Polemik Sertifikasi Halal ala Kapitalisme



Oleh Ummu Cantika



Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengungkapkan temuan mengejutkan terkait produk pangan dengan nama-nama kontroversial seperti tuyul, tuak, beer, dan wine yang mendapat sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh, mengonfirmasi temuan ini pada Selasa (1/10).
Menurut Asrorun, hasil investigasi MUI memvalidasi laporan masyarakat bahwa produk-produk tersebut memperoleh Sertifikat Halal dari BPJPH melalui jalur self declare.

Proses ini dilakukan tanpa audit Lembaga Pemeriksa Halal dan tanpa penetapan kehalalan dari Komisi Fatwa MUI.
“MUI tidak bertanggung jawab atas klaim kehalalan terhadap produk-produk tersebut,” tegas Asrorun, menekankan bahwa nama-nama produk tersebut tidak sesuai dengan standar fatwa MUI.
Temuan ini semakin memprihatinkan karena bukti-bukti produk tersebut terpampang jelas di situs BPJPH dan diarsipkan oleh pelapor.
Namun, belakangan nama-nama produk tersebut tidak lagi muncul di aplikasi BPJPH. (berbagai sumber)- ramai perbincangan soal Sertifikasi halal pada produk-produk dengan nama produk yang menunjukkan sebutan sesuatu yang tidak halal. Mirisnya hal tersebut dianggap aman karena dzatnya halal.
- inilah model sertifikasi halal dalam sistem kapitalisme. Nama tak jadi soal asal zatnya halal padahal. berpotensi menimbulkan kerancuan yang dapat membahayakan, karena persoalannya adalah halal haramnya suatu benda, yang dalam Islam merupakan persoalan prinsip. Selain itu, sertifikasi pun jadi ladang bisnis. Apalagi ada aturan batas waktu sertifikasi.
- Islam memiliki aturan tentang benda/zat, ada yang halal ada yang haram. Negara Islam wajib menjamin kehalalan benda yang dikonsumsi manusia, karena negara adalah pelindung agama rakyat.
- sertifikasi halal adalah salah satu layanan yang diberikan oleh negara, dengan biaya murah bahkan geratis. Negara memastikan kehalalan dan ke thayyiban setiap benda/ makanan dan minuman yang akan dikonsumsi manusia.
- negara akan menugaskan para kodhi hisbah untuk rutin melakukan pengawasan setiap hari ke pasar-pasar, tempat pemotongan hewan, gudang pangan, ataupun pabrik. Para kodehi bertugas mengawasi produksi dan distribusi produk untuk memastikan kehalalan produk, juga tidak adanya kecurangan dan kamuflase.
        Wallahu a'lam bisshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak