunan yang wajib dilaksanakan, itupun pada rakyat yang mampu.
Islam mewajibkan penguasa berbuat baik dan memnuhi kebutuhan pokok rakyat, karena penguasa adalah raa’in. profil penguasa dalam Islam menjadi kunci lahirnya kebijakan yang berpihak pada rakyat.
Islam memiliki sumber pendapatan yang beragam yang akan mampu membiayai Pembangunan dan menciptakan kesejahteraan rakyat individu per individu.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak