Oleh : Najihah Sholihah
Presiden Prabowo Subianto mengatakan pemerintah mengalokasikan dana Rp17,15 triliun pada 2025 untuk rehabilitasi dan renovasi sekolah rusak . Hal ini disampaikan pada puncak Hari Guru Nasional 2024 di Velodrome, Rawamangun, Jakarta, Kamis (28/11/2024).
Prabowo mengatakan, anggaran Rp17,15 Triliun ini akan digunakan untuk perbaikan atau renovasi baik di sekolah negeri dan swasta.
Jumlah sasaran sekolah mencapai 10.440 sekolah di seluruh Indonesia. Prabowo menjelaskan, dana renovasi tersebut akan langsung dikucurkan ke rekening sekolah. "Pemerintah mengalokasikan Rp17,15 triliun untuk perbaikan dan renovasi 10.440 sekolah dan dana ini langsung dikirim ke sekolah-sekolah. Cash transfer," katanya yang disambut gemuruh oleh para guru.
Presiden mengatakan, dengan dana yang langsung masuk ke rekening sekolah maka perbaikan sekolah akan bisa dilakukan dengan swakelola sehingga anggaran tersebut pun akan lebih bermanfaat bagi masyarakat.
"Sekolah akan melakukan swakelola sehingga nilai bantuan itu lebih bermanfaat oleh daerah. Desa bisa membeli bahan dari daerah tersebut bisa lebih berhasil untuk dirasakan siswa,guru, dan rakyat setempat," ujarnya.
Sekolah rusak dan tidak layak sudah menjadi pemberitaan yang sering kita dapatkan di media. Kondisinya pun sangat memperhatikan. Ada sekolah yang atapnya sudah mau roboh, tidak memiliki plafon, hingga kayu-kayu yang menggelantung di langit-langit ruang kelas. Meski mengancam keselamatan siswa dan guru, ruang-ruang kelas di sekolah tetap digunakan karena tidak ada pilihan lain untuk memastikan kegiatan belajar-mengajar tetap berlangsung. Banyaknya bangunan sekolah tidak layak menjadi salah satu indikasi kurangnya kepedulian negara terhadap keberlangsungan pendidikan generasi. Diantaranya dalam hal keselamatan siswa, kenyamanan belajar, dan kegiatan belajar-mengajar.
Proses belajar-mengajar adalah proses yang sangat penting dan membutuhkan kondisi yang aman dan nyaman. Dimana salah satu penunjangnya adalah ketersediaan bangunan sekolah yang memadai. Namun penguasa yang seharusnya bertanggung jawab memenuhi sarana dan prasarana pendidikan tersebut tampak bersikap tidak peduli.
Hal ini menjadi bukti abainya penguasa menjalankan peran utamanya sebagai pengurus rakyat. Dengan kata lain penguasa sangat jauh dari mafhum ra'awiyah (pengurus rakyat). Inilah watak penguasa dalam naungan sistem kapitalisme.
Sistem kapitalisme yang berasaskan sekulerisme yakni menjauhkan peran agama dalam mengatur kehidupan telah melahirkan pemimpin yang mengabaikan petunjuk Allah SWT. Mereka mengadopsi hukum atau aturan yang berasal dari akal manusia yang lemah dan terbatas sehingga lahir berbagai kebijakan yang batil dan membawa kesengsaraan dalam kehidupan manusia.
Allah SWT Berfirman :"Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta,"Qs. Thaha : 124).
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya jus lll hal. 16, menjelaskan bahwa maksud berpaling dari peringatan-Ku adalah menyelisihi perintah Allah SWT dan apa saja yang diturunkan kepada Rasulullah saw dari Al-Qur'an dan as-Sunnah.
Adapun kehidupan yang sempit, berarti hati mereka tidak tenang, dan selalu gelisah, dadanya terasa sesak (sempit) karena kesesatannya.
Sementara di akhirat, mereka dalam keadaan buta karena kesesatan itu mengantarkannya ke neraka jahanam.
Kapitalisme telah menjadikan negara mengabaikan pelayanan pendidikan terbaik bagi rakyat. Mirisnya pendidikan dijadikan sebagai objek bisnis oleh pihak swasta. Alhasil, anggaran penyelenggaraan pendidikan sangat terbatas, subsidi pendidikan terus dikurangi, kalau pun ada rencana perbaikan tidak ada jaminan dana yang dikeluarkan akan menjamin sekolah yang ada saat ini seluruhnya berubah menjadi aman, nyaman, dan berkualitas.
Sebab kebutuhan sekolah atau pendidikan di bawah paradigma kapitalisme akan terus dipandang sebagai objek komersialisasi bukan pelayanan. Hubungan yang dibangun antara rakyat dan penguasa dalam sistem ini adalah hubungan transaksional.
Perbaikan sekolah mungkin akan dilakukan negara namun kompensasinya adalah pungutan langsung atau tidak langsung berupa kenaikan pajak. Ha ini sudah menjadi bukti nyata bahwa pemimpin dalam sistem kapitalisme tidak sungguh-sungguh mengurus urusan rakyat.
Oleh karena itu, mustahil terwujudnya pendidikan berkualitas jika masih diatur oleh sistem demokrasi-kapitalisme.
Sangat berbeda dengan sistem pendidikan yang terselenggara dalam kepemimpinan Islam.
Islam menjadikan pendidikan sebagai perkara yang penting dan menjadi tanggung jawab negara. Salah satu tangung jawab tersebut adalah negara menyediakan sarana prasarana pendidikan berkualitas, aman, dan nyaman untuk tercapainya tujuan pendidikan.
Negara memiliki kewajiban untuk memenuhi bangunan sekolah yang kokoh serta mengupayakan untuk mewujudkannya. Penguasa dalam Islam akan menyediakan kebutuhan tersebut dengan maksimal, karena Islam memposisikannya sebagai pengurus rakyat yang menjalankan hukum Islam secara kaffah. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, negara memiliki pemasukan yang besar sehingga mampu membiayai fasilitas pendidikan sehingga terwujud bangunan sekolah terbaik, lengkap, dan kokoh.
Sumber pemasukan negara dalam Baitul Mal dikelompokkan menjadi tiga pos fa'i dan kharaj, kepemilikan umum, dan pos zakat. Adapun anggaran pendidikan akan dibiayai dari pos fa'i dan kharaj serta dari pos kepemilikan umum. Dari pos kepemilikan umum saja, negara akan memiliki pemasukan berlimpah karena bersumber dari pengelolaan SDA seperti hutan, lautan, barang tambang, mineral, migas, dan lain-lain.
Segala fasilitas termasuk bangunan sekolah yang menunjang kegiatan belajar-mengajar akan memudahkan guru dalam mentransfer ilmu kepada para pelajar. Semuanya bisa dinikmati oleh peserta didik secara cuma-cuma tanpa membedakan strata sosial. Negara bahkan tidak boleh menarik sepeser pun uang dari rakyat untuk mengakses pendidikan. Pendidikan seperti ini hanya bisa terselenggara di bawah instiusi negara yang memposisikan penguasa sebagai raa'in atau pengurus umat menggunakan tuntunan Islam, yakni Khilafah Islamiyah.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini