Oleh: Mimin Aminah,
Ibu rumah Tangga, Ciparay Kab. Bandung.
Setelah tiga tahun berjalan ribuan hektare lahan proyek Food State di Kalimantan Tengah lagi-lagi ditemukan terbengkalai, walau Food Estate tidak menghasilkan mayoritas warga tetap bertani, namun mereka melakukannya di lahan lain menggunakan bibit lokal tanpa didampingi pemerintah. Lahan yang telah dibuka kini ditumbuhi semak belukar bahkan ada ratusan hektar yang beralih fungsi menjadi perkebunan Sawit swasta, para petani menyerah menanam padi di lahan Food Estate setelah beberapa kali gagal panen. Temuan ini diungkap oleh Pantai Gambut yang memantau 30 area ekstensifikasi proyek lumbung pangan Food Estate di 19 desa, di kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau pada 2020-2023.
BBCnews Indonesia menemukan kondisi yang sama saat mengunjungi salah satu desa yang diteliti yakni desa Tajepan, Kapuas, Kalimantan tengah pada hari Senin 14-10 -24.
"sekarang tidak ada hasilnya, ditanah yang lebih tinggi ada yang menanam Sawit karena lebih berhasil, kalau untuk padi gagal terus" kata Sanal (69 thn) salah satu petani yang ikut program Food Estate kepada wartawan Ahad S yang melaporkan untuk BBCnews Indonesia. ini juga bukan laporan pertama yang mengungkap rentetan masalah dibalik proyek Food Estate Jokowi (BBCnews Indonesia 18/10/24).
Rencana pemerintah untuk membangun lumbung pangan dengan rencana proyek Food Estate ternyata mengalami kegagalan, yang ada justru mengancam pangan lokal, pembukaan hutan, deforestasi, keruksakan lingkungan dan bencana.
Ada banyak faktor penyebab kegagalan tersebut diantaranya masalah politik pangan Nasional, konsep dan praktek Food Estate mengganti produsen pangan dari tangan petani ke tangan korporasi, hal ini akan menghancurkan sentra pertanian rakyat. Selanjutnya masalah perampasan tanah dan keruksakan lingkungan, karena sebagian besar pengadaan tanah untuk Food Estate ini berasal dari pembukaan hutan dan penebangan kayu secara masif yang bersifat destrutif terhadap alam dan habitat satwa (betahita.id 16/10/24).
Inilah pembangunan dalam sistem Kapitalisme nyatanya bukan untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan oligarki, maka wajar jika muncul konflik dengan rakyat setempat.
Berbeda apabila sistem yang diterapkan adalah Islam, negara membangun untuk kepentingan rakyat, negara memiliki mafhum Ra'awiyah (mengurus rakyat), sebagai amanah yang akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT., dalam melakukan pembangunan negara akan memperhatikan berbagai aspek, termasuk kelestarian lingkungan, tanah yang subur tetap dimanfaatkan dan negara akan melarang di tanah subur tersebut dibangun gedung-gedung perkantoran, pabrik, perumahan atau yang lainnya. Juga memperhatikan kestabilan kehidupan sosial dan lain-lain.
Dalam penyediaan bahan pangan yang merupakan kebutuhan pokok rakyat yang wajib dipenuhi, negara akan berupaya mewujudkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian dengan serius dan akan membiayai semua hal yang dibutuhkan untuk mendukung program tersebut yang biayanya diambil dari baitul mal. Negara mempunyai kemandirian dalam membiayai pembangunan tidak tergantung pada swasta atau asing juga tidak disetir oleh kepentingan mereka. Negara menetapkan sumber anggaran yang banyak dan memiliki aturan bagaimana pemanfaatannya. Dengan Islam, Swasembada pangan akan tercapai dan krisis pangan akan selesai.
Wallahu a'lam bishshawab
Tags
Opini