Oleh : Ummu Al Faruq
Jumlah orang yang kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat di tahun ini. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), jumlahnya sepanjang Januari sampai 26 September 2024 hampir mencapai 53.000 orang.
"Total PHK per 26 September 2024 52.993 tenaga kerja. (Dibandingkan periode yang sama tahun lalu) meningkat," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri kepada detikcom Kamis (26/9/2024).
Lebih rinci dijelaskan bahwa PHK didominasi di sektor pengolahan sebanyak 24.013 orang. Kemudian disusul aktivitas jasa lainnya sebanyak 12.853 orang, serta di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebanyak 3.997 orang.
PHK tersebut paling banyak berlokasi di Jawa Tengah yakni 14.767 orang. Disusul Banten 9.114 orang dan DKI Jakarta 7.469 orang.
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com pada 2 September 2024, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengakui banyak perusahaan yang melakukan PHK belakangan ini. Di sisi lain, sebut Ida, Kementerian Ketenagakerjaan masih melakukan mitigasi terkait banyaknya PHK akhir-akhir ini.
“Kami terus melakukan memitigasi agar jangan sampai PHK itu terjadi. Jadi upaya-upayanya kami pertemukan, antara manajemen dengan pekerja, kami ketemukan itu, bisa menekan terjadinya PHK,” tutur Ida.
Karyawan PT Panamtex melakukan perlawanan pada putusan pailit dari Pengadilan Negeri Semarang. Keputusan Pailit tersebut membuat 510 karyawan di dalamnya terancam tidak bisa lagi bekerja. Padahal, karyawan menyatakan masih ingin bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka pun sudah malakukan aksi unjuk rasa.
"Kebanyakan pekerja disini ya hanya mengandalkan bekerja dari pabrik, kalau tidak ada ini ya mau kemana lagi kita, bingung juga makanya kita dukung upaya perusahaan yang melawan dengan kasasi," kata Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN) Panamtex Tabi'in kepada CNBC Indonesia, Sabtu (29/9/2024).
Manajemen PT Panamtex sudah mengajukan kasasi sebagai bentuk perlawanan terhadap keputusan PN Semarang. Kasasi tersebut diajukan pada 17 September atau 5 hari setelah keputusan pailit di 12 September 2024 lalu. Pasalnya saat ini karyawan terancam tidak bisa lagi bekerja.
"Kalau kayak gini namanya mau membunuh ratusan karyawan, total pekerja Panamtex ada 510 orang, semuanya terancam tidak bisa bekerja jika perusahaan pailit," kata Tabi'in.
Perwakilan manajemen Lutfi menyatakan bahwa selama proses pailit berlangsung maka aktivitas perusahaan banyak yang terhenti, termasuk dalam pembayaran kepada para vendor, pihak ketiga maupun karyawan.
Maraknya PHK adalah akibat kesalahan paradigma ketenagakerjaan dan industri yang diterapkan negara yang menggunakan sistem kapitalisme. Sistem ini menetapkan kebijakan liberalisasi ekonomi yang merupakan bentuk lepasnya tanggung jawab negara dalam menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas dan memadai.
perusahaan swasta akan menjalankan prinsip-prinsip Kapitalisme dalam bisnisnya. Para pekerja atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau Perusahaan. Perusahaan selalu berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan hal ini bisa dilakukan dengan mengecilkan biaya produksi. Dan Pekerja dalam paradigma kapitalis hanya dipandang sebagai faktor produksi
UU Omnibus Law Cipta Kerja perusahaan diberikan kemudahan untuk melakukan PHK, sementara mempekerjakan TKA syaratnya makin dipermudah
Islam mewajibkan negara untuk menyediakan lapangan kerja yang cukup sebagai salah satu mekanisme untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Negara juga akan membangun iklim usaha yang kondusif dan memberikan berbagai hal yang memudahkan rakyat dalam bekerja.
Negara juga wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok melalui berbagai mekanisne sesuai hukum syara.
Ulama Al-Quds sekaligus mujtahid mutlak dan mujadid abad ke-21 Syekh Taqiyuddin An-Nabhani mengungkapkan bahwa salah satu kewajiban negara dalam Islam adalah mengusahakan rakyatnya agar bisa mendapatkan pekerjaan.
"Salah satu sebab yang bisa menjamin warga negara Islam untuk mendapatkan kekuatannya adalah dengan bekerja. Apabila seseorang tidak mampu bekerja, negara wajib untuk mengusahakan pekerjaan untuknya," tulisnya dalam kitab terjemahan Sistem Ekonomi Islam, edisi Mu'tamadah, HTI Press 2010.
Pada Bab Sebab-Sebab Kepemilikan bagian ke-3 halaman 148-151, menurut Syekh Taqiyuddin, negara adalah pengurus rakyat atau ar-ra'i, yang bertanggung jawab atas pemenuhan segala kebutuhan hidup rakyatnya.
“Hadis Rasulullah dari riwayat Imam Bukhari dari Abdullah ibnu Umar RA, yang artinya, ‘Imam kepala negara adalah adalah pengurus rakyat, dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya.’,” tulis Syekh Taqiyuddin.
Namun, jika seseorang tidak mau membuka sendiri lapangan pekerjaan untuk dirinya atau tidak kuasa bekerja karena sakit atau terlampau tua atau karena salah satu sebab-sebab lainnya, menurutnya, maka kehidupan orang tersebut wajib ditanggung oleh orang yang wajib menanggung nafkahnya menurut syariat.
“Jika tidak ada orang yang diwajibkan oleh syariat menanggung nafkahnya atau ada akan tetapi tidak mampu, maka nafkah orang tersebut wajib ditanggung oleh negara melalui Baitulmal, di samping hak lainnya dari Baitulmal berupa zakat,” jelasnya.
Sebagaimana ayat Al-Qur'an yang ia kutip surat Al-Ma'arij ayat 24-25 yang artinya, “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)", lanjutnya.
Lanjut diterangkan, jika negara mengabaikan atau termasuk lalai dalam melayani mereka yang membutuhkan dan sekelompok kaum Muslim juga tidak berusaha mengoreksi negara yang seharusnya kaum Muslim tidak boleh lalai dalam mengoreksi penguasa. “Maka orang yang membutuhkan tersebut boleh mengambil apa saja yang bisa ia pergunakan untuk menyambung hidupnya, di mana pun ia temukan, baik hak milik pribadi (private property) ataupun hak milik negara (state property),” tulisnya.
"Dalam keadaan seperti ini, orang yang kelaparan tersebut tidak dibolehkan makan daging bangkai yang selama di sana masih terdapat makanan halal yang dimiliki oleh orang lain," Syekh Taqiyuddin menjelaskan.
Sebab orang tersebut, menurut Syekh Taqiyuddin, belum terhitung terpaksa untuk makan bangkai. Karena apa yang ia namakan masih ada, meskipun ada pada orang lain. “Apabila orang tersebut tidak mampu mendapatkan makanan halal, maka baru dibolehkan memakan daging bangkai untuk menyelamatkan hidupnya,” tulisnya lebih lanjut.
“Ketika hidup dianggap sebagai salah satu sebab untuk dapatkan harta, maka syariat tidak menganggap bahwa mengambil makanan orang lain dalam kondisi kelaparan, termasuk dalam kategori mencuri yang pelakunya harus dipotong tangannya. ‘Tidak ada hukum potong tangan (bagi pencuri) pada masa-masa kelaparan. Hadis riwayat Al-Khatib Al-Baghdadi.’," pungkasnya.
_Wallahu'alam bisshowab_
Tags
Opini