Oleh: Minah, S.Pd.I
(Praktisi Remaja, Pengajar, dan Penulis)
Kita diingatkan sebuah hari yang bersejarah, tepatnya 10 Nopember yakni diperingati sebagai Hari Pahlawan. Saat itu pula kita diingatkan bahwa pada peristiwa itu sangatlah bersejarah bagi Bangsa Indonesia. karena pada tanggal 10 Nopember 1945, tentara Belanda berusaha menguasai kembali Indonesia dengan memanfaatkan kehadiran tentara sekutu yang akan mengambil alih kekuasaan atas kepulaan Nusantara.
Rakyat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya tiga bulan sebelumnya, pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan sendirinya tidak dapat menerima kehadiran tentara sekutu yang ditunggangi oleh tentara Belanda tersebut. Dengan persenjataan yang serba sederhana tetapi dengan semangat yang tinggi untuk mempertahankan kemerdekaan, para pejuang melancarkan perlawanan habis-habisan terhadap tentara sekutu yang menyerbu Surabaya dengan persenjataan yang jauh lebih modern, baik dari laut, udara maupun darat.
Fatwa ulama Jawa Timur yang menyatakan bahwa perang untuk mengusir penjajah adalah jihad fi sabilillah mengobarkan semangat tempur para pejuang. Ribuan arek-arek Surabaya gugur dan menjadi syuhada’ dalam pertempuran itu. Namun pertempuran tersebut telah membuka mata dunia internasional bahwa Bangsa Indonesia yang berdaulat masih ada dan putra putri Indonesia telah bertekad bulat untuk mempertahankan kemerdekaan hingga titik darah penghabisan. karena itu, setiap tanggal 10 Nopember, kita diingatkan akan sebuah hari yang bersejarah tersebut, yakni hari Pahlawan.
Kepahlawanan dalam Islam, khususnya dalam konteks keindonesiaan merupakan sebuah tema yang menarik untuk dikaji, mengingat sebagian bangsa kita cenderung mereduksi (mengurangi) dan mempersempit makna pahlawan.
Pahlawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang berjuang dengan gagah berani dalam membela kebenaran. Atas rujukan tersebut, menjadi pahlawan adalah hal yang memungkinkan bagi setiap orang, tidak mengenal latar belakang sosial, siapapun dapat menjadi seorang pahlawan. Dalam konteks kenegaraan/kebangsaan, seorang pahlawan yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’aala yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini di dalam Al-Qur'an adalah orang-orang yang berjuang di jalan Allah (fî sabîl-i ‘l-Lâh).
"Dan janganlah kalian sekali-kali mengatakan bahwa orang-orang yang berjuang (terbunuh) di jalan Allah itu mati melainkan mereka hidup tetapi kita tidak menyadari". (QS. Al-Baqarah:154)
Oleh karena itu, kita harus bisa memberi manfaat kepada para generasi penerus kita, generasi pahlawan era milenial, dengan menanam kebaikan pada saat ini. Atau dengan kata lain, kita mengisi kemerdekaan ini dengan berbuat baik untuk negara dan masyarakat. Bukan merusak ataupun merugikan namun kita berbuat kebaikan. Allah Ta'ala berfirman :
"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan."(QS An-Nahl : 97).
Begitulah, janji Allah. Bila kita berbuat baik untuk negeri ini, Allah akan memberikan kehidupan yang baik untuk kita. Terjauh dari malapetaka, krisis segala lini, bencana, dan lain sebagainya. Seperti para pejuang kemerdekaan yang telah berbuat baik dengan mengorbankan jiwa raganya untuk kemerdekaan dan kita bisa menikmati hasilnya dengan baik. Yaitu, bebas dari penjajahan. Karenanya dibutuhkan generasi yang berkualitas, yakni pemuda yang mampu mengukir peradaban yang gemilang.
Pemuda adalah agen perubahan, dialah penerus bangsa yang mampu mengubah wajah peradapan. Usia mereka yang kuat dan produktif, dan mampu menjadi agent of change. Para pemuda harus memahami identitas dirinya. Berpegang teguh pada prinsip yang kuat. Prinsip yang lahir dari sebuah keyakinan dalam memandang kehidupan. Agar mampu menjadi pemuda pengukir peradapan.
Lantas, sekarang adalah tugas kita untuk berbuat baik, berkorban untuk negeri ini agar Allah menyediakan kehidupan yang baik pula untuk anak-anak cucu. Apabila kita bersikap sebaliknya. Mengisi kemerdekaan dengan perbuatan yang dilarang oleh Allah, maka kita hanya bisa berlindung dari segala murka-Nya.
Watak manusia adalah merasa tidak cukup dengan apa yang dimiliki. Kemudian menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Mereka mengisi kemerdekaan ini dengan saling sikut kiri-kanan padahal mereka adalah saudara sebangsa sendiri. Tujuannya hanya untuk kepentingan pribadi atau golongan untuk memperkaya diri. Hal ini tentu tidak diajarkan oleh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi Wassalam.
Masih ada harapan bagi Pemuda untuk bangkit, generasi era milenial adalah lebih dari sekadar penerus tongkat estafet. Di pundak kalianlah harapan bangsa, terwujudnya kembali kejayaan Islam. Karena kalian adalah agent of change, generasi yang akan menenggelamkan kelamnya peradaban sekuler dan menggantinya dengan peradaban Islam yang penuh cahaya kemuliaan. Wallahua’lam.
Tags
Opini