Oleh: Julia Ummu Adiva
Serentetan berita di tanah air rasanya tak kunjung selesai, khususnya di dunia remaja yang membuat kita sebagai pendidik dan orang tua merasa tercengang, kenapa tidak? Mulai dari tingginya biaya UKT, belum lagi pinjol, judol, bully, tawuran, freesex, aborsi, gaming, gangguan mental, kasus bunuh diri dan banyak lainnya.
Seperti yang belum lama ini terjadi yakni kasus bunuh diri di area parkir Metropolitan Mall Bekasi menggambarkan bagaimana rapuhnya mental generasi remaja. (kompas.id, 24/10/2024)
Menurut Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), survei kesehatan mental nasional pertama untuk remaja 10-17 tahun di Indonesia. Hasil survei menunjukkan satu dari tiga remaja Indonesia menghadapi masalah kesehatan mental yakni setara dengan 15,5 juta remaja.
Lebih mengkhawatirkan, satu dari dua puluh remaja (2,45 juta) terdiagnosis gangguan mental, sesuai dengan panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Edisi Kelima (DSM-5) yang menjadi panduan penegakan diagnosis gangguan mental di Indonesia. Dikutip dari laman resmi UGM, Rabu (16/10/2024).
Berdasarkan I-NAMHS (2022), gangguan mental yang paling banyak diderita remaja adalah gangguan cemas (gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas menyeluruh) sebesar 3,7%, diikuti oleh gangguan depresi mayor (1,0%), gangguan perilaku (0,9%), serta gangguan stres pasca-trauma (PTSD) dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) masing-masing sebesar 0,5%. Tekanan akademik, perundungan siber, dan perubahan sosial budaya telah menciptakan lingkungan yang semakin menantang bagi kesehatan mental generasi muda.
Survei Kesehatan Indonesia (2023), mengungkapkan depresi sebagai penyebab utama disabilitas pada remaja, dengan generasi Z (15-24 tahun) tercatat paling rendah dalam mengakses pengobatan. Kondisi ini dapat memicu peningkatan masalah sosial seperti bunuh diri dan penyalahgunaan zat terlarang. Pemahaman yang baik mengenai faktor penyebab depresi pada kelompok ini menjadi kunci penting dalam penyusunan strategi intervensi (Kemenkes, 2023).
Data dan kasus diatas serta yang keluap ke masyarakat seharusnya membuat Generasi Z melek bahwa dunianya sedang tidak baik-baik saja, bak angin yang menghembuskan semilir dengan syahdu hingga melenakan. Ditambah dengan kemajuan teknologi saat ini betapa jahatnya di balik layar kehidupan sosial media yang tampak sempurna hingga membuat Generasi Z terbuai, bertingkah tanpa rasa malu sampai menabrak hukum syara. Hingga dampak yang terasa pun sungguh mengkhawatirkan, yang menjadi ancaman serius bagi generasi penerus bangsa. Ditambah dengan munculnya Fenomena feat of missing out (FOMO) dimana seseorang merasa tertinggal dari aktivitas sosial orang lain yang di pamerkan di media sosial sehingga menjadi pemicu kecemasan dan ketidakmampuan dalam memuaskan terhadap dirinya sendiri. Belum lagi budaya konsumerisme, hedonisme, permisifisme dan lainnya yang menjadi daya rusak dalam gaya hidup.
Padahal Gen Z merupakan modal besar yakni sebagai agent of change (agent perubahan) artinya pemuda merupakan aspek besar bagi perubahan terutama untuk negara, namun sebagaimana yang kita tahu dalam sistem demokrasi justru sebaliknya, bahwa sumber kebahagiaan dijadikan asas dalam segala hal, bagaimana mengejar cuan dengan segala cara dihalalkan walaupun itu menabrak syari'at Allah. Padahal yang kita tahu itu hanyalah kebahagiaan yang fana dan semu yang ketika tidak tersampaikan bunuh diri menjadi akhir dari penyelesaian, atau membuat individu nya menjadi bermental illnes, strawberry, mudah rapuh, bahkan inginnya serba instan tanpa tau proses terlebih dahulu.
Serta didukung dengan pendidikan saat ini, outputnya sungguh jauh dari Akhlakul Karimah, minim adab karna aqidah tidak terhujam dan tertanamkam dengan kuat terutama ketika menghadapi problematika kehidupan, seakan mereka tak tau arah dan bingung, ya itu semua karna sistem bobrok yang diterapkan yang sudah mengakar mendarah daging.
Tentu hal ini harus diatasi sesegera mungkin, sistem kapitalis sekuler telah menjauhkan generasi dan umat dari tujuan penciptaan manusia sesungguhnya serta menjauhkan setiap individunya dari Islam. Adanya partai yang shahih akan membina mereka agar terbentuknya syakhsiyyah Islamiyyah yang siap membela Islam dan membangun peradaban gemilang.
Selain itu, mencampakan sistem demokrasi yang dengan nyatanya merusak umat dalam segala aspek harus diganti dengan sistem Islam yang akan menyelematkan umat dari segala kefasadan. Islam akan mengaktivasi peran generasi muda termasuk Gen Z Gen Alpha dan generasi selanjutnya dengan berasaskan aqidah yang kuat.
Perubahan hakiki hanya bisa dicapai dengan siyasah (politik) sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah. Dengan partai politik akan membentuk para anggotanya memiliki berkepribadian Islam, berinteraksi dengan umat menyampaikan dakwah Islam kemudian menerapkan syariat Allah. Keberadaan partai ini akan memaksimalkan potensi generasi muda hanya dalam kebaikan. Maka tak heran pada masa kegemilangan Islam banyak lahir individu-individu dan ilmuwan hebat, setiap saat mereka ditempa tsqofah dan hanya menghabiskan waktunya dalam ketaatan kepada Allah. Adabnya pun sungguh luar biasa terpancar, mereka rela mengejar syahid demi meninggikan kalimat Allah semata.
Generasi Z sudah saatnya kalian sadar tebangun dari lelapnya tidur. Mari bersama kembali pada Islam yang akan menyelamatkan seluruh umat dengan menjadi bagian dalam barisan perjuangan ini dan bangga berislam kaffah lalu menyebarkan hingga terwujudnya peradaban Islam yang gemilang dan cemerlang agar kalimat-kalimat Allah dan rahmatNya terasa ke seluruh penjuru alam.
Wallahu-a'lam bish-shawab[].
Tags
Opini