Oleh: Nayla Adzkiya Amin
Indonesia adalah negara yang akan menyongsong era keemasan saat 2045 kelak, hal ini karena Indonesia mengalami bonus demografi. Maka bisa diartikan sebagian besar masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang sedang berada dalam usia produktif. Ini membuat Indonesia menemui pertikungan jalan yang memaksanya memilih untuk menjadi generasi emas atau cemas. Pilihan ini tak bisa dipilih berdasarkan pilihan omong kosong, tetapi perlu aksi nyata.
Salah satu faktor yang paling penting untuk menopang generasi usia produktif adalah pendidikan. Faktanya, Indonesia menduduki peringkat 96 dari 173 negara dalam kualitas pendidikan, kita dapat menilai sendiri bahwasannya Indonesia memiliki kualitas pendidikan yang buruk. (Kompas, 02/05/ 2024). Mungkin beberapa dari kita berada dalam pendidikan yang layak, tetapi bukan berarti semua orang merasakan itu. Dapat dikatakan bahwa Indonesia belum berhasil menjadi negara dengan pendidikan layak yang merata.
Dilansir dari detik.com, dari kota Bandung, SMPN 60 beredar video siswa yang belajar beralaskan terpal biru. Kata Rita, sebenarnya bukan tidak ada bangku dan meja, tetapi karena SMPN 60 dari sisi bangunan masih menumpang kepada SDN 192. (28/09/2024). Kejadian tentang mirisnya pendidikan di Indonesia tentu saja tidak hanya terjadi di satu sekolah, bahkan masih banyak sekolah yang fasilitasnya lebih minim.
Dengan demikian Indonesia emas menjadi hal yang hampir mustahil. Saat ini, pendidikan masih dipandang sebelah mata oleh negara, terlihat dari anggaran biaya untuk pendidikan yang masih terdengar dikorupsi oleh pejabat. Lantas di mana letak tanggung jawab negara? Akankah Indonesia menjadi emas jika seperti ini, atau justru cemas?
Memberikan kualitas pendidikan yang baik, biaya yang terjangkau, dan kualitas yang memadai adalah kewajiban negara, dengan kualitas yang bagus tentu akan menghasilkan individu-individu terbaik. Dengan begitu Indonesia tidak perlu khawatir akan keberlangsungan pendidikan. Namun, saat ini faktanya justru sebaliknya bahkan sangat memprihatinkan.
Berulang kali Indonesia melakukan perbaikan dalam sistem pendidikan, namun sebanyak itu pula Indonesia mengalami kegagalan. Hal ini wajar terjadi, jika kita masih menggunakan sistem aturan hidup buatan manusia yakni sistem sekulerisme-kapitalisme. Sistem ini menjadikan manusia membuat aturan sendiri. Sesuai dengan standar dirinya sendiri. Sehingga saat mengatur pendidikan pun tidak jauh dari standar manusia yang hanya berasaskan kepentingan belaka.
Berbeda halnya dengan Islam. Islam adalah aturan hidup sempurna yang Allah turunkan untuk manusia. Islam menganggap bahwa pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi setiap individu. Sehingga negara akan mengusahakan pendidikan dengan kualitas terbaik termasuk menyediakan fasilitas yang memadai. Dalam Islam, tujuan pendidikan untuk mencetak generasi yang tidak hanya cerdas dalam ilmu dunia namun bertakwa kepada Allah. Sehingga generasi yang dilahirkan adalah generasi yang berkualitas, cemerlang dan beriman.
Jika sistem pendidikan berlandaskan Islam diterapkan, maka pendidikan berkualitas dapat dirasakan oleh semua kalangan yang berada di dalamnya. Tak hanya omong kosong, pada sejarahnya Islam telah berhasil memimpin 2/3 belahan dunia dan banyak melahirkan cendekiawan yang menjadi pelopor ilmu yang tersebar saat ini.
Pada tahun kejayaannya, sistem Islam berhasil mencetak para cendekiawan yang mempelopori ilmu yang kita gunakan saat ini. Salah satunya adalah ilmu astronomi yang dipelopori oleh perempuan bernama Maryam, dia menjadi ilmuwan yang hebat karena di dalam penerapan Islam setiap muslim difasilitasi dan disuasanakan oleh negara untuk selalu menuntut ilmu. Di dalam Islam pun menuntut ilmu tertuju untuk kebermanfaatan umat, bukan sekadar formalitas atau asas kepentingan individual semata.
Dengan demikian, jika kita menginginkan pendidikan yang berkualitas dengan fasilitas yang memadai serta bisa mencetak generasi mulia maka sudah seharusnya kita kembali kepada Islam secara kafah.
Wallahu a'lam bishshawab
Tags
Opini