Oleh Dwi March Trisnawaty, Mahasiswi Magister Universitas Airlangga
Diliput dari metrotv.news pada 3/10/2024 awalnya tertangkap 14 pelaku menjadi 16 orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perlindungan judi online, yang melibatkan pegawai hinga staf ahli Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Di antaranya ada dua belas tersangka merupakan pegawai dan staf ahli Komdigi serta empat warga sipil. Tersangka salah satu pegawai Komdigi dalam kasus tersebut mengatakan bahwasannya ada 5000 situs judol seharusnya diblokir. Namun, hanya memblokir 4.000 dari 5.000 situs judi online yang sisanya malah 'dibina'. Dari mengurus 1.000 situs judi online yang dibina, kedelapan operator mendapatkan gaji sebesar Rp 5.000.000 dalam sebulan. Hal ini dikarenakan adanya keuntungan besar didapatkan dari menghindari pemblokiran web judol ilegal dengan mematok harga 8,5 juta setiap web.
Komdigi merupakan kementrian degan tugas khusus dalam menangani pemberantas situs web ilegal yang membahayakan dan merugikan rakyat seperti situs judi online justru berkesempatan meraup keuntungan. Inilah realita sistem kapitalis dan sekularisme yang mendewakan materi di atas segala-galanya. Alhasil, memblokir situs judi online/judol hanya angan-angan belaka ketika aparatur negara yang seharusnya memberantas justru memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri bahkan kelompok. Lemahnya sistem hukum menjadikan cita-cita pemberantasan situs judi semakin menjauhkan visi misi dari harapan gambaran kehidupan yang sejahtera.
Kondisi ini tentu saja tak bisa dilepaskan dari paradigma penerapan sistem hidup sekuler kapitalis yang diterapkan hari ini, yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan. Permasalahan judi online telah menjadi lingkaran setan yang menggerogoti tatanan masyarakat muslim. Banyaknya dampak negatif yang dialami setelah terjerumus dalam permainan haram ini. Mulai dari keuangan serba kesulitan, stress, sosial terganggu, turunnya semangat hidup, masalah kesehatan, dikenai pasal hukum hingga hubungan menjadi tidak harmonis di dalam keluarga, pertemanan serta pekerjaan ungkap anggota Komisi I DPR, Farah Nahlia.
Sedangkan Islam jelas-jelas mengharamkan judi, Allah Taala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS Al-Maidah [5]: 90—91).
Tidak hanya itu saja, pengaturan dalam Islam juga menutup rapat celah terjadinya judi melalui mekanisme tiga pilar, yakni ketakwaan individu, kontrol masyarakat dan penerapan sistem hukum yang tegas dan menjerakan oleh negara
Secara tegas kepala negara (Khalifah) akan memberantas tuntas hingga ke akar-akarnya. Penjagaan ketat terhadap transaksi-transaksi online yang bathil dan merusak. termasuk situs website dan konten-konten yang berbahaya akan dipantau secara berkala, agar tidak meracuni pemikiran masyarakat. Salah satunya, melalui sistem pendidikan Islam memberikan edukasi berbentuk aqidah Islam. Hingga mampu membentuk umat kepribadian Islam sehingga terwujud SDM yang amanah dan taat pada aturan Allah. Masyarakat niscaya memiliki pribadi khas sesuai dengan petunjuk Allah yakni amar makruf nahi mungkar.
Allah Taala berfirman: Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Sebagian di antara mereka ada orang-orang yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. (Q.S Ali Imran: 110)
Wallahualam bishshawab.
Tags
Opini