Kriminalisasi Guru Marak, Bukti Negara Gagal Memberikan Perlindungan terhadap Guru



Oleh. Rus Ummu Nahla ( Aktivis Dakwah)



Di tengah ketidakpastian para guru terkait nasib dan kesejahteraannya, di saat yang bersamaan para guru harus dihadapkan dengan adanya upaya kriminalisasi dari orang tua siswa, seperti beberapa kasus yang terjadi belakangan ini. Seorang guru bernama Maya di SMPN 1 Bantaeng, yang dijebloskan ke penjara, gegara menertibkan seorang murid yang baku siram dengan temannya dengan sisa air pel, dan mengenai dirinya, siswa tersebut dibawa ke ruang BK dan di cubit. Peristiwa itu, kemudian diketahui orangtua murid, yang merupakan seorang anggota kepolisian dan melaporkan Bu Guru Maya hingga proses ke meja hijau. Ada pula (guru honorer) di SMAN 2 Sinjai Selatan, Guru Mubadzir yang dijebloskan ke penjara akibat laporan orang tua wali karena memotong rambut seorang muridnya yang gondrong, padahal siswa tersebut sebelumnya sudah diberi peringatan selama satu minggu. Adapula seorang guru honorer, Supriyani di Kabupaten Konawe Selatan Sulawesi Tenggara, ia kini menjadi terdakwa atas tuduhan melakukan pemukulan terhadap siswanya. Bukan hanya menghadapi upaya kriminalisasi, guru juga terpaksa harus menghadapi penganiayaan dari siswa maupun orang tua. Masih ingat kasus Guru Zaharman? Yang mengalami kebutaan permanen pada mata kanannya akibat ketapel oleh orangtua siswa. Karena Guru Zaharman menegur siswa yang merokok di lingkungan sekolah saat jam pelajaran. (Dihimpun dari beberapa media)

Kasus- kasus di atas hanyalah secuil kasus kriminalisasi terhadap guru yang terjadi, masih banyak lagi kasus kriminalisasi yang sebenarnya tidak diungkap. Hal ini menunjukkan bahwa Fenomena kriminalisasi guru cukup marak terjadi, tentu hal ini membuat miris; betapa tidak seorang guru yang seharusnya dihormati dan diapresiasi, kini seolah sudah kandas tergilas dengan sikap apatis dari siswa dan orangtua . 

Dilema Guru

Guru saat ini seakan menghadapi dilema dalam mendidik siswanya, disaat guru berniat mendisiplinkan dalam rangka mendidik, namun upayanya disalah artikan dan dianggap sebagai sebuah tindakan kekerasan. Meski memang ada kasus guru yang kebablasan dalam memberikan hukuman kepada siswa, tapi itu minim terjadi dan bersifat spontanitas. Lagi pula, tidak semua guru berlaku demikian, umumnya seorang guru memiliki karakteristik sebagai pendidik, karena sebelum mendaftar sebagai guru mereka harus menjalani tahapan yang panjang serta proses seleksi yang tidak serampangan. Semestinya para orang tua lebih bijak dalam menyikapi, jika anaknya terkena sanksi oleh guru, wali siswa atau orang tua dapat membicarakan secara baik-baik melalui jalur kekeluargaan. Tidak langsung memvonis guru dengan sikap apatis hingga tindakan fisik bahkan sampai ke meja hijau.

Dalam tataran praktis terkhusus kasus-kasus tersebut diatas, berawal dari adanya cara pandang orang tua siswa yang salah terhadap guru. Para guru tidak diposisikan sebagai pihak yang membantu orang tua untuk mendidik putra-putrinya, tapi malah diposisikan sebagai rival yang apabila melakukan sedikit kesalahan dalam tindakan akan berujung diperkarakan. Hal ini sekaligus mengkonfirmasi tidak adanya sinergi antara guru dan orang tua siswa. Adapun sinergi mereka terlihat hanya pada persoalan administrasi dan keuangan saja. Wajar jika kemudian diantara guru dan orang tua siswa terjadi pola hubungan yang salah yang berujung  gesekan diantara keduanya. Ideal peran guru begitu sangat mulia yaitu mendidik siswa-siswinya agar  menjadi cerdas, disiplin dan taat. 

Ideal orang  orang tua mempercayakan anaknya saat di sekolah kepada gurunya sambil tetap saling mengkomunikasikan kedua belah pihak atas perkembangan anak-anaknya. Ringkasnya, fenomena kriminalisasi guru terjadi disebabkan guru sebagai pendidik sudah tidak dihargai, sementara siswa susah diatur, orangtua baperan, ditambah negara seolah tidak hadir ditengah- tengah mereka. Alih-alih seorang guru diapresiasi, malah jadi tersakiti. Alih-alih orang tua berterima kasih malah jadi mengkasusi.

Beban Guru dalam Kapitalisme 

Tidak dimungkiri hidup dalam ekosistem kapitalisme yang banyak sekali tuntutan ekonomi membuat individu tak terkecuali guru mengalami banyak tuntutan persoalan. Seseorang, baik guru maupun orang tua akan cenderung emosional dalam menyikapi satu persoalan, yang dihadapinya. Tugas guru menjadi lebih berat, terlebih di era yang serba digital yang  masif mempertontonkan gaya hidup bebas ala barat, hingga hal ini berefek pada kepribadian siswa. Jangan heran, jika banyak dijumpai siswa minus adab terhadap guru dan orang yang lebih tua. Fenemona guru dikriminalisasi ini memuncak dan semakin ruwet manakala para guru harus dihadapkan pada undang-undang kekerasan terhadap anak, yang secara tidak langsung hal ini akan menjadi alat gebuk bagi siapa saja yang melakukan sedikit salah penyikapan seperti para guru diatas. Melihat demikian, persoalan ini tidak dilihat dari persoalan orang tua dan guru saja, akan tetapi terkait erat dengan kebijakan dan pengaturan sistem pemerintahan.

Guru dalam Sistem Islam 

Beda halnya dengan Islam, guru dalam Islam sangat dihormati dan dimuliakan bahkan saking dimuliakannya upah yang diberikan kepada guru cukup tinggi, sebagaimana pada masa Umar bin Khattab, gaji guru ketika itu sebesar 15 dinar perbulan (1 dinar = 4, 25 gram emas) jika dikonversikan ke dalam kurs rupiah sekarang berarti gaji guru pada saat itu sekitar 63 juta lebih (1 gram emas = 1 juta rupiah). Dengan kesejahteraan yang guru dapatkan, pastinya para  guru akan lebih fokus dengan perannya sebagai pendidik.

Di samping itu, negara dalam Islam, akan memberikan pemahaman kepada semua pihak yang terlibat di bidang pendidikan, agar mereka lebih optimal dalam menjalankan perannya serta dapat bersinergi dengan semua pihak, agar lebih menguatkan lagi tentang tujuan- tujuan pendidikan dan output yang dihasilkan.
Dengan begitu, baik guru, siswa, maupun orang tua masing-masing menjalankan perannya  dengan baik demi terlahirnya generasi cerdas dan cemerlang .

Iklim tersebut tentu hanya bisa terealisasi jika sistem pendidikan Islam dalam negara yang berbasis akidah Islam mampu diterapkan. Oleh karena itu, butuh perjuangan untuk menerapkan sistem Islam agar kesejahteraan guru bisa terjamin dan kriminalisasi terhadap guru tidak akan  terjadi lagi.


Wallahu 'alam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak