Oleh: Lulu Nugroho
Sungguh malang tiga bocah yang masih di bawah umur, asal Kabupaten Sumedang. Mereka menjadi korban penculikan, kekerasan dan pemalakan, saat berkunjung ke kawasan Gedung Merdeka, Kota Bandung, Sabtu (14-9-2024). (Detikjabar, 20-9-2024)
Saat ini, dua pelaku telah ditangkap oleh polisi, sementara AS alias Boncel masih dalam pengejaran. Pelaku merupakan warga Ciwastra dan diduga sengaja datang ke Jalan Merdeka untuk mencari korban pemalakan. Saat kejadian, para tersangka berada dalam kondisi mabuk.
Tak Mungkin Berharap pada Kapitalisme
Kehidupan dalam naungan kapitalisme semakin hari semakin menyesakkan dada. Nyata terlihat bahwa ketika tujuan aktivitas manusia diarahkan hanya kepada materi atau kepuasan jasadiah, maka berbagai cara pun akan ditempuh untuk mendapatkannya. Tanpa aturan Ilahi, manusia bebas bertingkah laku. Maka tak ayal muncul banyak kemungkaran di tengah masyarakat.
Kejahatan dan kriminal berkelindan dalam tubuh masyarakat. Individu menempuh jalan pintas, bahkan bisa jadi mengganggu hak orang lain, demi memuaskan keinginannya. Hal ini menunjukkan betapa tak mudah pembentukan pribadi baik tanpa melibatkan petunjuk Allah .
Pendidikan yang ada pun tak mampu mencetak generasi unggulan. Kurikulum hanya mengarahkan peserta didik, pada pembentukan kemampuan untuk memperoleh materi saja. Sementara keimanan siswa, tidak menjadi fokus utama. Akibatnya, tujuan bersekolah tinggi supaya bisa kerja dan mendapat banyak uang. Bukan untuk membangun peradaban atau menegakkan agama Allah.
Sementara itu, peredaran miras pun masih menjadi PR besar yang perlu segera diselesaikan. Sebab selama benda haram tersebut mudah diakses, maka sepanjang waktu itu pula ia akan memengaruhi kehidupan warga. Peminum miras akan lemah akalnya, tak mampu menimbang baik dan buruk. Tak menyandarkan aktivitasnya pada nilai halal atau haram yang ditetapkan Al-Mudabbir. Peminum miras menjadi pelaku kejahatan, adalah hal yang lumrah terjadi.
Islam Solusi Hakiki
Kembali pada kehidupan Islam adalah sebaik-baik perkara. Di sana Allah akan ditempatkan di posisi tertinggi, yakni sebagai Sang Pengatur (Al-Mudabbir). Seluruh alam tunduk di bawah kendali-Nya. Termasuk dalam pengaturan masyarakat. Aturan manusia tak boleh meraja, mengalahkan syariat Allah SWT, di tempat yang diterapkan Islam kaffah di sana. Karenanya tidak akan ada pemikiran rusak mempengaruhi kepribadian.
Sejalan dengan itu, pendidikan diarahkan untuk membentuk pribadi Islam (syakhsiyah islamiyah). Setiap siswa memiliki kesadaran bahwa mereka adalah bahan baku peradaban. Alhasil mereka akan selalu mempersembahkan aktivitas terbaiknya di tengah kancah kehidupan. Mereka meyakini bahwasanya ada Allah di setiap waktu. Dan mereka kelak harus bertanggung jawab dalam setiap perbuatannya.
Maka akan lahir generasi tangguh yang beriman, dan siap memimpin peradaban. Tidak berlaku aniaya, atau menzalimi orang lain. Sebaliknya ia akan selalu berprestasi demi kemuliaan Islam dan kaum muslim.
Persanksian pun ditegakkan untuk menjaga hukum Allah. Maka tatkala terjadi pelanggaran, akan segera mendapat sanksi sesuai Islam, yang bersifat pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir). Hal ini akan mengatasi permasalahan yang ada di tengah masyarakat, dan memunculkan rasa aman.
Pemimpin negara menjadi pengatur (raa'in) dan perisai (junnah) bagi semua urusan rakyatnya. Di setiap lini kehidupan penguasa hadir memenuhi hak warga. Maka tak akan ada orang yang berani berbuat kemungkaran, sebab hak warga ada dalam jaminan negara.
Konten kekerasan yang akan memicu tindak pidana pun tak akan dibiarkan beredar. Sebaliknya negara akan menebarkan Islam dan ketinggian kalimatullah agar setiap individu memiliki kesadaran akan hubungan mereka dengan Allah. Allahumma ahyanaa bil Islam.
Tags
Opini