Ironi Penegak Hukum Kasus Korupsi di Negeri ini



By : Ummu Aqsha



Sungguh menghebohkan - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto menduga putusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani dugaan kasus gratifikasi terhadap Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep sarat intervensi. Hal tersebut disampaikan Hasto saat menanggapi pernyataan KPK yang menyatakan, pemberian fasilitas kepada putra bungsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu bukanlah gratifikasi.

“Kita melihat tampilan ada seorang anak presiden yang nyata-nyata itu merupakan bagian dari bentuk gratifikasi, tetapi ada akrobat hukum, sehingga dikatakan tidak ada gratifikasi,” ujar Hasto kepada wartawan di Tangerang, Banten, Minggu (3/11/2024). Menurut Hasto, penegakan hukum seharusnya memberikan rasa keadilan dan tidak tebang pilih. Dia pun khawatir keputusan KPK ini menjadi preseden buruk terhadap proses penegakan hukum.

Sebab, lanjut Hasto, masyarakat bisa menganggap bahwa hukum hanya ditegakkan kepada pihak-pihak yang tak memiliki kedekatan Maka hukum itu harus berkeadilan, hukum tidak bisa tebang-pilih karena rakyat akan mencatat itu. Negara yang seharusnya berbasis hukum, ternyata menjadi negara kekuasaan,” kata Hasto. “Penegakan hukum melihat siapa anaknya, siapa orang tuanya, maka ini akan menjadi problem yang serius, yang membuat kita sebagai bangsa akan terpuruk,” sambung Hasto. Hasto pun meyakini bahwa pimpinan dan jajaran KPK saat ini memiliki kemampuan dalam menjalan tugasnya. Namun, mereka tak berdaya ketika ada intervensi dalam proses penegakan hukum.
Pimpinan KPK itu sebenarnya hebat-hebat, tapi ada pihak-pihak yang mencoba mengendalikan KPK dengan melakukan intervensi. Di dalam disertasi saya kan dijelaskan terjadi abuse of power, dan ternyata kita melihat praktek-praktek itu berlanjut,” ucap Hasto.
Diberitakan sebelumnya, KPK memutuskan bahwa fasilitas pesawat jet pribadi yang digunakan Kaesang Pangarep ke Amerika Serikat, bukan termasuk gratifikasi (Kompas.com 3/11/2024).

KPK Usut Jet Pribadi Karsang
Bukan Gratifikasi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan penggunaan pesawat jet pribadi oleh putra Presiden RI Ke-7 Joko Widodo, Kaesang Pangarep bukan penerimaan gratifikasi. Meski demikian, KPK memastikan, keputusan itu tidak menggugurkan laporan masyarakat terkait dugaan penerimaan gratifikasi Kaesang.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, laporan itu tetap ditelaah di Direkorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM).
Ghufron mengatakan, fasilitas pesawat jet pribadi yang diterima Kaesang dinyatakan bukan gratifikasi karena ia bukan penyelenggara negara dan sudah hidup terpisah dari orangtuanya.
Nurul Ghufron pun menegaskan, keputusan ini diambil berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Kedeputian Pencegahan KPK berdasarkan laporan penggunaan jet pribadi yang disampaikan Kaesang ke KPK.

Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) telah mengirimkan dokumen memorandum of understanding (MoU) antara Pemerintah Kota (Pemkot) Solo dan PT Shopee International Indonesia ke KPK. Koordinator MAKI Boyamin Saiman menjelaskan, MoU tersebut ditandatangani langsung oleh Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Boyamin menyatakan, pihaknya ingin membantu KPK menelusuri dugaan gratifikasi fasilitas jet pribadi.

Alasan KPK ini menyesatkan. Siapa pun tahu bahwa Kaesang adalah putra Presiden Jokowi. Pemberian fasilitas untuk Kaesang jelas karena ia putra presiden, bukan semata individu Kaesang. Dengan demikian, fasilitas jet pribadi itu terkategori gratifikasi yang merupakan salah satu jenis korupsi berdasarkan Pasal 12B dan 12C UU Tipikor. Selain itu, Pasal 12B Ayat 1 UU Tipikor menyebutkan bahwa gratifikasi tidak mesti dalam bentuk barang, tetapi juga dalam bentuk fasilitas/jasa. Keputusan KPK yang membebaskan Kaesang menegaskan bahwa terjadi campur tangan kekuasaan dalam pengusutan kasus Kaesang.
Gulfstream G650ER yang diterima oleh adik Gibran, Kaesang Pangarep.
Pesawat tersebut diketahui dimiliki oleh Garena Online, perusahaan yang berada di bawah naungan Sea Limited, Singapura, bersama dengan Shopee.
menambahkan bahwa berdasarkan petunjuk teknis dari Kementerian Agama, anak, istri, dan termasuk saudara penyelenggara negara dilarang menerima gratifikasi (Kompas.com 1/11/2024).

Hukum Tebang Pilih

Berbagai masalah Korupsi masih marak di negri ini,mirisnya penanganan yang berbeda beda di lakukan pada setiap negara.
Contohnya kasus korupsi impor gula dan kasus jet kaesang. Nampak jelas
adanya tebang pilih dalam menegakan hukum. Inilah gambaran
penegakan hukum dalam Sistem sekuler Kapitalisme di mana yang kuat lah yang menang. Apalagi kekuasaan dapat mempermainkan hukum.
Sikap pemerintah yang tebang pilih juga tampak pada beberapa kasus korupsi yang penanganannya lambat dan bahkan ada yang tidak kunjung selesai meski sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu. Misalnya kasus korupsi timah yang merugikan negara hingga Rp271 triliun, juga kasus Bank Century, dana BLBI, dan KTP elektronik yang hingga kini belum tuntas.

Adagium ini terjadi dalam kapitalisme karena sistem ini berasaskan sekularisme yang menihilkan peran agama dalam kekuasaan. Keinginan untuk berkuasa merupakan salah satu penampakan naluri mempertahankan diri (garizah baqa’) dalam diri manusia. Hal ini sah-sah saja. Hanya saja ketika kekuasaan diwarnai tindakan korup, kerusakan jelas akan terjadi.

Kekuasaan yang cenderung korup dalam sistem sekuler kapitalisme akibat tidak ada kontrol agama terhadap perilaku manusia saat menjadi penguasa. Agama hanya boleh termanifestasi dalam sektor privat, yaitu akidah, ibadah, dan akhlak. Sedangkan dalam sektor publik yang salah satunya adalah sistem politik kenegaraan, agama tidak boleh hadir dan mengatur. Akibatnya, kekuasaan berjalan liberal, penguasa pun seolah-olah berwenang untuk berbuat semaunya demi meraih dan mempertahankan kekuasaannya, termasuk adanya tindakan korup.
Demikianlah, di dalam sistem sekuler kapitalisme, kekuasaan tidak tunduk terhadap hukum, tetapi malah bisa mempermainkan hukum. Korupsi tidak diberantas dengan tuntas, tetapi malah tebang pilih, padahal penegakan hukum harus terwujud jika ingin memberantas korupsi. Tidak boleh ada praktik tebang pilih dalam pemberantasan korupsi.

Islam Solusi Tuntas Mengatasi
Korupsi

Di dalam Islam, korupsi merupakan tindakan haram dan pelakunya berdosa. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepada dia telah kami berikan rezeki (gaji) maka yang diambil oleh dia selain itu adalah kecurangan (ghulul)

Tidak berhenti hanya pada tataran konsep, Islam menyelesaikan korupsi secara konkret dengan menutup semua celah korupsi. Secara asasi, sistem Islam membentuk akidah Islam pada diri setiap rakyat melalui sistem pendidikan, halaqah para ulama, dakwah para dai, dan konten Islami di media massa maupun media sosial. Dengan demikian akan terwujud self control pada diri umat Islam untuk selalu taat pada syariat dan menjauhi kemaksiatan yang salah satunya adalah korupsi.
Khilafah juga akan rutin menghitung harta kekayaan para pejabat dan membandingkan antara sebelum dan sesudah menjabat. Jika ada kenaikan jumlah harta secara tidak wajar, ia diminta mempertanggungjawabkan asal harta tersebut. Jika ia tidak mampu mempertanggungjawabkan asal hartanya, hartanya akan disita oleh negara dan dimasukkan ke baitulmal.

Khilafah akan menegakkan hukum dengan adil, tidak ada tebang pilih. Khilafah juga memberi sanksi tegas pada koruptor. Dengan demikian, siapa pun yang terbukti berbuat korup akan dihukum, meski ia keluarga pejabat. Mereka akan diumumkan (tasyhir) di media massa sehingga hal itu menjadi sanksi sosial. Selain itu, kadi akan menetapkan sanksi takzir bagi koruptor. Hukumannya berdasarkan ijtihad khalifah atau kadi sebagai wakilnya dalam menangani tindak pidana, termasuk kasus korupsi. Hukuman tertinggi atas tindakan korupsi bisa sampai hukuman mati. Sedangkan hukuman lainnya bisa berupa penjara, pengasingan, atau denda. Semua hukuman itu akan memberi efek jera pada pelaku (zawajir) dan menebus dosanya di akhirat (jawabir).

Sistem Islam akan menjamin kepastian hukum bagi masyarakat. Siapa pun yang bersalah akan dihukum, meski ia anak khalifah. Hal ini dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab ra.. Ia melihat unta milik putranya sangat gemuk, ternyata unta itu dipelihara di tempat khusus untuk unta baitulmal. Khalifah Umar pun segera menyuruh agar unta tersebut dijual dan keuntungannya dimasukkan ke baitulmal. Demikianlah ketegasan Khalifah Umar dalam mencegah korupsi, baik terkait dirinya maupun keluarganya. Dengan penerapan mekanisme Islam ini, Insyaallah seluruh negeri akan terbebas dari korupsi. 

    Wallahualam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak