Oleh: Hasriyana, S.Pd.
(Pemerhati Sosial Asal Konawe)
Di tengah makin sulitnya kehidupan masyarakat saat ini dalam memenuhi kebutuhan hidup. Ada isu dari kepolisian bahwa masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi dan itu masih menunggak pajak kendaraannya, maka akan didatangi hingga kerumah secara door to door. Padahal tidak sedikit masyarakat, jangankan untuk membayar pajak kendaraan, untuk makan saja rakyat sudah susah. Apalagi jika ditambah dengan kenaikan pajak.
Hal ini sebagaimana yang dikutip dari Detik, 07-11-2024, tim pembina Samsat bakal mendatangi rumah pemilik kendaraan yang nunggak pajak. Nantinya pemilik kendaraan akan diingatkan untuk membayar kewajibannya. Korlantas Polri sudah menyiapkan beberapa cara untuk membuat masyarakat patuh membayar pajak kendaraannya. Salah satunya dengan mendatangi rumah pemilik kendaraan yang tercatat belum membayar pajak.
Bukan tanpa alasan, langkah itu ditempuh karena tingkat kepatuhan masyarakat melakukan perpanjangan STNK 5 tahun masih sangat minim. Dari total 165 juta unit kendaraan terdaftar, tak sampai separuhnya membayar pajak. Diungkap Kakorlantas Polri Irjen Pol Aan Suhanan, untuk meningkatkan kepatuhan masyarakat membayar pajak, tim pembina Samsat akan mendatangi rumah pemilik kendaraan. Nantinya, pemilik kendaraan tersebut akan diminta menunaikan kewajibannya.
Kebijakan pengejaran pajak terhadap masyarakat yang belum membayar pajak yang digaungkan oleh pihak berwajib seolah terlihat begitu masif penguasa meminta rakyat untuk membayar pajak. Namun, terlihat berbeda di lapangan saat pemerintah berhadapan dengan para pengusaha kelas kakap yang justru banyak mendapatkan keringanan dalam membayar pajak. Salah satu dari kebijakan pemerintah, yaitu amnesti pajak.
Di sisi lain hasil pajak yang menjadi modal utama pemasukan negara untuk biaya pembangunan seakan tak memberikan pengaruh yang nyata pada nasib rakyat. Setiap tahun rakyat wajib bayar pajak, namun tidak diimbangi dengan perbaikan serta pembangunan infrastruktur yang tepat sasaran. Fakta di lapangan banyak infrastruktur yang dibangun tidak terawat dengan baik maupun terbengkalai dan semua itu dibangun menggunakan dana rakyat, yaitu pajak.
Semua itu justru membuat masyarakat semakin sulit. Sudah barang milik pribadi mereka dipajak oleh negara, belum lagi penghasilan mereka dipajak, usaha kecil menengah pun di pajak. Bahkan yang lebih miris ada usaha kecil menengah yang tak sedikit harus gulung tikar, karena antara pendapatan dan pajak yang harus mereka bayar lebih besar dibandingkan penghasilan itu sendiri.
Hal ini berbeda jauh dengan sistem Islam, di mana islam menetapkan pendapatan negara dari banyak hal. Jika pun negara mengambil pajak dari masyarakat itu dalam kondisi darurat ketika baitulmal dalam kondisi kosong. Pajak yang diambil juga hanya kepada orang yang status sosialnya kaya atau di kalangan orang kaya saja. Sehingga hal itu tidak akan membebani masyarakat miskin seperti yang terjadi saat ini.
Pun untuk pembiayaan infrastruktur dan kebutuhan negara, negara memiliki pos-pos tertentu yaitu memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk kepentingan masyarakat. Dari itu tidak akan ditemukan rakyat atau pengusaha asing dalam sistem islam yang kaya karena menguasai sumber daya alam yang itu notabene kepemilikan umum.
Selain itu, islam membagi kepemilikan menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda yang artinya, “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang gembalaan dan api.” (HR. Abu Dawud). “Dan harganya adalah haram.” (HR. Imam Ibnu Majah).
Dengan demikian, kita tidak bisa berharap banyak pada sistem saat ini yang tumpuan pembangunan dalam menjalankan negara dari pajak, yang notabene itu banyak menyengsarakan rakyat. Untuk itu kita hanya bisa berharap pada sistem yang aturannya berasal dari pencipta, yaitu Allah Swt, karena sungguh Allah yang menciptkanan manusia, maka Dia pula yang lebih mengetahui mana yang terbaik untuk hambanya. Wallahualam.