Oleh Zulfi Nindyatami
Guru dalam sistem hari ini menghadapi dilema dalam mendidik siswa. Banyak kasus guru yang dikriminalisasi sehingga mencoreng pendidikan. Pasalnya beberapa upaya dalam mendidik siswa sering disalah artikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak. Hal ini terjadi karena ada UU perlindungan anak, sehingga guru rentan dikriminalisasi.
Supriyani seorang guru honorer SDN 4 Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara mendapatkan ketidakadilan hukum di tengah profesinya. Ia diduga melakukan penganiayaan terhadap seorang murid yang merupakan anak polisi. Hal tersebut menuai kontroversi bagi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), (www.bbc.com, 06/11/2024).
Kasus Seorang guru di SMAN 2 Sinjai Selatan, memotong rambut muridnya karena gondrong. Sebelumnya guru tersebut sudah memperingatkan kepada muridnya untuk dicukur, namun tidak digubris. Hingga ia harus memotongnya langsung di sekolah. Walaupun kasus ini sudah lama, namun menjadi perhatian kembali publik, (https://anggota.ig.or.id, 06/11/2024).
Selain itu, Pak Zaharman seorang guru di SMAN 7 Rejang Lebong harus mengalami kebutaan salah satu matanya karena diketapel oleh orangtua siswa. Pasalnya Pak Zaharman menegur dan menghukum siswanya yang kepergok merokok di kantin sekolah. Namun, siswanya tidak terima dan mengadukan kepada orangtuanya. Emosi orangtua siswa tidak teredam ketika berdiskusi dengan Pak Zaharman, hingga melepaskan ketapel tepat pada bola mata Pak Zaharman hingga mengalami kebutaan, (www.kompas.com, 06/11/2024).
Kasus-kasus tersebut merupakan sebagian kecil kriminalisasi terhadap guru yang terdata. Ada kesenjangan makna dan tujuan pendidikan antara orangtua, guru dan masyarakat serta negara karena masing-masing memiliki persepsi terhadap pendidikan anak. Akibatnya muncul gesekan antara berbagai pihak termasuk langkah guru dalam mendidik anak tersebut. Guru pun akhirnya ragu dalam menjalankan peran guru khususnya dalam menasihati siswa.
Kasus-kasus tersebut marak terjadi di tengah sistem sekularisme (memisahkan antara agama dengan kehidupan). Pendidikan di sistem saat ini tidak memberikan makna mendidik dan melindungi para pendidik. Pendidikan yang dikomersialkan, ketidakmerataan sarana dan prasarana, akses pendidikan sulit, pelayanan gaji pendidik yang sangat minim, dan lain sebagainya. Hal tersebut menggambarkan kualitas pendidikan sudah merosot drastis. Tidak ada perhatian khusus pemerintah sekuleris terhadap tumbuh kembang pendidikan anak. Kacamata sekuleris kapitalis memandang jika pendidikan memunculkan manfaat dan keuntungan, maka akan diperhatikan secara serius. Namun, jika tidak adanya profit bagi sistem ini, pemerintah pun akan lalai dalam memperhatikan.
Buruknya pendidikan hingga berujung pada kriminalisasi guru menilai pendidikan jauh dari kualitas yang layak. Lembaga perlindungan anak seolah menjadi tameng bagi anak yang melakukan kesalahan. Hukum melindungi anak yang diduga bersalah merubah sistem peradilan yang semestinya. Bahkan sudah tidak bernilai lagi. Perlindungan terhadap guru harus diadakan secara adil dan tegas. Hukum yang adil dan perlindungan hukum bagi para pendidik dapat membawa kualitas pendidikan yang layak.
Dalam sistem pemerintahan islam, masyarakat islam memuliakan guru, dan memberikan perlakuan yang baik terhadap guru. Selain itu, negara juga menjamin guru dengan sistem penggajian yang terbaik, sehingga guru dapat menjalankan amanahnya dengan baik. Perlindungan dan peradilan untuk para pendidik sangat diperhatikan dalam sistem islam. Sehingga tidak ada pendidik yang dikriminalisasi dalam menjalankan kewajibannya.
Berdasarkan Hadits Riwayat Abu Daud "Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat ketika usianya 7 tahun. Dan pukullah mereka ketika usianya 10 tahun. Dan pisahkanlah tempat tidurnya.” (HR. Abu Daud).
Artinya sebagai pendidik harus menegur bahkan langkah terakhir dapat memukul (tujuannya bukan untuk menyakiti) anak didiknya apabila melakukan kesalahan, terlebih kesalahan dalam menjalankan kewajiban.
Negara harus memahamkan semua pihak akan sistem pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki tujuan yang jelas, dan meniscayakan adanya sinergi semua pihak, sehingga menguatkan tercapainya tujuan pendidikan dalam Islam. Kondisi ini menjadikan guru dapat optimal menjalankan perannya dengan tenang, karena akan terlindungi dalam mendidik siswanya. Maka, dengan begitu akan terwujud pendidikan yang layak dan berkualitas melahirkan generasi-generasi cemerlang.
Wallahu a'lam bishshawab
Tags
Opini