Oleh : Ummu Aqeela
Belakangan terjadi Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLB KP) di sejumlah wilayah Indonesia. Disebut keracunan pangan tersebut berasal dari makanan impor asal China, la tiao.
"Produk pangan la tiao yang diduga menyebabkan KLB keracunan pangan ini adalah produk pangan olahan yang berbahan dasar tepung, dan memiliki karakteristik tekstur kenyal serta rasa pedas gurih. Produk pangan olahan la tiao dimaksudkan terdaftar di BPOM sebagai produk impor yang diproduksi di China," Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar.
Taruna mengatakan pihaknya menerima laporan keracunan pangan diduga imbas konsumsi makanan tersebut. Beberapa wilayah yang melaporkan KLB keracunan pangan di antaranya:
*Lampung
*Sukabumi
*Wonosobo
*Tangerang Selatan
*Bandung barat
*Pamekasan
*Riau
Imbas menerima sejumlah laporan tersebut, BPOM langsung mengambil tindakan cepat bersama pihak-pihak terkait di masing-masing wilayah untuk mengambil pengambilan sampel pangan dan pengujian laboratorium. (Detik Health, 01 November 2024)
Tidak dipungkiri lahirnya masalah ini karena adanya jaminan kebebasan, baik itu kebebasan kepemilikan atau bertingkah laku. Semua pengusaha dibebaskan mengelola makanan atau minuman dengan bahan apa saja, yang penting murah atau aman. Tidak peduli entah bahannya halal atau haram apalagi berbahaya, banyak yang sekadar menarget keuntungan.
Kebebasan berperilaku juga membuat para konsumen bebas makan, padahal makanan yang mereka konsumsi belum tentu halal. Mereka tidak peduli mau halal dan haram, asalkan rasanya enak sehingga merasa boleh dimakan.
Sebenarnya, asal-muasal kebebasan tadi adalah sekularisme. Sebuah paham yang tidak mau agama ikut mengatur aturan kehidupan, termasuk aturan mengenai makanan dan minuman. Orang yang terkena paham ini akan menjalankan aktivitas sesuai keinginannya. Inilah salah satu alasan banyak dari kaum muslim yang tidak memperhatikan halal dan haram.
Masalah ini makin rumit ketika negara tidak hadir memberikan jaminan. Negara tidak mengondisikan masyarakat untuk taat agama. Negara juga tidak mendisiplinkan perusahaan untuk memproduksi barang halal. Ini karena negara tersebut mengambil kapitalisme sebagai sistem hidup.
Islam sebagai agama yang sempurna akan selalu memperhatikan hal-hal penting, salah satunya adalah jaminan makanan halal. Sistem pemerintahan Khilafah akan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, termasuk memastikan semua makanan yang dikonsumsi masyarakat adalah halal dan thoyib.
Di sisi lain, sistem pendidikan Islam mengajarkan hukum Islam sejak dini, termasuk soal pentingnya untuk mengonsumsi makanan halal dan thoyib, hingga cara mendapatkannya. Dengan pengondisian seperti ini, masyarakat akan paham membedakan mana yang halal dan haram.
Dalam sistem ekonomi, Islam membolehkan setiap masyarakat melakukan produksi dan jual beli. Namun, melarang proses itu jika berasal dari bahan haram dan berbahaya. Sistem sanksi Islam juga bersifat tegas. Para qadi akan menghukum siapa pun yang melanggar. Apabila ada bahan makanan baru, Islam menyerahkan pada mujtahid untuk menggali hukumnya agar umat Islam tidak bingung dalam menentukan sikap.
Selain itu, dengan penerapan hukum Islam secara kafah, negara akan menjamin makanan yang beredar dipastikan halal dan thoyib sehingga umat pun pada akhirnya tidak memerlukan sertifikasi halal. Sayangnya, kebijakan seperti ini tidak akan jalan dalam sistem yang sekuler. Kebijakan ini akan terselesaikan jika sistem Islam Kaffah yang menaungi dan meriayah umat secara sempurna.
Wallahu’alam bishshowab.