Oleh. Lilik Yani
Persepsi yang muncul ketika ada pergantian menteri, sungguh membuat rakyat risi. Kebijakan baru akan muncul mengiringi pengangkatan menteri baru. Sungguh, umat sudah jenuh dan prihatin dengan pertumbuhan pendidikan yang berganti-ganti tapi tak menunjukkan hasil yang bisa dinikmati.
Harapan umat agar lahir generasi tangguh yang beriman dan bertakwa kepada Allah masih jauh panggang dari api. Kebanyakan yang tampak adalah mudah rapuh dan manja, takut menghadapi lawan yang sudah siap bertanding di medan pertempuran.
Akan menjadi apa mereka kelak, jika menata diri saja belum mandiri? Harus memakai kurikulum apa dan sosok menteri seperti siapa yang bisa menghasilkan sosok lulusan pelajar tangguh, taat Allah dan peduli umat.
Bagaimana akan terwujud generasi tangguh calon pemimpin umat jika program pendidikan berganti-ganti dan berbasis duniawi?
Dilansir dari Republika.co, - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti pekan ini menghadiri rapat kerja perdana dengan Komisi X DPR RI. Dalam rapat itu, Mu'ti memaparkan program prioritas lewat semangat dan slogan Kemendikdasmen, yaitu mencerdaskan dan memajukan bangsa.
Visi besar Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah adalah pendidikan bermutu untuk semua, yang diambil dari UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Ia melanjutkan beberapa program prioritas Kemendikdasmen, di antaranya ialah penguatan Pendidikan Karakter.
Program ini meliputi pelatihan bimbingan konseling dan pendidikan nilai untuk guru kelas, peningkatan kompetensi guru bimbingan konseling (BK) dan guru agama, pengangkatan guru BK, penanaman karakter tujuh kebiasaan anak Indonesia, dan makan siang bergizi. Kedua, program wajib belajar 13 tahun dan pemerataan kesempatan pendidikan yang meliputi afirmasi pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, misalnya rumah belajar, pendidikan jarak jauh, dan PAUD, serta memfasilitasi relawan mengajar.
Benarkah Ganti Menteri Ganti Kebijakan?
Banyak kalangan mengkritik pergantian kementerian bidang pendidikan pasti diikuti pergantian kebijakan. Menjawab kritikan itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menyebut itu hal lumrah.
Mendikdasmen mengakui ia juga akan melakukan sejumlah perubahan dalam kebijakan pendidikan di masa kepemimpinannya. Namun, Abdul Mu'ti menegaskan kebijakan yang sudah memiliki dasar-dasar baik tetap akan dilanjutkan. Ia menegaskan akan melakukan sejumlah perubahan kebijakan pendidikan di masa kepemimpinannya bila memang ada hal-hal yang mesti diubah.
Perubahan itu akan mencakup perubahan yang bersifat perbaikan hingga membuat terobosan kebijakan yang benar-benar baru. Menurut Mu'ti, perubahan kebijakan dalam pergantian menteri merupakan sebuah dinamika yang sulit dihindarkan. Ini sebuah dinamika yang tidak bisa dihindari. Sama seperti di media, kalau ganti pemred tentunya ada perubahan. Kalau sama saja, untuk apa diganti?
Pendapat lain tentang ganti menteri ganti Kebijakan
Ungkapan para antagonis kebijakan di negeri kita, Indonesia, adalah “Bila ganti Menteri, maka akan ganti kebijakan”. Hal ini sangat umum didengar oleh kita atas perubahan arah politik yang diawali oleh pemilu. Ini normal. Setiap aras politik memiliki mimpi sendiri dalam meneguk simpatik rakyatnya. Masalah mimpi itu rasional atau tidak, itu masalah lain. Masalah mereka laksanakan atau tidak, banyak alibi untuk mengelaknya.
Salah satu komponen hasil politik pemilu adalah mengganti menteri. Menteri yang sangat berpengaruh dalam kebijakan rakyat banyak adalah menteri keuangan/ekonomi, menteri kesehatan dan menteri pendidikan.
Dalam konteks perubahan kebijakan, semua menteri memiliki kecenderungan yang sama untuk merubah arah kebijakan masing-masing kementeriannya. Mereka memiliki visi misi yang harus mengacu kepada keinginan presiden sebagai bosnya. Namun, menurut saya, kementerian yang sangat berpengaruh adalah kementerian pendidikan (dan kebudayaan, kemendikbud).
Kemendikbud bisa jadi kementerian yang paling sering mendapatkan sorotan “ganti menteri, ganti kebijakan”. Kementerian ini pula yang sering mendapatkan pro dan kontra dalam kehidupan bernegara kita. Kementerian ini adalah satu-satunya lembaga yang mengurus semua rakyat Indonesia, karena tidak ada satupun manusia Indonesia yang luput dari dunia pendidikan, mulai dari anaknya sampai orang tuanya. Maka, tidak heran kemdikbud sering dikritik apabila ada perubahan mindset kependidikannya.
Tujuan dari “mental” ganti menteri ganti kebijakan bisa jadi adalah sangat baik. Itu disesuaikan dengan perkembagan kehidupan manusia yang beragam. Bisa jadi alasan-alasan itu sangat menguntungkan bagi bangsa, karena kita tahu orang di kemdikbud adalah orang-orang hebat dan pilihan.
Pergantian kurikulum harus bersandar kepada hasil evaluasi kurikulum. Idealnya, pergantian kurikulum adalah penyempurnaan kurikulum bukan pergantian kurikulum yang drastis. Persiapan implementasinya harus benar-benar siap, dan perlu uji publik yang benar.
Pentingnya Sistem Pendidikan Islam
Berbagai perubahan dalam sistem pendidikan nasional selama ini, nyatanya belum mampu mewujudkan manusia seutuhnya, generasi beriman dan bertakwa, dan trampil sebagaimana tujuan Pendidikan. Perubahan ini bisa terjadi akibat ketidak jelasan visi dan misi Pendidikan yang diterapkan negara, atau pun demi menyesuaikan dengan tuntutan global atau dunia industri.
Di sisi lain, adanya perubahan kurikulum, namun tetap dengan asas sekuler kapitalisme tidak akan pernah menghasilkan generasi unggul. Potret generasi yang dihasilkan adalah generasi minim adab, berpikiran bebas (liberal), makin berpotensi berbuat kerusakan dan masalah di tengah-tengah masyarakat.
Sebagaimana diketahui, dalam sistem pendidikan sekuler sebagaimana saat ini, peran agama (Islam) dikerdilkan, bahkan disingkirkan. Akibatnya sangat fatal. Di antaranya adalah dekadensi moral di kalangan remaja/pelajar yang makin parah, sebagaimana telah disinggung di atas. Sebabnya, para remaja/pelajar tersebut tidak dibekali dengan bekal pendidikan agama yang cukup.
Oleh karena itu, di Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim, sistem pendidikan bukan saja harus mengikutsertakan agama (Islam). Bahkan, sudah seharusnya Islam menjadi dasar bagi sistem pendidikan sekaligus mewarnai seluruh kebijakan pendidikan di tanah air.
Dalam Islam, pendidikan dapat dimaknai sebagai proses manusia menuju kesempurnaan sebagai hamba Allah Swt.. Dalam Islam ada sosok Rasulullah Muhammad saw. yang wajib menjadi panutan (role model) seluruh peserta didik. Ini karena Allah Swt. berfirman,
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Sungguh engkau memiliki akhlak yang sangat agung.” (QS Al-Qalam [68]: 4).
Allah Swt. pun berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
“Sungguh pada diri Rasulullah saw. itu terdapat suri teladan yang baik.” (QS Al-Ahzab [33]: 21).
Keberadaan sosok panutan (role model) inilah yang menjadi salah satu ciri pembeda pendidikan Islam dengan sistem pendidikan yang lain. Karena itu dalam sistem pendidikan Islam, akidah Islam harus menjadi dasar pemikirannya. Sebabnya, tujuan inti dari sistem pendidikan Islam adalah membangun generasi yang berkepribadian Islam, selain menguasai ilmu-ilmu kehidupan seperti matematika, sains, teknologi dll.
Hasil belajar (output) pendidikan Islam akan menghasilkan peserta didik yang kukuh keimanannya dan mendalam pemikiran Islamnya (tafaqquh fiddin). Pengaruhnya (outcome) adalah keterikatan peserta didik dengan syariat Islam. Dampaknya (impact) adalah terciptanya masyarakat yang bertakwa, yang di dalamnya tegak amar makruf nahi mungkar dan tersebar luasnya dakwah Islam.
Pemikiran (fikrah) pendidikan Islam ini tidak bisa dilepaskan dari metodologi penerapan (tharîqah)-nya, yaitu sistem pemerintahan yang didasarkan pada akidah Islam. Oleh karena itu, dalam Islam, penguasa bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan pendidikan warganya. Sebabnya, pendidikan adalah salah satu di antara banyak perkara yang wajib diurus oleh negara. Rasulullah saw. bersabda,
الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Ketika Pendidikan Islam Ditetapkan oleh Negara
Pada masa Khilafah Islam, pendidikan Islam mengalami kecemerlangan yang luar biasa. Ini ditandai dengan tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis ilmu pengetahuan, serta lahirnya ulama dan ilmuwan yang pakar dalam berbagai disiplin pengetahuan.
Kemajuan pendidikan pada masa keemasan peradaban Islam ini, bahkan telah terbukti menjadi rujukan peradaban lainnya. Disebutkan bahwa Barat telah berutang pada Islam dalam hal pendidikan dan sains. Utang tersebut tidak ternilai harganya dan tidak akan pernah dapat terbayarkan sampai kapan pun.
Alhasil, saatnya beralih ke sistem pendidikan Islam karena sudah terbukti kejayaannya, lahirnya pemuda-pemuda tangguh yang beriman dan bertaqwa, terus berjuang menjadi pembela Islam. Wallahualam bissawab.
Tags
Opini