Oleh : Haura (Pegiat Literasi)
Angka Stunting di Kabupaten Ciamis Meningkat
UNICEF menyatakan Indonesia adalah salah satu negara berkembang dengan prevalensi stunting yang tinggi karena masuk lima besar kasus stunting dari 88 negara di dunia. Meski terjadi penurunan angka stunting di Indonesia selama dekade terakhir, tapi angka ini masih belum sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Oleh karenanya, Percepatan penurunan angka stunting pada Balita merupakan program prioritas Pemerintah sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2020-2024. Target nasional pada tahun 2024, prevalensi stunting turun hingga 14%.
Target penurunan prevalensi stunting di Indonesia diselaraskan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) adalah menghapuskan semua bentuk kekurangan gizi pada tahun 2030. Untuk itu, diperlukan upaya percepatan penurunan stunting dari kondisi saat ini agar prevalensi stunting Balita turun menjadi 19.4% pada tahun 2024.
Berbagai Upaya menekan angka stunting dilakukan Pemerintah, namun ternyata penurunan angka stunting masih rendah. Pemasalahan ini terjadi hamper di setiap daerah. Menurut Menkes Budi, bahwa tidak ada satu daerah pun yang secara konsisten berhasil menekan prevalensi stunting. dinkes.papua.go.id
Hal ini pun terjadi di Kabupaten Ciamis. Hasil survei tebaru menunjukan angka stunting melonjak menjadi 25 persen padahal sebelumnya yaitu pada tahun 2020 tercatat angka stunting tidak lebih dari 3,5 persen. asajabar.com. Kondisi ini tentu tidak selaras dengan amanat perpres Nomor 72 Tahun 2021 untuk mencapai angka 14 persen pada akhir tahun 2024.
Kapitalisme Menyuburkan Stunting
Stunting adalah gangguan pertumbuhan yang terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan memiliki dampak terhadap pertumbuhan fisik mereka. Stunting merupakan masalah kesehatan anak akibat gizi buruk, terutama jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama.
Kejadian ini dipengaruhi oleh berbagai macam penyebab meliputi asupan gizi, pelayanan kesehatan serta keadaan sosial ekonomi,. Penyebab tidak langsung terjadinya stunting, salah satunya yaitu tingkat ekonomi suatu keluarga.
Kasus stunting atau keluarga beresiko stunting banyak didapati pada kalangan masyarakat kelas ekonomi bawah meski tidak menutup kemungkinan pada masyarakat kelas ekonomi menengah pun terdapat kasus stunting. Masyarakat kelas ekonomi bawah memiliki penghasilan yang tidak menentu sehingga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari kesulitan apalagi menyediakan makanan bergizi.
Keadaan ekonomi yang semakin sulit, tingginya beban dan mahalnya biaya hidup telah menyebabkan masyarakat lebih mengutamakan mengonsumsi makanan yang dapat mengenyangkan untuk bisa menyambung hidup tanpa memperhatikan gizi makanan tersebut.
Bisa jadi mereka bukan tidak mengerti perihal makanan bergizi namun karena ketidak mampuan untuk membelinya. Ketidak mampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup telah memaksa masyarakat berpenghasilan rendah harus mengabaikan makanan bergizi, meskipun mungkin saja hal tersebut tidak diinginkan.
Kesulitan ekonomi ini dipicu oleh sulitnya masyarakat mencari lapangan kerja. Terutama bagi kaum lelaki yang merupakan kepala keluarga. Di samping itu, penetapan Upah Minimum Regional (UMR) tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kabupaten Ciamis misalnya, dengan UMR sebesar Rp. 2.089.464 relatif kecil untuk dapat mengakomodasi semua kebutuhan mulai tempat tinggal yang layak, makanan bergizi yang meliputi karbohidrat, lauk pauk, sayur, buah serta minumannya.
Kondisi ini tidak lain sebagai akibat diterapkan sistem kapitalisme. Sistem Kapitalis telah merampas hak masyarakat untuk mendapatkan layanan maksimal dari negara. Negara yang menjadi supporting sistem kurang maksimal dalam menjalankan kewajiban terhadap pengurusan rakyatnya. Hal ini karena Negara lebih berpihak pada pihak swasta atau pemilik modal.
Dikuasainya Sumber Daya Alam oleh swasta
membuat negara tidak berdaya dalam mengelola kekayaan alam yang seharusnya diperuntukan bagi kepentingan rakyat sehingga berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Kaum Kapitalis memanfaatkan negara sebagai alat untuk mencari keuntungan. Dengan berlindung pada aturan dan kebijakan yang ditetapkan Negara, Para Kapitalis mengeruk dan merampas hak rakyat bahkan mengeksploitasi tenaga rakyat dengan memberikan upah murah kepada kaum buruh yang menjadi pekerja di berbagai perusahannya.
Dalam menyelesaikan kasus stunting negara terjebak dalam penyelesaian masalah teknis dengan memberi penyuluhan kesehatan dam makanan bergizi atau memberi bantuan-bantuan sesaat namun tidak menyentuh akar persoalan. Sehingga Para Kapitalis tetap menjadi primadona di negeri ini.
Islam Mampu Menyelesaikan Stunting
Berbeda dengan Islam. Mengatasi masalah stunting tentu akan berpedoman pada aturan yang ditetapkan dalam Syariat Islam. Negara sebagai pengatur seluruh urusan rakyatnya akan bertanggung jawab terhadap pemenuhan seluruh kebutuhan pokok rakyatnya. Sebab Allah SWT menyediakan sumber daya alam agar manusia mampu memenuhi kebutuhan fisiknya yang merupakan kebutuhan dasarnya sehingga mendukung tumbuh kembang fisik secara optimal, perkembangan otak daya tahan tubuh serta mencegah penyakit termasuk stunting.
Oleh karenanya Negara dalam Islam akan menyediakan berbagai kebutuhan pangan seperti sembako, sayur, buah, ikan, kacang-kacanagn serta makanan lainnya yang mengandung gizi. Begitu pula negara memiliki sistem perekonomian yang mampu menjamin kebutuhan pangan tersebut tanpa dimonopoli oleh pihak swasta/pengusaha sehingga rakyat bisa mendapatkannya dengan mudah dan murah.
Selanjutnya negara akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat seluas-luasnya. Potensi dan keahlian masyarakat dikerahkan untuk mengelola sumber daya alam yang berkaitan dengan kepemilikan umum. Hal ini bisa diwujudkan dalam proyek-proyek yang menyerap tenaga kerja sehingga menjamin setiap penanggung jawab nafkah bisa menunaikan kewajibannya.
Ketersediaan lapangan kerja dengan upah yang layak, memberikan jaminan setiap Penanggung jawab nafkah berpenghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga termasuk menyediakan makanan bergizi dan bernutrisi. Terpenuhinya kebutuhan gizi dan nutrisi keluarga khusunya anak-anak sehingga kasus stunting tidak akan terjadi.
Islam memiliki sistem penanggung jawab nafkah berlapis. Jika penanggung jawab utama tidak mampu lagi untuk membiayai kebutuhan hidup keluarganya karena sakit atau meninggal dunia, maka tanggung jawab memberi nafkah dibebankan kepada keluarganya. Jika keluarga pun tidak mampu maka tanggung jawab menjamin kebutuhan hidup dibebankan kepada negara dengan menggunakan anggaran baitul mal/kas negara.
Tidak kalah penting, Sitem Islam juga memiliki sistem pendidikan dan sistem sosial yang mengedukasi masyarakat untuk memahami bagaimana menjaga kesehatan fisik dengan mengonsumsi makanan bergizi dan bernutrisi serta tidak membiarkan beredarnya makanan-makanan yang tidak menyehatkan seperti makanan-makanan instan agar masyarakat terjaga kesehatannya dan terhindar dari berbagai penyakit.
Demikian Langkah-langkah sistem Islam dalam menjamin kebutuhan gizi rakyatnya untuk memberantas kasus-kasus stunting. Khalifah bertanggung jawab penuh menjaga Kesehatan fisik rakyatnya. Hal ini sebagaimana dikehendaki hukum syara dalam maqosid syari, yaitu memiliki tujuan untuk menjaga jiwa (hifdzu An-nafs). Allaahu A'lam bish Shawab.
Tags
Opini