Oleh : Sri Setyowati
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Kasus eksploitasi anak dan penyebaran konten pornografi melalui aplikasi telegram berhasil dibongkar oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri Jakarta.
Untuk kasus pertama pada tanggal 3 Oktober 2024, tersangka berinisial MS (26) ditangkap di Jetis, Kecamatan Grogol Kota, Sukoharjo, Jawa Tengah. Tersangka adalah penjual konten video pornografi yang berisikan adegan asusila anak di bawah umur melalui media sosial telegram yang bernama "meguru sense". Tersangka MS mengunduh video konten asusila tersebut melalui berbagai sumber di internet, kemudian menjualnya kembali di grup telegram yang dia buat. Tersangka mematok harga mulai dari Rp50.000 hingga Rp250.000.
Kasus kedua adalah ekploitasi dan penyebaran video asusila anak melalui grup telegram dengan nama "Acilsunda", yang dikelola oleh tersangka berinisial S (24), dan SHP (16). Tersangka S berperan sebagai orang yang mengeksploitasi anak dengan cara membuat, pemeran dan penjual konten video asusila anak di bawah umur, lalu disebarkan melalui media sosial group telegram yang dibuatnya dengan nama acilsunda dengan mematok harga Rp300.000. Disamping itu tersangka juga menawarkan dan menjanjikan akan memberikan satu telepon genggam kepada korbannya. Namun, pada kenyataannya korban anak yang masih di bawah umur hanya diberikan uang sebesar Rp200.000.
Atas perbuatannya, tersangka MS, S, dan SHP dijerat Pasal 45 Ayat 1 juncto Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 52 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan ancaman 20 tahun penjara.
Dan selama kurun waktu 6 bulan sejak bulan Mei sampai dengan bulan November 2024, Bareskrim Polri menangkap 58 tersangka dengan 47 kasus terkait tindak pidana pornografi anak. Pihaknya telah mengajukan pemblokiran situs atau web pornografi online yang jumlahnya mencapai 15.659 situs. (sindonews.com, 13/11/2024)
Seakan tiada pernah berakhir kasus eksploitasi anak dan penyebaran konten pornografi. Kasus konten pornografi anak dipicu oleh stimulus seksual yang bertebaran di mana-mana, baik berupa visual dalam tontonan, gambar, lukisan, hingga di kehidupan sosial masyarakat. Hampir setiap hari masyarakat disuguhi kasus asusila dengan pornografi sebagai pemicunya. Banyak komunitas di media sosial yang menjadi wadah tayangan pornografi di dalamnya. Anak-anak juga rentan menjadi korban kejahatan pornografi. Bahkan anak-anak dijadikan konten pornografi, foto dan video mereka juga diperjualbelikan.
Paham sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan menjadikan perilaku yang serba bebas tanpa batas, ditambah lagi lemahnya keimanan semakin mengokohkan kebebasan berperilaku yang sudah pasti juga orientasinya hanya pada keuntungan materi.
Sistem hukum yang lemah tidak membuat jera bahkan para pelaku terus bermunculan. Ibarat tanaman, mati satu tumbuh seribu. Satu atau dua orang yang tertangkap, akan muncul lagi pelaku lainnya. Akibat sistem sekuler dan bebasnya media, upaya memperoleh keuntungan pun bebas didapatkan meskipun dengan cara yang salah, yaitu dari penayangan konten pornografi.
Dalam sistem sekuler yang diterapkan saat ini, masa depan dan kualitas generasi menjadi terabaikan karena sistem pendidikan untuk membentuk generasi yang bertaqwa bukan menjadi tujuan utama. Akibatnya, lahirlah generasi yang permisif, mereka berperilaku bebas dan serba boleh. Mereka bahkan berani melakukan kejahatan demi mendapatkan keuntungan.
Dalam Islam, negara berfungsi sebagai junnah atau perisai yang melindungi seluruh warga juga generasinya. Karena itu negara diwajibkan mencegah terjadinya kerusakan generasi yang sesuai dengan aturan Islam. Diantaranya adalah dengan memberlakukan sistem pendidikan yang didasarkan pada aqidah Islam. Kurikulum yang diterapkan bersumber dari Islam yang akan mewujudkan generasi bertakwa yang berlandaskan pada halal dan haram bukan kebebasan.
Islam juga mengatur tentang cara perempuan dan laki-laki menjaga aurat. Secara umum, juga memerintahkan laki-laki dan perempuan untuk menjaga interaksi, tidak berdua-duaan tanpa adanya mahrom, tidak bercampur baur dalam berinteraksi (kecuali dalam perkara muamalat, pendidikan, dan kesehatan). Islam pun mengatur agar laki-laki dan perempuan sama-sama menjaga kemuliaan dan kehormatan demi terwujudnya tata sosial yang sehat.
Negara dalam Islam juga akan mengerahkan tenaga ahli teknologi informasi untuk menjaga media massa dan media sosial dari konten-konten porno dengan cara menutup situs-situs porno. Negara juga akan memblokir media massa yang menyediakan konten pornografi. Negara tidak boleh berkompromi dengan industri pornografi dengan alasan prinsip kebebasan. Negara justru harus menjadi perisai dan melindungi siapa pun dari paparan konten pornografi.
Selain itu negara akan menerapkan sanksi yang akan memberikan efek jera agar kasus serupa tidak terulang lagi. Kasus pornografi terkategori kasus takzir dalam syariat Islam. Khalifah berwenang menjatuhkan sanksi kepada pelaku. Jenis hukuman bisa dalam bentuk pemenjaraan hingga hukuman mati sesuai hasil ijtihad khalifah. Pada kasus pornografi yang berkaitan dengan perzinaan, maka akan ditegakkan had zina sebagai sanksi bagi para pelaku. Bagi ghayru muhsan diterapkan 100 kali cambuk, sedangkan yang muhsan berupa hukuman rajam.
Dengan langkah strategis tersebut negara akan dapat melindungi seluruh warga sebagai korban dan mencegah mereka yang berpotensi menjadi pelaku. Namun, hal tersebut hanya bisa diterapkan jika negara menerapkan Islam secara kafah.
Wallahu a'lam bi ash-shawab
Tags
Opini