Oleh: Febri dan Setyo
Aktivis Mahasiswa
Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN nampaknya bukanlah sebuah wacana belaka. Pasalnya, disebutkan bahwa mulai tahun 2025 PPN akan resmi dinaikkan menjadi 12%. Hal ini membuat Indonesia masuk ke dalam jajaran PPN tertinggi urutan kedua di ASEAN. Menurut keterangan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan saat ini, menaikkan PPN menjadi 12% merupakan sebuah keharusan demi menjaga kesehatan anggaran negara. Keputusan ini ditegaskan saat rapat kerja bersama komisi XI DPR (CNBC Indonesia, 15/11/24). Menanggapi hal ini, Adhi S. Lukman selaku Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) berpendapat bahwa kenaikan PPN menjadi 12% akan membuat industri semakin terpukul dan ia berharap agar pemerintah dapat mengkaji ulang rencana kenaikan ini.
Saat ini, menaikkan pajak dianggap sebagai solusi yang paling tepat bagi negara untuk memulihkan perekonomian negara yang sedang dalam tekanan. Pajak menjadi sumber pendapatan yang paling penting dalam mendukung pembangunan negara sehingga tidak memulu bergantung pada utang. Namun jika perhatikan, faktanya justru menunjukkan sebaliknya. Meskipun pajak dinaikkan, anggaran dana negara tetap turun, perekonomian tidak stabil, dan utang negara semakin banyak. Dengan adanya pajak justru semakin membelit masyarakat. Di tengah situasi perekonomian yang sulit ini, pajak menjadi beban tambahan bagi rakyat, terutama rakyat kecil, dan menambah kesengsaraan mereka. Di sisi lain, dana yang seharusnya dipakai negara dalam hal pembangunan, dll justru banyak dikorupsi oleh pemerintah yang tidak bertanggungjawab. Hal ini menyebabkan perekonomian negara semakin anjlok.
Situasi ini tidak lepas oleh pengaruh sistem kapitalisme yang dianut oleh dunia sekarang. Di sistem kapitalisme, sumber utama pendapatan negara berasal dari utang dan pajak. Banyak kekayaan alam justru dikelola oleh individu, swasta, bahkan asing. Sementara negara hanya menjadi regulator dan fasilitator, yang kenyataannya hanya melayani kepentingan para pemilik modal. Dengan kondisi seperti ini, rakyat kecil menjadi elemen yang paling dirugukan. Di satu sisi rakyat dipaksa untuk membayar pajak, di sisi lain mereka tidk dapat merasakan kekayaan alam dengan maksimal.
Dalam Islam, segala urusan negara diatur oleh syariat, tak terkecuali sistem ekonomi. Islam memiliki sistem perekonomian yang mewajibkan negara menjadi ra’in yang mengurus rakyat dengan penuh tanggungjawab. Islam menetapkan berbagai sumber pemasukan negara di mana pajak tidak menjadi sumber pemasukan utama. Justru pajak diambil sebagai opsi terakhir ketika kas negara kosong tetapi ada kebutuhan untuk rakyat yang harus dipenuhi. Pajak juga hanya diambil dari golongan orang kaya saja, sehingga rakyat kecil tidak akan merasa terbebani. Dalam Islam, negara akan mengelola seluruh kekayaan alam yang kemudian akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Sumber daya alam tidak boleh dikuasai oleh individu apalagi asing, sehingga seluruh pendapatan hasil sumber daya alam dapat secara maksimal dimanfaatkan demi kesejahteraan rakyat. Dengan diberlakukannya sistem yang seperti ini, seluruh elemen negara akan merasakan kesejahteraan. Hanya dengan diterapkan Islam lah permasalahan keuangan semacam ini dapat teratasi. Wallahua’lam.
Tags
Opini