Oleh : Salsabila yasmin
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah kasus mega korupsi tata niaga di PT Timah Tbk (TINS) yang diungkap Kejaksaan Agung dengan nilai kerugian negara fantastis Rp 217 triliun, kini muncul kasus baru. Kasus baru tersebut adalah pengemplangan pajak yang membuat negara kehilangan potensi penerimaan hingga Rp 300 triliun.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo menyebut Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan mengejar potensi penerimaan negara yang hilang itu. Prabowo, kata dia, sudah memegang daftar 300 pengusaha 'nakal' ini. Berdasarkan informasi yang dihimpun, pengusaha itu diduga bergerak di sektor sawit. (www.cnbcindonesia.com 12/10/2024).
Mengapa Hal ini Dapat Terjadi?
Berdasarkan aturan yang masih berjalan di Indonesia, pengemplang pajak adalah orang atau badan yang tidak menjalankan kewajibannya untuk membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Keharusan untuk membayar pajak diatur dalam Pasal 23A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang sudah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
Pasal tersebut mengatakan bahwa setiap orang atau badan yang memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) wajib membayar pajak.
Bukanya membawa keadilan dan kesejahteraan, pemungutan pajak pada semua komoditas malah membawa kesengsaraan bagi rakyat. Harga komoditas menjadi naik, ditambah beban pembiayaan publik yang juga tidak dijamin oleh pemerintah. Inilah kezaliman level negara.
Perlu dihimbau, bahwa banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penipuan dan kecurangan salah satunya pengemplangan pajak yang membuat negara kehilangan potensi penerimaan hingga Rp 300 triliun.
Apa Solusi yang Tepat untuk Menangani Hal ini?
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Didalam islam pengelolaan keuangan negara memiliki banyak sumber. Sumber pendapatan tetap negara didalam islam berasal dari tiga pos, yakni pos kempemilikan negara, pos kepemilikan umum dan zakat.
Sistem ekonomi Islam dan sistem keuangan negara khilafah responsible dan stabil. Karena berdasar akidah islam dan menerapkan syariat yang bersumber dari Allah SWT, Sang Maha Pencipta. Tentu akan membawa kebaikan bagi umat, bahkan alam semesta.
Islam juga telah melarang semua bentuk pungutan apa pun alasannya. Pungutan yang diambil oleh negara dari rakyatnya harus memiliki dasar atau parlemen syar’i. Allah Swt. berfirman: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lainnya di antara kamu dengan jalan yang batil.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 188)
Alhasil Islam hanya akan menarik pajak jika kondisi negara sedang dalam keadaan genting dan kekosongan pada Baitulmal, berbeda halnya dengan sistem demokrasi kapitalisme yang menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan terbesar negara. Waallahu alam bishawwab.
Tags
Opini