Oleh : Heni Lestari
Aktifis Dakwah Islam Kaffah
Sebelas tersangka kasus dugaan tindak pidana judi online dan penyalahgunaan wewenang oleh pegawai di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mempekerjakan delapan operator untuk mengurus 1.000 situs judi online yang mereka "bina" agar tidak diblokir. Hal itu diungkapkan salah satu tersangka yang identitasnya belum diketahui dalam penggeledahan sebuah ruko yang dijadikan kantor satelit judi online pegawai Komdigi di Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (1/11/2024) siang. "Operatornya delapan yang urus link judi online," kata salah satu tersangka usai ditanya Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Wira Satya Triputra, Jumat.
Sebelumnya diberitakan, Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menggeledah sebuah ruko yang dijadikan kantor satelit judi online oleh beberapa pegawai Komdigi di Kota Bekasi, Jawa Barat, Jumat (1/11/2024) siang. Dalam penggeledahan itu, salah satu tersangka mengungkapkan, seharusnya ada 5.000 situs judi online yang diblokir. Namun, 1.000 dari 5.000 situs judi online yang harusnya diblokir malah 'dibina'.
Itulah fakta yang ada di depan mata kita. Fenomena maraknya judi online di tengah masyarakat pada umumnya dan kaum muslimin pada khususnya. Mirisnya pelaku tindak judi online paling banyak adalah umat Islam.
Banyak hal yang melatarbelakangi kasus judi online. Di antaranya adalah ;
1. PHK massal
2. Semakin menyempitnya lapangan pekerjaan
3. Skill dan kemampuan orang yang minim menyebabkan peluang pekerjaan menjadi minim pula
4. Membanjirnya produk produk asing dan aseng dari luar yang masuk ke Indonesia dengan harga yang lebih murah, hal ini menyebabkan banyaknya UMKM dan perusahaan lokal Indonesia menjadi gulung tikar.
5. Membanjirnya tenaga tenaga kerja asing dan aseng yang masuk ke Indonesia
Selama ini pemberantasan judi online hanya sekedar slogan dan memberikan mimpi indah saja. Aparatur negara yang harusnya menjadi ujung tombak kewenangan pemberantasan judi online justru malah melakukan pembinaan.
Pola pikir masyarakat Indonesia yang 90% mayoritas beragama Islam ternyata sangat minim tentang agama. Hal ini menjadikan umat Islam sasaran empuk bagi para kapitalis. Mereka menjadikan umat Islam sebagai objek penderita dan objek percobaan sistem yang rusak ini dengan imbalan hadiah yang kelihatannya menjanjikan dan menggiurkan.
Allah Berfirman dalam Quran surat Al-Maidah ayat 90, yang artinya :
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung."
Dalam ayat tersebut Allah swt. menjelaskan tentang keharaman melakukan judi dan mengundi nasib. Baik secara langsung maupun secara online.
Tentu hal ini sangat bertentangan dengan kapitalisme. Kapitalisme didasari sekularisme yang dalam setiap kehidupannya memisahkan agama dari kehidupan. Seorang kapitalis tidak mau diatur oleh agama melalui hukum syara. Mereka akan bertindak sekehendak hatinya. Yang penting bisa meraup keuntungan yang sebesar-besarnya untuk kepentingan pribadi.
Tiga pilar memberantasan judi online dalam Islam yaitu :
1. Ketaqwaan individu, ketika ketaqwaan individu terbentuk dengan baik, maka secara otomatis setiap individu yang beragama Islam akan memahami hukum syara dengan baik. Mana halal dan mana yang haram. Ketika melakukan apapun mempunyai pondasi pemahaman agama yang kuat.
2. Kontrol masyarakat, menjadi poin yang sangat penting. Karena peran masyarakat menjadi fungsi kontrol dalam setiap aktifitas di tengah masyarakat.
3. Penerapan sistem hukum yang tegas dan memberi efek jera kepada para pelaku judi online, hal ini akan menjadikan umat takut jika melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum syara.
Selama aturan Allah swt. belum bisa ditegakkan secara kaffah, maka selama itu pula, umat Islam akan menjadi umat yang terombang-ambing ditengah gempuran sistem kapitalisme.
Waallahu a'lam bishshawab
Tags
Opini