Prihatin! Tahun 2030 Indonesia Bebas dari Penyakit TBC, akankah?



Oleh Zahrul Hayati


Hidup sehat dan sejahtera adalah keinginan semua rakyat, tapi dalam sistem kapitalisme sulit didapat.

Dinas Kesehatan Kabupaten OKU Timur mencatat sudah ditemukan 1.046 warga wilayah setempat menderita penyakit Tuberkulosis (TBC) sepanjang 2024 (Tribun Sumsel.com, Martapura)

Dimana angka tersebut mencapai 43.3 persen dari Estimasi atau perkiraan kasus TBC di OKU Timur sebanyak 2.557.

Kepala Dinas Kesehatan OKU Timur M Ya'kub SKM MM mengatakan, angka selama Januari - September 2024 mencapai 1.046 kasus.

"Masih perlu edukasi kesadaran masyarakat serta dukungan dari seluruh stakeholder terkait untuk upaya pencegahan penyakit TBC. Terutama peningkatan kinerja Puskesmas di seluruh OKU Timur karena mereka garda terdepan," katanya, Kamis (03/10/2024).

Bahkan Kabupaten OKU masuk rangking 10 besar di Sumsel daerah yang paling banyak tercatat kasus TBC.

Juga kasus Tuberkulosis atau TBC di kota Prabumulih terbilang cukup tinggi, berdasarkan data di Prabumulih tahun 2024 sebanyak 488 kasus, terjadi pada orang usia produktif dan anak-anak (liputan 6 Palembang 23/8/2024)

Pemerintah Prabumulih terus berupaya menekan angka penderita Tuberkulosis, dan masyarakat pun diminta bersama-bersama untuk mencegah Tuberkulosis di Prabumulih.

Menurut, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Andi Prapto SKM MEpid mengatakan saat ini kota Palembang dan Lubuk Linggau menjadi 2 daerah tertinggi kasus TBC di Sumsel.
Lebih jauh lagi Andi Prapto menjelaskan, pemerintah mentargetkan tahun 2030 Negara Indonesia bebas dari penyakit TBC.

Memperihatinkan lagi juga terjadi pada warga NTT yang menderita Tuberkulosis (TBC) sebanyak 18 ribu warga (Tribun Flores 2 Oktober 2024)

Pentingnya menjaga kesehatan agar stamina tubuh kita tetap prima, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar. Penyebaran Tuberkulosis bisa melalui pernapasan, udara, peralatan makan, pakaian penderita dll.
Minimnya pengetahuan tentang kesehatan, terutama yang berkaitan dengan TBC seperti gejala awalnya, yang terjadi pada orang tua, usia produktif, membiarkan diri tidak segera konsultasi ke puskesmas/ dokter terdekat.

Kebanyakan penderita Tuberkulosis dari kalangan menengah ke bawah, walaupun tidak semuanya.
Faktor kemiskinan salah satunya dapat juga memicunya terjadi terjangkit penyakit tersebut, diantaranya karena asupan makanan yang tidak memenuhi syarat kebutuhan gizi seimbang.
Tapi kalau bicara gizi seimbang dalam sistem kapitalisme saat ini memang sulit terpenuhi, untuk bisa makan nasi sehari-hari saja itu sudah syukur. Kebutuhan rakyat sehari-hari yang mencekik tidak bisa dihindari. Harga bahan pokok merangkak naik meningkat tajam hampir tidak terjangkau.
Tidak di pungkiri bahwa kondisi ini dalam kondisi terpuruk. Terbukti dengan banyaknya
PHK terjadi dimana-mana, pengangguran dan kemiskinan meningkat, daya beli masyarakat kian menurun, ekonomi rakyat nyungsep kolaps.

Menurunnya taraf kesejahteraan rakyat tidak lain karena diberlakukannya kapitalisme, dimana sistem ini hanya mengutamakan keuntungan bagi para kapitalis, dibandingkan dengan kesejahteraan rakyat. Setiap kebijakan yang diambil negara pun tentu lebih menguntungkan para kapital daripada rakyat.

Di samping itu, penerapan prinsip asuransi dalam biaya kesehatan yang  cukup tinggi menambah kesulitan di tengah masyarakat. Hal ini merupakan bentuk lepas tanggung jawab negara atas rakyatnya terlebih pada masyarakat yang berpenghasilan rendah hingga mendorong mereka untuk berutang. Sebab, semua fasilitas dan pelayanannya serba diperhitungkan. Aksesnya pun dibuat berbelit. Hingga muncul narasi sarkasme, “Orang miskin dilarang sakit!”

Kalaulah demikian akankah tercapainya target pemerintah tahun 2030 negara Indonesia bebas dari penyakit TBC?

-
Negara yang Mumpuni.
-

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap insan. Karenanya, negara harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap perkara ini. Begitu juga dari segi pelayanan kesehatan negara harus bisa menilai, baik dari sisi medis (metode pengobatan) maupun nonmedis (berupa berbagai fasilitas fisik

Sebagai contoh pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Saljuqi, untuk memenuhi semua fasilitas rumah sakit, seperti dokter, alat kesehatan, dan obat-obatan, maka diangkut dengan 40 ekor unta. Hal ini dimaksudkan agar pelayanan kesehatan dapat dirasakan secara merata oleh masyarakat yang jauh dari perkotaan. Semua pendanaannya diambil dari kas negara tanpa memperhitungkan untung ruginya.

Begitu juga dengan pelayanan dokter-dokter sepanjang peradaban, Islam dikenal mulia dalam memperlakukan pasiennya. Para pasien dilayani dengan lembut dan manusiawi tanpa melihat latar belakang agamanya. Siapa saja yang sakit, mereka pasti mendapat pelayanan istimewa bahkan gratis.

Begitu juga dalam bidang kedokteran dan ilmu kesehatan, negara mendukung sepenuhnya. Selain itu, negara memberikan edukasi serta fasilitas sistem pendidikan yang memadai sehingga dapat melahirkan ilmuwan, dokter, dan tenaga kesehatan, yang mumpuni di bidangnya. 

Setiap negara pasti menginginkan rakyatnya hidup sehat dan pelayanan kesehatannya terjamin. Maka dalam sistem Islam, keberadaan negara berfungsi sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (pelindung) serta sebagai garda terdepan dalam mencegah kemudaratan yang akan menimpa masyarakat. Khilafah benar-benar menjaga agar rakyatnya tetap sehat. 

Oleh karenanya, fasilitas kesehatan pemerintah dikelola hanya dengan prinsip sosial. Penerapan sistem Islam akan memberikan jaminan kesehatan kepada rakyat dengan jaminan yang sebenarnya, bukan sekadar lip service semata. Negara akan menutup celah penyimpangan dalam sistem layanan kesehatan, seperti kasus malpraktik dan bisnis-bisnis kesehatan yang biayanya sering kali di luar nalar.

Sungguh, kesejahteraan dan keadilan hanya akan terwujud apabila negara menerapkan sistem Islam di muka bumi ini. Mencampakkan sistem kapitalisme liberal yang memproduksi berbagai kezaliman.
Wallahu a'lam bish shawaab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak