Wakil Rakyat: Apakah Mewakili Kepentingan Rakyat atau Kepentingan Pribadi?




Oleh: Sarah Fauziah



Pelantikan 580 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia periode 2024–2029 menyoroti isu dinasti politik, di mana 79 di antaranya diketahui memiliki hubungan kekerabatan dengan pejabat publik atau elit politik. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran karena konflik kepentingan yang mungkin terjadi, mengingat kekerabatan tersebut dapat mempengaruhi akuntabilitas dan kinerja anggota DPR dalam menyuarakan aspirasi rakyat (tirto.id, 2/10/2024).

Riset dari berbagai lembaga menunjukkan bahwa relasi kekerabatan dalam DPR semakin marak, termasuk hubungan suami-istri, anak, atau kerabat lainnya. Fenomena ini merupakan salah satu dari banyak bukti bahwa demokrasi, yang memberi manusia kedaulatan untuk membuat aturan, rawan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Contoh nyatanya adalah revisi undang-undang yang sering menguntungkan segelintir elit politik atau oligarki.

Dalam demokrasi, banyak wakil rakyat terpilih bukan karena kemampuan mereka, melainkan karena kekayaan atau jabatan, menjadikan parlemen sebagai tempat "arisan" keluarga, bukan forum untuk mendengar dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Sistem demokrasi ini terus melahirkan berbagai bentuk ketidakadilan dan korupsi, karena tidak berlandaskan pada aturan ilahi.

Sebaliknya, dalam sistem Islam, wakil rakyat disebut sebagai majelis umat, yang memiliki tugas utama untuk menyampaikan aspirasi umat dan mengoreksi pemerintahan berdasarkan syariat Islam. Majelis umat tidak memiliki wewenang untuk membuat hukum, karena dalam Islam, hanya Allah yang berhak menetapkan hukum, sementara manusia hanya bertugas menjalankannya.

Dalam sistem pemerintahan Islam, majelis umat berfungsi untuk mengontrol dan mengoreksi para pemimpin serta memberikan masukan yang mengikat terkait urusan negara. Jika umat Islam kembali kepada penerapan syariat Islam secara menyeluruh, politik dinasti dan segala bentuk penyimpangan dalam pemerintahan akan berakhir, karena setiap aturan dan kebijakan akan didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan ketakwaan.

Dengan demikian, umat Islam perlu menyadari pentingnya kembali kepada ajaran Islam secara kaffah dalam naungan sistem Islam yang menjamin keadilan dan keberkahan bagi seluruh rakyat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak