Oleh Reni Mardiani, S.Pd.
Melansir berita yang ada di media sosial (https://bandungraya.net/gen-z-kabupaten-bandung-tampang-dan-popularitas-tak-cukup-kami-butuh-pemimpin-berkualitas.html) dengan topik “Gen Z Kabupaten Bandung: Tampang dan Popularitas Tak Cukup, Kami Butuh Pemimpin Berkualitas”, ketidakhadiran satu calon bupati dari dua calon bupati Bandung dalam diskusi “Menguji Kapabilitas Calon Bupati Kabupaten Bandung” membuat kecewa Gen Z. Padahal menurut Gen Z, acara tersebut dimaksudkan untuk memilih calon bupati atau pemimpin yang peduli dan mengerti aspirasi generasi muda serta memiliki kapabilitas tinggi.
Selain itu, diskusi tadi menjadi kesempatan emas bagi para calon bupati untuk mendengarkan aspirasi dan kritik langsung dari generasi muda (Gen Z) sekaligus untuk menguji dan membandingkan kapasitas dan kapabilitas kedua calon bupati bandung tersebut. Ketidakhadiran salah satu paslon tersebut dengan cara membatalkan secara mendadak membuat kecewa ratusan generasi Z karena tidak bisa mengetahui kapasitas dan kapabilitasnya. Menurut Gen Z seorang pemimpin tidak cukup bermodal tampang dan popularitas, tetapi harus mempunyai kapabilitas yang mumpuni dan komitmen tinggi untuk menyejahterakan masyarakat.
Berbicara tentang pemimpim, Islam memiliki pandangan sendiri tentang seorang pemimpin. Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari-Muslim, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinnya.”
Islam juga menekankan seorang pemimpin yang baik harus memiliki sikap amanah. Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah SAW yang diriwayatkan HR Muslim yang berbunyi, “Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin dengan baik.”
Dari pernyataan Rasulullah tersebut, betapa besar tanggung jawab yang akan diemban oleh seorang pemimpin, maka seyogyanya seorang pemimpin harus memiliki iman dan ketaqwaan yang kuat pada Allah SWT sehingga dapat menjalankan kepemimpinannya sesuai aturan Allah dan Rasul-Nya.
Di samping itu, pemimpin di dalam Islam tidak boleh zalim terhadap rakyatnya, dan seorang pemimpin harus memiliki kebijakan yang benar dan tidak mengikuti hawa nafsunya. Hal ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin harus bersikap adil, amanah, dan mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Selain itu, seorang pemimpin harus mampu mempersaudarakan dan menjaga persatuan dan kesatuan umat, memerintahkan orang mukmin untuk mengajak manusia melakukan kebajikan, lalu menyuruh berbuat baik dan mencegah perbuatan munkar sebagaimana di jelaskan dalam firman Allah SWT QS Ali-Imran ayat 103.
Dari beberapa pernyataan hadits tersebut dan dikaitkan dengan fakta di atas tentang memilih pemimpin yang berkualitas, Islam memberikan solusi atau gambaran yang jelas tentang kriteria pemimpin.
Pemimpin di dalam Islam harus memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kuat, sehingga memiliki rasa takut yang tinggi akan pertanggungjawaban yang berat di sisi Allah SWT. Dengan kesadaran tersebut seorang pemimpin akan menjalankan amanah kepemimpinannya dengan sebaik mungkin sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagai teladan seluruh umat manusia dalam bersikap amanah, adil, jujur, kasih sayang, tegas, dan penuh tanggung jawab dalam menjalakan kepemimpinannya.
Salah satu contoh kisah pemimpin pada masa pemerintahan Islam di masa lalu yaitu Abu Bakar Ash-Shidiq ra sesaat setelah dibaiat menjadi khalifah. Karena khawatir menyimpang dalam menjalankan amanahnya, beliau pernah berkata, “Sungguh aku telah diangkat menjadi pemimpin kalian, padahal aku bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Karena itu jika aku berbuat baik, bantulah aku, jika aku berbuat salah, luruskanlah aku” (Lihat: Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayahm 5/248; Ibnu Badis, Atsar Ibni Badis, 2/401).
Demikianlah betapa besar loyalitas dan kekhawatiran seorang pemimpin di dalam Islam atas amanah kepemimpinan dan pertanggunganjawabannya di hadapan Allah SWT kelah di akhirat, sehingga mereka benar-benar menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Berbeda dengan pemimpin-pemimpin saat ini di sistem sekulerisme kapitalisme yang mana jabatan kepemimpinan dengan hausnya diperebutkan di panggung politik seolah tidak mempunyai rasa takut kelak di hadapan Allah SWT.
Maka akhirnya kepemimpian yang baik akan didapat pada sistem yang baik dan shahih, yaitu sistem yang berlandaskan aqidah Islam dan hanya bisa terwujud di dalam sebuah institusi Islam Daulah Khilafah. Wallahu a’lam bishshawab.
Tags
Opini