Menyoal Proyek Food Estate dan Solusi dari Islam



Oleh: Sarah Fauziah Hartono 



Proyek food estate dinilai gagal mencapai ketahanan pangan dan justru membawa masalah sosial dan lingkungan (bcc.com, 18/10/2024). 

Di Merauke, Papua Selatan, proyek seluas 2,29 juta hektar untuk cetak sawah, perkebunan tebu, dan pabrik gula hanya mengulangi kegagalan proyek MIFEE pada era Presiden SBY, meninggalkan dampak negatif bagi masyarakat setempat. Di Kalimantan Tengah, lahan yang dibuka terbengkalai menjadi semak belukar atau beralih fungsi menjadi perkebunan sawit. 

Para petani menyerah setelah mengalami kegagalan panen berulang karena kurangnya pendampingan. Proyek ini justru merusak lingkungan, mengancam pangan lokal, dan merampas ruang hidup masyarakat.

Salah satu faktor kegagalannya adalah ketidakcocokan lahan gambut untuk pertanian. Hanya 1% dari lahan tersebut yang sesuai untuk tanaman pangan, sementara padi yang dipaksakan membutuhkan lahan dengan keasaman netral. 

Minimnya pelibatan petani memperparah keadaan, karena proyek lebih fokus pada pembukaan lahan oleh kontraktor ketimbang memberikan bimbingan berkelanjutan. Akibatnya, hutan dibuka tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan, meningkatkan risiko kebakaran hutan. Tanpa dukungan yang memadai, proyek ini akhirnya lebih menguntungkan korporasi dan elit daripada rakyat, dengan lahan gagal yang beralih menjadi perkebunan sawit.

Berbeda dengan kapitalisme yang berorientasi pada keuntungan korporasi, sistem Islam memprioritaskan kesejahteraan rakyat. Pemerintah berperan sebagai pelayan dan pelindung, memastikan kebutuhan pokok masyarakat terpenuhi. 

Pembangunan harus memperhatikan keberlanjutan lingkungan, keseimbangan alam, dan stabilitas sosial. Negara Islam mandiri dalam pendapatan dan tidak bergantung pada korporasi atau asing. Kebijakan pangan diatur berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, memastikan produksi dan distribusi yang adil.

Dalam Islam, tanah dibagi menjadi milik individu, umum, dan negara. Hutan termasuk milik umum dan tidak boleh diserahkan kepada swasta untuk keuntungan pribadi. 

Negara wajib menjaga aset publik ini untuk kesejahteraan rakyat dan memberikan dukungan kepada petani berupa modal, sarana produksi, dan infrastruktur dengan biaya rendah atau gratis. Pembangunan dalam Islam bertujuan untuk kemaslahatan umat, di mana pemimpin menjalankan amanah yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. 

Proyek besar seperti food estate yang merusak lingkungan dan menguntungkan segelintir pihak tidak diperlukan dalam sistem Islam. Negara akan fokus pada kebijakan adil yang memastikan kesejahteraan rakyat tanpa mengorbankan lingkungan. 

Dengan penerapan Islam secara kaffah, negara dapat menjamin kebutuhan pokok setiap warga, mengelola sumber daya alam dengan adil, dan mewujudkan kedaulatan pangan yang berkelanjutan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak