By :Ummu Aqsha
Anggota DPR, DPD, dan MPR RI untuk masa jabatan tahun 2024-2029 resmi dilantik dalam sidang paripurna pada 1 Oktober 2024.
Selain itu Puan Maharani resmi ditetapkan sebagai Ketua DPR RI dengan wakil Sufmi Dasco Ahmad dari fraksi Gerindra, Adies Kadir dari fraksi Golkar, Saan Mustopa dari fraksi NasDem dan Cucun Ahmad Syamsurijal dari fraksi PKB.
Sementara Ahmad Muzani dari farksi Gerindra terpilih sebagai Ketua MPR RI dengan wakil Bambang Wuryanto dari PDIP, Kahar Muzakir dari Golkar, Lestari Moerdijat dari NasDem, Rusdi Kirana dari PKB, Hidayat Nur Wahid dari PKS, Eddy Soeparno dari PAN, Edhie Baskoro Yudhoyono dari Demokrat dan Abcandra Akbar Supratman dari Kelompok DPD.
Menilik profil hingga komposisi anggota DPR, DPD dan MPRI RI, Managing Editor CNBC Indonesia menyebutkan bahwa 50% lebih adalah anggota dewan lama sehingga diharapkan dapat lebih cepat menyelesaikan sederet Undang-undang yang belum disahkan pada periode sebelumnya.
Di sisi lain, Anggota DPR RI sebagai wakil rakyat dapat melaksanakan tugas utamanya terkait pengawasan, penganggaran dan legislasi dengan tetap mendahulukan kepentingan rakyat.
Tak Dapat Rumah Dinas
Anggota DPR Dapat Tunjangan
Anggota DPR RI periode 2024-2029 tidak akan mendapatkan fasilitas rumah dinas. Sebagai penggantinya, para anggota dewan akan diberikan tunjangan perumahan.
Berdasarkan riset awal hunian di sekitar Kompleks Parlemen, kisaran tunjangan yang akan diberikan kisarannya Rp 30 juta sampai Rp 50 juta per bulan. Tapi jumlah ini belum disepakati.
Sekjen DPR RI Indra Iskandar mengatakan setelah tidak lagi dihuni para anggota dewan, rumah dinas ini akan dikembalikan kepada negara.
“Jadi rumah itu nantinya akan kita kembalikan ke negara melalui Kementerian Keuangan dan Setneg,” kata Indra saat dihubungi, Kamis (3/10).
Surat edaran dari Sekretariat Jenderal DPR RI dengan nomor B/733/RT.01/09/2024 pada 25 September 2024, para anggota dewan yang masih menempati rumah dinas diminta untuk segera mengosongkan rumah paling lambat 30 September 2024.
DPR masih memberikan toleransi hingga 2 minggu ke depan bagi para dewan yang belum menemukan rumah pengganti.
Adapun untuk para anggota DPR RI periode lama yang kembali terpilih periode 2024-2029 pun diminta untuk mengembalikan rumah dinas paling lambat 30 September 2024.
Selama ini, rumah dinas anggota DPR ada di daerah Ulujami, Jakarta Barat, dan Kalibata, Jakarta Selatan.
Kondisi rumah dinas yang sudah bocor-bocor menjadi alasan DPR tidak lagi mendapatkan rumah dinas. Diganti dengan tunjangan perumahan.
Rumah dinas itu pun akan dikembalikan ke negara melalui Kementerian Sekretariat Negara dan Kementerian Keuangan.
"Seharusnya dikosongkan 30 September kemarin oleh anggota periode sebelumnya, tapi tentu ada batas waktu toleransi. Nanti setelahnya rumah itu diapakan diserahkan ke pemerintah," kata Sekjen DPR Indra Iskandar.
Sementara untuk besaran tunjangan yang akan didapat anggota DPR, Indra mengatakan masih akan dibahas setelah alat kelengkapan dewan (AKD) dibentuk. Nanti jumlahnya akan ditentukan dalam rapat di Badan Urusan Rumah Tangga (BURT).
Namun Indra menjelaskan, berdasarkan riset awal hunian di sekitar kompleks parlemen di Senayan, kisaran tunjangan yang akan diberikan kisarannya Rp 30 juta sampai Rp 50 juta per bulan.
"Iya kita, kan, lihat ini untuk hunian 3 kamar misalnya kita cek di Senayan, Kebayoran, Sudirman harganya gimana. Kalau untuk kamar kos aja berapa, enggak mungkin kalau Rp 5 juta atau Rp 10 juta," tutur dia.
Saat ditanyakan, apakah kisarannya di angka Rp 30 sampai Rp 50 juta per bulan, Indra menjawab begini:
"Ya, sekitaran segitulah."
Anggota DPR adalah Wakil Rakyat
Anggota DPR adalah wakil rakyat dalam menyampaikan aspirasi rakyat,
namun juga membuat aturan/UU.
Realita hari ini ada banyak hubungan antara satu dengan yang lain nya, sehingga rawan konflik kepentingan.
Apalagi hari ini tidak ada oposisi semua menjadi koalisi.
Siapa yang berpihak pada rakyat kalau semua berada dalam satu barisan yang juga membela kepentingan oligarki. Rakyat terabaikan dan tidak mampu melawan kebijakan kebijakan yang di keluarkan oleh para kapital yang menginginkan keuntungan dan mengorban kan rakyat. Dalam sistem hari ini wakil rakyat di pilih bukan karena kemampuanya, namun karena kekayaan atau jabatan dalam mekanisme Politik transaksional yang artinya sebagai gaya kepemimpinan yang melibatkan petukaran antara peminpin dan pengikutnya.
Semua realitas ini niscaya dalam sistem kepemimpinan demokrasi kapitalisme yang lahir dari sekularisme dan liberalisme. Sistem kepemimpinan yang asasnya rusak seperti ini sama sekali tidak bisa diharapkan akan membawa kebaikan. Prinsip “kedaulatan ada di tangan rakyat” dan “suara rakyat suara Tuhan” justru menjadi sumber kerusakan terbesar. Ini karena dari sanalah berawal mula dibuatnya berbagai aturan hidup yang bersandar pada akal, bukan pada sumber aturan yang bersifat kekal. Bahkan, kepemimpinan pun menjadi sangat terbuka bagi siapa saja, asalkan mereka bisa membelinya dengan kekuatan uang. Lalu saat menjabat adalah saat terbaik untuk mengembalikan modal.
Walhasil, masyarakat yang dipimpin oleh kepemimpinan seperti ini tidak akan pernah merasakan kebahagiaan atau meraih kesejahteraan sebagaimana yang diimpikan. Kerusakan demi kerusakan akan terus diwariskan. Kadarnya pun akan makin berat, hingga ancaman kehancuran bangsa dan negara tidak mungkin dicegah, kecuali ada keinginan yang besar bagi para pemilik kekuasaan yang hakiki, yakni rakyat, untuk melakukan perubahan revolusioner dan mendasar, tetapi tanpa kekerasan.
Solusi dalam Kepemimpinan Islam
Jelas hal tersebut berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam ada majelis Ummah yaitu lembaga legislatifyang mempunyai hak member koreksi dan kontrol terhadap tugas tugas dan kebijakan kebijakan penguasa. Di samping itu Majelis Ummah mempunyai hak syura menyampaikan pendapat atau aspirasi rakyat. Majelis Ummah yang menjadi wakil rakyat yang di pilih oleh rakyat yang merupakan represntaasi Ummat yang tugasnya menyampaikan aspirasi Ummat namun tidak memilliki wewenang untuk membuat aturan.
Sistem kepemimpinan Islam sejatinya menjadi satu-satunya harapan karena sistem ini lahir dari asas akidah yang lurus dan sesuai fitrah penciptaan. Aturan Islam sendiri diturunkan oleh Sang Maha Pencipta sebagai panduan dan solusi kehidupan. Jika ditegakkan dengan sempurna, dipastikan akan membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi manusia, bahkan bagi seluruh alam semesta.
Kepemimpinan dalam Islam dipahami sebagai amanah besar. Tidak hanya berdimensi duniawi, tetapi juga ukhrawi. Seorang pemimpin harus siap dimintai pertanggungjawaban atas setiap orang yang ia pimpin. Alhasil, dalam Islam, mengukur keberhasilan pengurusan, yakni kesejahteraan rakyat, bukanlah dilihat dari angka rata-rata, melainkan wajib dipastikan per kepala. Nabi saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Itulah makna pemimpin dalam Islam yang berperan sebagai pengurus dan penjaga. Mereka diamanahi Allah untuk memastikan seluruh rakyatnya bahagia dan sejahtera. Semua itu hanya bisa terwujud melalui penerapan syariat Islam secara kafah, dalam sistem kepemimpinan bernama Khilafah, bukan dalam sistem kepemimpinan demokrasi yang justru menempatkan Islam hanya sebagai pilihan bukan kewajiban.
Dalam pandangan Islam, sistem kepemimpinan dan sosok pemimpin keduanya tidak bisa dipisahkan. Berharap muncul pemimpin ideal dalam sistem kepemimpinan sekarang (demokrasi) bagaikan pungguk merindukan bulan. Siapa pun pemimpinnya, jika tanpa menerapkan sistem Khilafah penerap syariah kafah, jangan harap kehidupan ideal akan terwujud.
Umat Islam memiliki sejarah kelam sejak ketiadaan payung Khilafah. Kehinaan, keterjajahan, keterpurukan, dan keterpecahbelahan, terus melanda umat hingga sekarang. Sebaliknya, ketika payung kepemimpinan itu ada, umat Islam mampu menunjukkan sejarah terbaiknya. Belasan abad lamanya, mereka mampu tampil sebagai umat terbaik, pemimpin peradaban cemerlang.
Belasan abad pula kehidupan mereka sejahtera hingga catatan emasnya ditulis dengan baik oleh berbagai sejarawan terkemuka di dunia. Justru ketika umat meninggalkan Islam dan sistem penegaknya, yakni kepemimpinan Khilafah, mereka jatuh menjadi bulan-bulanan musuhnya. Lalu dengan berbagai makar, mereka jauhkan umat dari rahasia kebangkitannya.
Inilah PR kita bersama, yakni menyadarkan umat tentang jati dirinya. Bahwa umat Islam adalah entitas yang mulia dan kemuliaannya hanya ada pada Islam dan sistem kepemimpinannya, yakni Khilafah penegak syariah kafah.
Dakwah tentang hal ini harus menjadi agenda bersama hingga umat menjadikan masalah ini sebagai masalah hidup dan matinya dan mereka siap berkorban mewujudkan perubahan hakiki mewujudkan sistem kepemimpinan Islam.
WalLahu a'lam bi ashshawab.
Tags
Opini