Oleh: Neti Nurhayati
Belum lama ini, tersiar kabar ada seorang Ibu kandung yang berinisial E, di Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep, dengan sengaja mengantarkan anak remaja perempuannya ke rumah kepala sekolah berinisial J (41) yang juga seorang PNS, pernah juga mengantarkannya ke hotel untuk diperkosa dan itu berulang hingga 5 kali terhitung mulai dari bulan Juni lalu. Anak remaja tersebut dibujuk agar mau melakukannya dengan diiming-imingi akan diberikan sejumlah uang dan satu unit motor. Saat diinterogasi, pelaku berinisial E mengaku tega melakukan hal demikian itu dengan dalih karena untuk mensucikan diri, padahal nyatanya untuk menutupi hubungan intimnya dengan kepala sekolah tersebut, pelakunya juga mengaku untuk memuaskan nafsu biologisnya. kini para pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan pelanggaran beberapa pasal dan hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Melihat fakta diatas sangatlah miris dan menyayat hati, betapa tidak, peran ibu yang seharusnya menjadi pelindung, pendidik utama dan pertama, dan Secara fitrahnya seorang ibu pasti akan menjaga dan melindungi anaknya dari kejahatan apa pun, dan mengantarkannya jalan menuju surga. Namun, yang dilakukan E kepada anaknya jelas menyalahi fitrahnya sebagai seorang ibu. Kasih sayang telah hilang darinya hingga mati rasa. Ibu E ini justru rela dan tega melakukan kekejian yang luar biasa. Sekarang kejadian ini sepertinya tidaklah aneh, bahkan dianggap wajar dan memang nyata adanya, sehingga menambah deretan panjang potret buram rusaknya pribadi ibu dan masyarakat.
Fenomena disebabkan utamanya karena miskin ilmu agama dan tentunya pengasuhan sehingga gagal untuk membentuk kepribadan yang sholih pada anaknya bahkan pun untuk diri sendiri. Selain itu, kita tidak bisa menafikan adanya persoalan sistem khususnya dalam pendidikan sekuler yang tengah diterapkan saat ini. Sistem ini secara jelas memisahkan aturan agama dari kehidupan dan juga dari negara. Akibatnya, para individu dijauhkan dari ketaatan kepada Allah Taala. Tujuan hidupnya hanya untuk memenuhi hasrat materi dan hawa nafsu. Sistem ini juga menjamin kebebasan berperilaku yang mendorong adanya perilaku bebas seperti pacaran, zina, dan minim berpakaian dengan dalih keindahan.
Hari ini, porsi pendidikan agama dalam kurikulum pendidikan sebatas menjadi materi pelengkap saja, bukan menjadi pedoman perbuatan, sehingga tidak membentuk anak agar memiliki ketaatan dan ketakwaan. Mereka hanya dididik cara meraih capaian-capaian yang bersifat kuantitatif semata, maka tidak aneh jika output yang dihasilkan seperti sosok-sosok ibu E dan Kepala Sekolah J. Sistem sanksi bagi pelaku asusila dan zina yang diberlakukan hari ini pun tidak memberi efek jera. Akibatnya, perbuatan asusila dan zina merebak di mana-mana.
Demikianlah dampak buruk dari sistem sekuler kapitalisme yang sangat berbeda dengan Islam. Sistem Islam menetapkan peran dan fungsi ibu dengan sangat jelas, yaitu sebagai pendidik yang pertama dan utama, juga menyediakan supporting system yang kuat seperti keluarga dan masyarakat. Kesempurnaan sistem Islam tampak dari sistem pendidikan yang membentuk kepribadian islam, sistem sanksi, sistem ekonomi, dan aturan lainnya yang mampu menjaga individu dalam kebaikan. Tentunya sistem yang sempurna ini telah dijamin kebenarannya oleh Allah swt, sehingga akan sangat meminimalisir adanya kejadian yang mengganggu ketentraman dan kesejahteraan masyarakat.
Tags
Opini