Oleh: Ummu Mufidah (Pegiat Literasi)
Polisi melakukan razia mendadak di SMP Negeri 1 Kecamatan Gu, Buton Tengah, Sulawesi Tenggara (Sultra). Hasilnya, 18 siswa tertangkap basah mengoleksi video porno hingga mengakses judi online (judol).
"Ada 18 siswa dan siswi mengakses judi online, pornografi dan memiliki koleksi video pornografi," ujar Kapolres Buton Tengah AKBP Wahyu Adi Waluyo dalam keterangannya, Jumat (11/10/2024).
Wahyu mengatakan razia mendadak di SMP Negeri 1 Kecamatan Gu berlangsung pada Rabu (9/10) pagi. Kegiatan tersebut turut dihadiri Penjabat (Pj) Bupati Buton Tengah Konstantinus Bukide (detik.com, 11 Oktober 2024). Selain itu, bahkan ditemukan juga seorang siswa yang membawa senjata tajam didalam tasnya.
Dilansir dari laman Kemendikbud, menurut Undang-undang No 44 Tahun 2008 tentang pornografi mengatakan bahwa pornografi merupakan gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, dan bentuk melalui berbagai bentuk media komunikasi dan pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Media sosial merupakan salah satu alat untuk menyebarkan informasi dan berita kepada masyarakat. Namun, kenyataannya ini disalahgunakan oleh beberapa orang dengan mempertontonkan hal-hal yang tidak terpuji, berupa gambar, video, ataupun film yang mengandung unsur pornografi. Ironisnya hal ini sampai kepada para pelajar.
Pelajar yang merupakan kaum terpelajar juga terdidik, harapan bangsa di masa depan untuk membawa perubahan, kini justru terjebak oleh kecanggihan dunia digital, terbawa oleh arus negatif yang disediakan oleh kecanggihan teknologi.
Mereka salah kaprah dalam memanfaatkan teknologi, yang seharusnya bisa dijadikan sebagai sarana untuk belajar, justru dijadikan sarana untuk merusak diri.
Sejatinya, maraknya kasus video syur dan konten pornografi di negeri ini tidak lepas dari penerapan sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan manfaat sebagai tolok ukur terhadap segala sesuatu, tanpa peduli halal dan haram. Bila di desa saja faktanya demikian, bagaimana lagi di kota-kota besar, ibarat fenomena gunung es.
Sehingga tak heran, jika kian hari kian marak pelajar yang terjerumus dalam seks bebas, narkoba, judi online, bahkan kasus pembullyan dan bunuh diri. Semua itu karena kehidupan yang jauh dari aturan agama (Islam), jauh dari ketakwaan individu, jauh dari kepekaan masyarakat untuk saling menasehati, bahkan negara yang lemah dalam menjatuhkan sanksi.
Sebagai sistem kehidupan, Islam akan mampu mencegah dan mengatasi segala kemaksiatan secara sempurna. Islam memiliki standar baku yang bersandar pada akidah Islam sehingga semua kemaksiatan, termasuk konten yang melanggar syariat, tidak akan ada dalam sistem ini. Begitupun target pendidikan Islam untuk membentuk siswa berkepribadian Islam.
Untuk mewujudkan ini semua, harus dengan menempuh melalui tiga pilar. Pertama, membangun ketakwaan individu atas dorongan akidah Islam. Kedua, kontrol masyarakat, lingkungan masyarakat yang memahami Islam secara utuh akan otomatis menjadi filter konten pornografi di tengah umat. Ketika ditemukan konten yang melanggar syariat, ia akan langsung melapor ke negara. Ketiga, keberadaan negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah bagi semua warga negaranya tanpa pandang bulu. Mengatur dan mengawasi ketat seluruh media sehingga tidak akan membiarkan adanya konten maksiat, seperti pornografi atau video syur yang jelas merusak moral bangsa dan memberikan sanksi yang setimpal bagi pelaku.
Betapa kita sangat merindukan kehidupan yang demikian, diatur dengan aturan Islam yang berasal dari Sang Pencipta Allah SWT. Olehnya, marilah kita perjuangkan bersama. Waallahu a'lam bishowab.