Tebang Pilih Tindak Kasus Korupsi




Oleh : Wahyuni M.
(Aliansi Penulis Rindu Islam)



Menteri Perdagangan Tahun 2015–2016 Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula periode 2015-2023 di Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Diketahui Indonesia terus mengimpor gula dalam jumlah dan nilai besar kurun waktu 2014 hingga 2023 dan melintasi periode enam menteri perdagangan. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dan National Sugar Summit Indonesia bahwa impor gula Indonesia dalam ton menunjukkan tren fluktuatif, sejalan dengan perubahan kebutuhan domestik dan dinamika pasar internasional.

Pada 2014, menurut data dari BPS, impor gula Indonesia tercatat sebanyak 2.933.823 ton. Angka ini terus meningkat selama tiga tahun berikutnya, mencapai puncaknya pada 2016 dengan jumlah 4.746.047 ton. Pada tahun 2023, Indonesia telah mengimpor gula dari India sebanyak 311.355,7 ton, Australia sebanyak 892.800 ton, Thailand sebanyak 2.374.009,2 ton, Brasil sebanyak 1.467.981 ton, Korea Selatan sebanyak 4.992 ton, Jerman sebanyak 42 ton, dan negara lainnya sebanyak 18.275,2 ton. Jumlah total dari keseluruhan impor tersebut adalah 5.069.455,2 ton.

Impor gula Indonesia terus berlangsung meski pun menteri perdagangan terus berganti. Sebagai catatan, impor gula harus melalui menteri perdagangan sebagai pemberi surat persetujuan impor.

Dalam kurun waktu 10 tahun atau 2014-2024, ada enam menteri perdagangan yang menjabat yakni Rachmat Gobel (Oktober 2014-Agustus 2015), Tom Lembong (Agustus 2015-Juli 2016), Enggartiasto Lukita (Juli 2016-Oktober 2019), Agus Suparmanto (Oktober 2019-Desember 2020), Muhammad Luthfi (Desember 2020-Juni 2022), dan Zulkifli Hasan (Juni 2022-Oktober 2024).

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengatakan impor gula kristal putih seharusnya hanya dilakukan BUMN, namun Tom Lembong mengizinkan PT AP untuk mengimpor. Kejagung menyatakan persetujuan impor yang telah dikeluarkan Tom Lembong itu tidak melalui rapat koordinasi dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri.

Atas perbuatannya, negara diperkirakan rugi sekitar Rp400 miliar. Tom Lembong pun kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Tom Lembong disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

Berbeda dengan kasus jet pribadi yang diberitakan sebelumnya, KPK memutuskan bahwa fasilitas pesawat jet pribadi yang digunakan Kaesang Pangarep ke Amerika Serikat, bukan termasuk gratifikasi. Sebab, Kaesang bukan penyelenggara negara dan sudah hidup terpisah dari orangtua.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron pun menegaskan, keputusan ini diambil berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Kedeputian Pencegahan KPK berdasarkan laporan penggunaan jet pribadi yang disampaikan Kaesang ke KPK pada September lalu. Belum lagi kasus korupsi Gateway Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang mangkrak hampir 10 tahun. Wamenkumham Denny Indrayana yang menyandang status tersangka sejak 2015, tetapi tetap bebas dan kasusnya dibiarkan bergantung.

Korupsi masih marak di negeri ini dan mirisnya penanganan berbeda dilakukan negara. Nampak jelas adanya tebang pilih penegakan hukum. Inilah gambaran penegakan hukum dalam sistem sekuler kapitalisme, dimana yang kuat yang menang. Apalagi kekuasaan dapat memainkan hukum.

Sudah umum diketahui, pemilihan dan pengangkatan para pejabat seperti para menteri dan para pembantunya, sering tidak didasarkan pada faktor keimanan dan ketakwaan atau kebaikan moral mereka. Bahkan, faktor profesionalitas juga sering diabaikan. Yang sering terjadi, pejabat dipilih dan diangkat karena faktor kedekatan atau karena motif balas jasa, misalnya para relawan yang dipandang telah berjasa oleh penguasa terpilih dalam ajang Pilpres/Pemilu. Tidak aneh jika kemudian banyak UU yang dibuat oleh pemerintah dan DPR lebih banyak berpihak kepada oligarki daripada untuk kepentingan rakyat kebanyakan.

Wajar saja jika banyak pejabat pada awal masa jabatannya sibuk mengembalikan uang milik sponsornya. Ia akan melakukan berbagai cara, termasuk mencari celah untuk korupsi dalam setiap programnya. Terlebih, sistem politik demokrasi yang sekuler hanya akan menjaring para politisi yang bervisi bisnis. Mereka mencalonkan dirinya menggunakan hitung-hitungan materi. Walhasil, saat menjabat, mereka akan memosisikan dirinya sebagai pedagang yang sedang ‘berjualan’ pemenuhan kebutuhan hidup pada rakyat dan ‘berjualan’ kebijakan kepada para pengusaha. Semua itu semata untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya.

Korupsi adalah persoalan yang sistemis maka pemberantasannya pun harus bersifat sistemis. Sistem politik demokrasi telah nyata gagal mewujudkan pemerintahan yang bersih maka sangat layak untuk kaum muslim memperjuangkan sistem politik Islam sebab Islam memiliki sejumlah mekanisme agar negara bebas dari korupsi. Dalam Islam, korupsi adalah haram dan merupakan pelanggaran hukum syara’. Islam menutup semua celah terjadinya korupsi temasuk oleh aparat. Islam memiliki berbagai mekanisme dalam pencegahan dan penanganan kasus korupsi. 

Sistem hukum Islam menjamin tegaknya hukum karena semua orang sama dihadapan hukum. Penguasa atau pejabat juga dituntut untuk amanah dalam menjaga harta rakyat. Tidak boleh sedikit pun harta rakyat hilang atau tersia-siakan. 

Rasulullah saw. bersabda,
« مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ »
"Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuknya, maka apa yang ia ambil setelah itu adalah harta ghulûl (haram).”

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak