Oleh : Ummu Hilal el-Rumi
Vonis bebas yang diberikan kepada Ronald Tannur oleh tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya terhadap tersangka kasus penganiayaan terhadap pacarnya Dini yang mengakibatkan kematian, sungguh membuat publik kaget dan geram. Keluarga korbanpun menyayangkan putusan hakim yang memberikan vonis bebas dari tuntutan sebelumnya 15 tahun penjara.
Ternyata vonis bebas tersangka Ronald Tannur adanya campur tangan dari pengacara tersangka kepada para hakim yang memberikan suap dengan jumlah yang begitu fantastis hampir mencapai satu trilyun dan emas seberat 51 kg supaya kliennya bisa divonis bebas.
Terbongkarnya kasus suap ini membuktikan bobroknya pengadilan dan keadilan di negeri demokrasi ini. Keadilan tercoreng akibat ulah oknum hakim yang silau dengan uang haram tanpa mempedulikan perasaan keluarga korban yang ditinggalkan. Siapa yang punya uang, dialah yang berkuasa. Hukum seenaknya diubah-ubah oleh manusia demi kepentingan segelintir orang yang punya kuasa. Sementara jika orang yang tidak mampu terkena kasus, hukum akan langsung bertindak, terkadang tanpa melihat siapa yang salah dan siapa yang benar. Begitulah hukum di sistem demokrasi. Tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Padahal hanya Allah sajalah Sang pembuat hukum dan Maha Adil terhadap hamba-Nya.
Haram hukumnya bagi manusia untuk mengubah-ubah hukum sesuai kehendak mereka.
Hukuman di dalam syariat Islam memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh agama lain di dunia ini. Hukuman bertindak sebagai jawabir yaitu penebus dosa di akhirat ketika di dunia sudah dilakukan hukumannya, dan hukuman bersifat zawajir yang berarti mencegah terjadinya tindak kriminal yang baru terulang kembali, supaya orang lain tidak melakukan tindak kejahatan.
Hal ini terjadi jika yang diterapkan adalah hukum islam, dan yang berwenang untuk menghukum adalah khalifah sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya.