Oleh: Lulu Nugroho
Dua gelombang pengungsi Rohingya masuk ke Aceh dalam bulan ini. Puluhan warga etnis Rohingya mendarat di pinggir pantai di Kecamatan Madat, Aceh Timur, pagi tadi.
"Ini terindikasi ada aktivitas mafia human trafficking. Tentu dari aspek kemanusiaan kita prihatin dengan peristiwa migrasi dari Rohingya, tapi di satu sisi yang lain ini aktivitas human trafficking sudah keterlaluan," kata Pj Gubernur Aceh Safrizal ZA saat ditemui di Kampus UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Kamis (31-10-2024).
Gelombang kedua Rohingya mendarat di Aceh Timur, pagi tadi. Enam orang di dalam rombongan tersebut meninggal dunia.
"Jumlah mereka ada 96 orang, 6 orang meninggal dunia," kata Kapolres Aceh Timur AKBP Nova Suryandaru saat dimintai konfirmasi detikSumut, Kamis (31-10-2024).
Pengungsi dalam Kapitalisme
Pengungsi dalam kapitalisme nyaris tidak memiliki tempat. Tak satupun negara sudi menampungnya. Sekat nasionalisme telah memutus ikatan akidah, dengan dalih yang beragam.
Manusia perahu adalah sekelompok orang tanpa identitas kewarganegaraan yang jelas. Hingga mereka terus terlunta-lunta dari satu negeri ke negeri lainnya. Sementara setiap individu dan jamaah masyarakat, tak mungkin menyelesaikan kebutuhan hidup mereka sendiri. Mereka membutuhkan penguasa yang bertanggung jawab terhadap urusan keseharian mereka.
Di negara asal mereka, yakni negara bagian Rakhine, puluhan ribu warga Rohingya terusir, sehingga akhirnya mereka harus tinggal di kamp-kamp kumuh, pada 2012. Tahun 2017, sebanyak 700.000 orang melarikan diri ke Bangladesh setelah tentara melancarkan operasi pembersihan brutal terhadap ribuan orang dengan membunuh, memperkosa serta membakar desa mereka.
Sekitar 600.000 di antara mereka masih bertahan di sana. Rentetan peristiwa yang diistilahkan PBB sebagai “pembersihan etnis”. Namun kini militer Myanmar justru merekrut mereka secara paksa. Jika menolak, keluarga mereka akan dihabisi. Maka wajar jika mereka berusaha ke luar dari negara tersebut, terapung di laut lepas menjadi manusia perahu, menuju negara-negara sekitar yang siap menampung mereka.
Sayangnya hanya para mafia human traficking yang seolah siap menolong mereka. Meski demikian, kebaikannya berbayar dan itupun tak menuntaskan persoalan mereka. Sungguh tak mungkin berharap pada penguasa negara manapun, tidak juga lembaga dunia.
Islam Memberi Penghidupan
Islam tidak akan membiarkan manusia, apalagi kaum muslim terlunta-lunta. Penguasa akan meriayah dan memberikan penghidupan yang baik kepada mereka. Seluruh kebutuhan dasarnya akan dipenuhi, hak mereka pun berada dalam jaminan negara.
Bahkan kelompok zionis Israel yang terbuang pun diberi tempat di wilayah kekuasaan Islam. Meski akhirnya mereka justru menjadi arogan dan memerangi negeri yang justru pernah menyelamatkan mereka.
Sekat nasionalisme sangat ampuh memutus ikatan akidah. Kaum muslim tercerai berai, tak sadar bahwasanya mereka adalah satu tubuh. Hingga tatkala saudara mereka, sesama muslim menderita, sejatinya nurani mereka tergerak untuk menyelamatkannya.
Begitu pula halnya dengan penguasa negeri muslim, akibat sekat maya tadi, abai terhadap penindasan yang terjadi di Rakhine. Meskipun sejatinya mereka mampu mengerahkan pasukan dan menghapus segala bentuk kejahatan.
Maka perlu ada satu institusi negara bagi kaum muslim, yang memiliki kekuatan global. Tidak hanya melindungi harta, darah dan jiwa kaum muslim, tapi juga warga nonmuslim, bahkan seluruh makhluk hidup berada dalam penjagaannya. Negeri itu adalah Khilafah, yang akan menegakkan hukum Allah secara kaffah, hingga terwujud Islam rahmatan lil a'lamin.
Hubungan Khilafah dengan negara yang memerangi kaum muslim adalah hubungan perang. Tidak boleh ada kerja sama di sana. Khilafah berdiri di atas syariat, menjadikannya sebagai negara yang tegas dan kuat melawan segala kemungkaran.
"Sesungguhnya imam/khalifah adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Jika ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan jika ia memerintahkan yang selainnya, ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR Muslim)
Tags
Opini