Oleh : Ade Nugraheni
Peternak susu sapi di Boyolali, Jawa Tengah, menggelar aksi protes dengan mandi susu di Tugu Susu Tumpah. Mereka juga membagikan sekitar 1.000 liter susu gratis kepada masyarakat. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pembatasan kuota susu yang masuk ke pabrik pengolahan susu (IPS), yang menyebabkan banyak susu peternak terbuang. Sriyono Koordinator aksi menduga, pembatasan kuota terjadi karena adanya kuota impor susu dari luar negeri (KOMPAS.com, 9/11/2024). Aksi serupa juga terjadi di Pasuruan, Jawa Timur, oleh perusahaan pengepul susu PT Nawasena Satya Perkasa (NSP). Mereka membuang 160 ton susu sebagai protes terhadap pembatasan kiriman susu ke IPS.
Selama ini, produksi susu lokal hanya memenuhi sekitar 20 persen kebutuhan dalam negeri, sementara sisanya, 80 persen, dipenuhi dari impor.
Pengamat pertanian dari CORE Indonesia, Eliza Mardian mengatakan bahwa permasalahan ini muncul karena lemahnya kemitraan antara peternak dan perusahaan pengolahan susu. Pemerintah sebenarnya sudah memiliki aturan yang mewajibkan perusahaan susu bekerja sama dengan koperasi peternak lokal. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 33 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu, yang mengharuskan pelaku usaha pengolahan susu untuk bermitra dengan peternak local, Eliza Mardian menambahkan bahwa untuk mengatasi masalah ini, diperlukan penguatan pengawasan dari pemerintah, serta pemberian sanksi yang lebih tegas terhadap pelaku usaha yang tidak mematuhi peraturan tersebut, agar kemitraan yang saling menguntungkan antara peternak dan perusahaan susu bisa terwujud dengan baik (Tempo, 10 Nov 2204).
Kebijakan impor yang diterapkan pemerintah diduga menjadi salah satu penyebab kesulitan peternak sapi dalam mendistribusikan susu sapi ke industri pengolahan susu. Diduga pula ada kepentingan pihak-pihak tertentu yang mencari keuntungan dari impor susu, yang merugikan peternak sapi lokal. Seharusnya, negara memiliki peran untuk melindungi kesejahteraan peternak melalui kebijakan yang mendukung mereka, baik dalam hal menjaga kualitas produk maupun dalam penampungan hasil susu dan produk terkait lainnya. Ini merupakan salah satu contoh kebijakan buruk dalam sistem ekonomi kapitalisme, yang lebih menguntungkan pengusaha ketimbang peternak.
Dalam Islam, kepemimpinan di dalam Islam didasarkan pada keimanan, di mana penguasa bertugas sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Oleh karena itu, kepemimpinan dalam Islam tidak berorientasi pada keuntungan bisnis, yang seringkali mengabaikan kepentingan rakyat. Selain itu Islam memandang sektor pertanian dan peternakan sebagai sektor yang sangat penting, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia selain sandang dan papan. Sektor ini juga memiliki peran strategis yang berhubungan erat dengan pertahanan dan keamanan negara. Ketergantungan terhadap impor pangan dapat membuka potensi masalah yang lebih besar. Oleh karena itu, menjaga ketahanan dan bahkan kedaulatan pangan menjadi salah satu tujuan utama negara, yang dapat diwujudkan melalui penerapan sistem politik dan ekonomi Islam, beserta berbagai sistem lainnya.
Dengan sistem keuangan Islam (baitulmal), akan memungkinkan negara untuk memberikan fasilitas bagi peternak, seperti pemberian modal untuk memperbesar usaha agar lebih efisien secara finansial. Sistem politik Islam yang diterapkan akan memastikan kedaulatan dan kemandirian negara, sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh kepentingan global. Dengan sistem ekonomi Islam, pengaturan kepemilikan dan sanksi akan mencegah segala bentuk kejahatan, termasuk praktik yang merugikan sektor peternakan. Negara akan mengatur regulasi administratif untuk mencegah monopoli atau oligopoly. Negara secara mandiri akan memenuhi kebutuhan rakyat dengan memaksimalkan potensi yang ada, sehingga mencegah munculnya individu atau kelompok yang hanya mencari keuntungan di tengah penderitaan rakyat. Wallahu a'lam bishawab.
Tags
Opini