Oleh: Allailah Nur Muthmainnah HB., S.Pd
Bak disambar petir di siang bolong mendengar berita buruk tentang betapa rusaknya jutaan generasi Indonesia saat ini. Salah satu kerusakan remaja yang banyak menyumbang catatan buruk dan urgen bagi para generasi kini adalah tawuran. Baru-baru ini, sebanyak 12 pelajar diamankan saat tengah menyerang pelajar lain yang berada dilingkungan Singaparna Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang. Para pelajar ini menggunakan tiga senjata tajam dalam melancarkan aksinya. (detikjabar, 03/10/2024). Lebih dekat lagi, dua minggu lalu tepatnya hari minggu (29/9) tawuran pelajar terjadi di sekitar eks MTQ, Kota Kendari, SULTRA. Belasan remaja diamankan patroli Polda Sultra termasuk mengamankan senjata tajam jenis busur. (Langitsultra.com).
Tindakan kriminal terus meningkat dan mengkhawatirkan. Mulai dari tawuran, pembunuhan, penganiayaan, pencurian, pembegalan, pemerkosaan, dan geng motor. Data Dirjen Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia menunjukkan adanya peningkatan kejahatan anak mulai dari tahun 2020 hingga 2023. Tercatat 2.000 anak berkonflik dengan hukum (ABH) per Agustus 2023. Sejumlah 1.467 anak diantaranya berstatus tahanan dan 526 anak lainnya menjalani hukum sebagai narapidana (kompas.id, 19/09/24).
Tragedi dunia pendidikan modern dewasa ini merupakan bukti kenyataan sistem yang tidak mampu memberikan manfaat kesejahteraan hidup ummat. Proses social yang dihasilkan pendidikan modern sangat bersifat sekuler dan empirik. Akibatnya yang mudah disaksikan faktanya adalah sekolah tidak lebih hanya mencetak manusia-manusia sekuler. Ini semua terbukti dengan rusaknya generasi saat ini terutama dari segi pergaulannya dan menjadi alumni-alumni yang malas diajak untuk berpikir. Memang pendidikan modern telah memberikan pengetahuan dan ilmu tetapi gagal dalam mempersiapkan kader-kader yang dibutuhkan ummat. Semua sumber pembelajaran seperti kurikulum dan gaya belajar bersandar kepada Barat.
Ummat islam telah kehilangan pandangan terkait seperti apa gemilangnya pendidikan dimasa islam. ini menyebabkan sistem pendidikan saat ini berkiblat kepada barat. Menerapkan kurikulum barat yang notabenenya pasti banyak yang bertentangan dengan islam.
Namun sayang, bukannya mengevaluasi output dari sistem pendidikan sekarang. Pemerintah malah sibuk menggonta-ganti kurikulum yang sebenarnya hasilnya sama saja bahkan semakin rusak. Keputusan-keputusan yang dihasilkan malah semakin mencekik para guru dan semakin membebaskan pelajar untuk bertindak semaunya dengan alasan mencari jati diri. Sehingga tidak heran pelajar semakin rusak dari segi moral maupun perilakunya.
Sistem pendidikan rusak yang kita saksikan saat ini tidak lain akar masalahnya adalah penerapan sekularisme-liberalisme di negri ini. Agama dijauhkan dari kehidupan termasuk pendidikan. Aqidah tidak menjadi dasar kehidupan kaum muslim. Aturan syariah bukan standar dalam berperilaku mengikuti prinsip serba bebas. Sehingga sistem pendidikan disekolah pun gagal dalam membentuk ketakwaan. Kurikulum tidak membahasa secara detail aturan pergaulan laki-laki dan perempuan. Begitu pula pendidikan keluarga yang belum menjadi benteng dari maksiat. Ditambah dengan semakin berkembangnya media yang terus memfasilitasi para pelajar dengan tayangan-tayangan yang mendorong para pelajar untuk berbuat maksiat. Puncak dari semua ini karena Negara tidak menjalankan fungsinya sebagai pengurus dan pelindung rakyat.
Islam adalah agama dengan sepaket lengkap aturan yang telah Allah turunkan dimuka bumi. Manusia tidak perlu pusing mencari kiblat tentang pendidikan yang ideal itu seperti apa, karena semua sudah ada dalam islam. Seyogyanya, telah menjadi keharusan bagi ummat untuk mempersiapakan suatu sistem pendidikan yang sesuai dengan kitabullah dan sunnah rasul, sebagaimana sistem pendidikan pada masa keemasan dan kekuasaan islam,terutama pada masa khulafaur rasyidin dan Abbasiyyin. Pada masa itu, negaralah yang merencanakan, mengatur dan menerapkan sistem pendidikan karena Negara lah yang paling bertanggung jawab terhadap kebutuhan rakyatnya. Dalam islam, tujuan pendidikan ada tiga yaitu, membekali akal dengan aqidah dengan penanaman saqofah islam, membentuk kepribadian islam dan memiliki kemampuan dalam ilmu pengetahuan.
Dalam pendidikan islam, aqidah menjadi dasar dari penerapan kurikulum. Adapun penerapan kurikulum ini ditetapkan oleh Negara dan sifatnya merata. Tidak boleh ada satupun sekolah yang tidak mengambil kurikulum yang telah ditetapkan oleh Negara. program-program yang akan dijalankanpun harus sesuai dengan aqidah islam, seperti penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa dalam pendidikan, dan kewajiban mengajarkan tsaqofah islam dan hukum syara’ . inilah teori-teori pendidikan yang dapat diterapkan dalam daulah islam dan dengan sendirinya akan menlahirkan dikalangan ummat pribadi-pribadi muslim yang berilmu, intelek, dan ahli ibadah.
Ini semua harus diwujudkan dalam khilafah islam, sehingga hanya dikenal satu-satunya sistem pendidikan untuk khilafah islam berdasarkan aqidah islam. Aqidah inilah yang yang menjadi asas kurikulum, teori, tujuan dan program pendidikan yang dikehendaki oleh khilafah dalam tujuannya mencetak ummat yang berkualitas, ummat terbaik yang dikeluarkan untuk seluruh manusia, dan ummat yang paling kuat dalam peradaban, kebudayaan, pengetahuan, teknologi dan daya ciptanya. Waallahu a'lam bishowab.