Oleh : Ummu Aqeela
Isu perubahan kurikulum mengemuka setelah Mendikdasmen menyatakan bahwa akan menerapkan deep learning. Meski dinyatakan bahwa deep learning bukanlah kurikulum, namun metode dan perubahan kurikulum dimungkinkan pada tahun ajaran baru, namun rakyat sudah memiliki persepsi bahwa “ganti Menteri ganti kebijakan’, entah ganti kurikulum atau kebijakan yang lain.
Kurikulum Deep Learning adalah sistem pembelajaran yang didesain untuk menguatkan pemahaman siswa melalui pendekatan lebih dalam. Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) menggagas perubahan Kurikulum Merdeka menjadi Kurikulum Deep Learning.
Kurikulum Deep Learning adalah program pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman siswa dengan berpikir kritis, eksplorasi, dan partisipasi aktif.
Sejatinya jika kita menyadari berbagai perubahan dalam sistem pendidikan nasional selama ini, nyatanya belum mampu mewujudkan manusia seutuhnya, generasi beriman dan bertakwa dan trampil sebagaimana tujuan Pendidikan
Perubahan ini bisa terjadi akibat ketidak jelasan visi dan misi Pendidikan yang diterapkan negara, atau pun demi menyesuaikan dengan tuntutan global atau dunia industri.
Di sisi lain, adanya perubahan kurikulum, namun tetap dengan asas sekuler kapitalisme tidak akan pernah menghasilkan generasi unggul. Potret generasi yang dihasilkan adalah generasi minim adab, berpikiran bebas (liberal), makin berpotensi berbuat kerusakan dan masalah di tengah-tengah masyarakat. Wajar jika pergaulan bebas (dan berbagai akibat buruknya) serta perundungan masih menjadi persoalan serius, bahkan makin marak di tengah masyarakat maupun di satuan pendidikan.
Pada tataran ini, menjadi begitu penting akan hadirnya sistem pendidikan alternatif agar para generasi terbebas dari bahaya dan dosa besar akibat penerapan sistem pendidikan sekuler dan seluruh sistem hidup sekularisme, dengan menghadirkan kurikulum yang tepat yaitu kurikulum yang membentuk para generasi berkepribadian Islam. Selain itu juga agar para generasi berada di ruang kehidupan dan peradaban yang selaras dengan fitrahnya, yakni mendedikasikan penuh seluruh keahlian dan segala nikmat dari Allah ‘Azza wa Jalla semata untuk kepemimpinan peradaban Islam.
Dan harus kita sepakati untuk mencetak generasi kepemimpinan dengan karakter Islam, dibutuhkan daulah yang menerapkan Islam secara kaffah, yaitu daulah Khilafah. Karakter Khilafah bervisi mewujudkan rahmatan lil’ aalamiin dan fungsinya sebagai pengurus kemaslahatan masyarakat (sebagai pusat penerapan sistem pendidikan Islam) tidak saja mampu menghadirkan kemewahan nonfisik di lingkungan pendidikan, melainkan juga kemewahan fisik yang makin menguatkan keistimewaan satuan pendidikan.
Bangunan dan gedung didesain bagi terwujudnya secara sempurna karakter istimewa sistem pendidikan Khilafah berupa rancangan infrastruktur satuan pendidikan yang indah dan megah. Dilengkapi berbagai sarana dan prasarana dengan teknologi terkini yang memenuhi prasyarat keamanan, kenyamanan, dan kesehatan bagi proses belajar-mengajar.
Terpenuhinya aspek jumlah dan kualitas satuan pendidikan di pusat kota maupun pelosok negeri pun menjadikan setiap individu mudah mengakses hak pendidikan yang dibutuhkan pada semua tingkatannya secara cuma-cuma. Dan segala penjagaan dan fasilitas maximal berada dipundak negara karena bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan publik dan pemuda secara langsung. Rasulullah saw. bersabda, “Khalifah adalah pengurus urusan rakyat dan ia bertanggung jawab terhadap urusan mereka.” (HR Bukhari).
Inilah solusi cerdas yang harus diadopsi siapa saja yang peduli, terutama pemerintah, jika memang benar-benar tulus bermaksud menyelamatkan pemuda dan negeri ini dari bahaya dosa besar sistem pendidikan sekuler dan sekularisme. Tentu saja harus mendukung penuh para generasi untuk berpikir cemerlang, ikhlas, dan sungguh-sungguh berdedikasi bagi kembalinya peradaban Islam. Karena melalui tangan-tangan merekalah janji-Nya, yakni kemenangan Islam, dapat segera tertunaikan. Allahu Akbar!
Wallahu’alam bisshowab.