Anak-anak Tak Aman Tanpa Sistem Islam




Oleh : Eka Ummu Hamzah 



Selasa tanggal 29 Oktober 2024, heboh penemuan bayi yang sudah tidak bernyawa berumur satu tahun didalam parit di Desa Karang Gading, Sumatra Utara. Pelakunya ternyata ibu kandungnya sendiri.( Serambinews.com. Kamis, 31 Oktober 2024)

Sering kita mendengar bahwa anak adalah titipan dari Allah terutama bagi kedua orang tuanya. Orang tua akan merawat, mendidik, serta menyayangi anak-anaknya, karena ia akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. Namun, apa yang kita saksikan saat ini jauh dari kata-kata tersebut,  banyak pelaku kekerasan terhadap anak justru datang dari orang-orang terdekat mereka seperti berita diatas. Ini adalah satu kasus dari ratusan kasus kekerasan anak yang dilakukan oleh orang terdekat. Akhirnya keluarga bukan lagi tempat yang aman untuk anak.

Masih banyak lagi kasus-kasus yang menimpa anak di negeri ini.  Ada ibu yang  menggauli anaknya, ayah yang menjual anaknya, ayah yang membunuh anak istrinya, ibu yang membunuh anaknya, dan masih banyak lagi. Belum lagi kasus terabaikannya hak anak, hak pengasuhan misalnya, banyak orang tua era sekarang ini menitipkan anaknya pada jasa pengasuh anak dengan alasan bekerja, akhirnya anak jauh dari kasih sayang orang tua. Juga hak memperoleh pendidikan, banyak anak-anak di negeri ini putus atau bahkan tidak bersekolah karena mahalnya biaya pendidikan. Anak-anak tak punya pilihan lain selain tidak bersekolah karena tuntutan ekonomi dan kondisi keuangan yang minim. Begitupula kekurangan gizi, angka stunting di negeri ini mencapai 21,6 persen, artinya satu dari lima anak Indonesia mengalami stunting.

Nasib anak-anak saat ini berada dalam dunia serba gelap. Berbagai tekanan mental, sosial, psikologi, bahkan ekonomi telah merampas dunia ceria mereka. Angka kekerasan terhadap mereka terus bertambah. Situasi ini diperparah dengan pesatnya teknologi internet dan mobile phone. Banyak konten-konten medsos tanpa sensor yang kerap tidak memberikan manfaat bagi anak-anak. 

Berbagai kasus yang menimpa anak-anak saat ini membuka mata kita bahwa persoalan anak di negari ini ibarat gunung es.
Ini semua akibat sistem hidup sekuler yang melahirkan nilai-nilai hidup yang salah di masyarakat.
Sistem sekuler telah merubah naluri manusia menjadi naluri yang hanya mementingkan hawa nafsu, menjadikan akal hanya memikirkan bagaiman memenuhi keinginan tanpa disertai standar halal haram. Menjadikan agama hanya sebatas formalitas sebagai identitas bukan sebagai landasan dalam kehidupan. Maka tidak heran dalam sistem ini kita mendapati orang tua yang rela menjual anaknya hanya karena faktor uang, ada juga orang tua yang tega menggauli anaknya hanya karena tidak mampu menahan dorongan nafsu seksnya. Ketiak pemahaman agama tidak menjadi standar, maka hawa nafsu menjadi penentu dalam berbuat.

Lingkungan dan negara juga telah abai dalam menjamin keamanan pada anak. Kehidupan masyarakat di mwarnai dengan kehidupan yang materialistis dan hedonis. Ringannya hukuman bagi pelaku kejahatan terhadap anak juga menjadi bukti lemahnya jaminan negara atas keamanan anak. 

Berbeda dengan jika yang diterapkan adalah sistem Islam. Islam sangat memperhatikan kesejahteraan keluarga, karena keluarga adakah benteng pertahanan pertama dalam mendidik serta mencetak generasi emas. Islam telah memberikan peran masing-masing pada ayah dan ibu, ibu bertugas sebagai ummun wa rabbatul baiyt yakni sebagai pengurus rumah tangga dan sekaligus sebagian madrasatul ula atau sekolah pertama bagi anak-anaknya. Karena tugas ibu ada didalam rumah maka Allah kewajiban mencari nafkah ada pada laki-laki atau ayah. Sebagaimana firman Allah SWT:
"Kewajiban bapak memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf..." ( QS Al-Baqarah: 233). Pada saat yang sama negara juga menyiapkan lapangan pekerjaan bagi para ayah. Negara akan memberikan pekerjaan dan mempermudah jalannya mencari pekerjaan sesuai dengan kemampuan masing-masing. 

Negara juga akan menciptakan lingkungan yang aman ditengah-tengah masyarakat dengan diterapkannya sistem pergaulan Islam. Sistem ini mengatur hubungan interaksi laki-laki dan perempuan, bahwa kehidupan asal mereka adalah terpisah kecuali ada alasan syar'i bagi mereka untuk bertemu. Dengan diaturnya interaksi ini maka akan meminimalisir terjadinya pelecehan terhadap seksual terhadap anak khususnya. Tidak lupa juga sanksi berat bagi para pelaku kejahatan. Hukum qishas bagi pelaku pembunuh, penganiayaan dan lain-lain, hukum cambuk dan rajam bagi para pelaku zina, dan hukuman-hukuman lainnya yang telah diterapkan oleh syari'at Islam sesuai dengan kadar kemaksiatan dan kejahatan yang dilakukan. Fungsi adanya hukuman ini adalah jawabir sebagai penebus dosa dan jawazir sebagai pencegah hadirnya kejahatan serupa di kemudian hari. 

Sistem Islam juga dilengkapi dengan sistem pendidikan Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai kurikulum utama. Sistem ini akan mampu mencetak generasi-generasi rabbani yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan bertingkah laku.

Demikianlah keunggulan sistem kehidupan Islam. Oleh karena itu hendaknya seluruh keluarga muslim memiliki tekad yang kuat dan saling menguatkan perjuangan untuk mengembalikan tegaknya sistem Islam dalam naungan Khilafah Islamiyyah. Negara atau khalifah akan menjadi junnah bagi rakyatnya, artinya sebagai pelindung bagi rakyatnya termasuk anak-anak. Anak-anak akan tumbuh dengan aman, nyaman dan ceria. Tumbuh menjadi calon-calon pemimpin, calon pejuang, dan calon generasi terbaik. Dalam Khilafah, jangankan keamanan manusia, nasib seekor keledai saja amat diperhatikan oleh seorang pemimpin. Sebagaimana perkataan Khalifah Umar bin Khattab: "Jika ada anak domba yang mati sia-sia ditepi sungai Eufrat, sungguh aku takut Allah menanyaiku tentang hal itu".

Wallahu 'alam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak