Oleh Lulu Nugroho
Baru-baru ini, Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat melaporkan penurunan signifikan jumlah wisatawan pada Juli-Agustus 2024. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang dan non-berbintang mencapai 41,44 persen, dengan penurunan sebesar 3,52 poin secara bulanan (month-to-month) dan 0,28 poin secara tahunan (year-on-year). Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Jawa Barat pada Agustus 2024 tercatat 1.284 kunjungan, turun 5,93 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 1.365 kunjungan.
Minimnya hari libur pada Agustus menjadi salah satu penyebab utama penurunan ini. Juga dipengaruhi oleh jumlah kunjungan wisman yang datang melalui Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Majalengka. Sebaliknya, Bandara Husein Sastranegara di Bandung telah menghentikan penerbangan internasional komersial sejak Oktober 2023, meski masih ada rute terbatas yang beroperasi. Di lapangan, kondisi penurunan okupansi juga terjadi di beberapa hotel berbintang di Bandung, meski tidak signifikan. (Pikiranrakyat, 7-10-2024)
Lemahnya Ekonomi Berbasis Wisata
Dalam pemerintahan yang mengemban sekularisme, kunjungan wisatawan menjadi sumber pemasukan daerah. Karenanya obyek-obyek wisata dan sarana pendukungnya seperti hotel, cafe, akomodasi, penjualan oleh-oleh dan sebagainya, disediakan bagi para wisatawan mancanegara maupun lokal.
Alih-alih membuat para turis mengikuti aturan negeri ini, malah pemerintah memfasilitasi berbagai hal yang justru bertentangan dengan nilai kebaikan yang kita emban. Bahkan tak jarang minol dan fasilitas hiburan malam pun disediakan, demi membuat pengunjung betah.
Padahal bertumpu pada sektor wisata, sangat banyak kelemahannya bagi pertahanan dan keamanan negeri. Masuknya wisatawan manca negara dengan berbagai tabiat bebas yang mereka bawa, acapkali menimbulkan friksi dengan masyarakat setempat. Kehidupan serba semaunya yang mereka emban, pun sampai ke negeri ini. Berbaur dengan masyarakat setempat, seolah menjadi nilai baru yang 'boleh' bagi semua orang. Akibatnya keberadaan mereka malah merusak dan membuat onar.
Di sebagian negara Eropa seperti Valencia, Budapest dan Athena, bahkan mulai memutus listrik dan air untuk mengatasi dampak pariwisata terhadap lingkungan dan penduduk lokal akibat terjadi kelebihan wisatawan (overtourism) dan munculnya apartemen ilegal. Tak ayal kedatangan para turis merepotkan oemerintah setempat. (Kompas.com, 16-10-2024)
Industri Strategis Negeri Khilafah
Negeri Khilafah mengemban ideologi Islam dan disebarkan ke seluruh dunia. Khilafah merupakan negara merdeka, berdaulat, disegani kawan maupun lawan, dan tidak berada di bawah hegemoni negara lain. Karenanya negeri ini mandiri di segala bidang, termasuk industri.
Pariwisata tidak dijadikan sebagai sumber pemasukan daerah. Tempat-tempat wisata yang indah, semata-mata dijadikan sebagai bukti kekuasaan Allah. Hadirnya kita ke tempat wisata tersebut, bukan sekadar berbuat maksiat dengan ikhtilat atau khalwat, tetapi untuk menambah kecintaan kita kepada Allah, mendekatkan diri, serta menambahkan ketundukan kepada-Nya.
Karenanya tidak akan ada fasilitasi berupa minol, panti pijat, hiburan malam dsb di sekitar area lokasi wisata. Sebaliknya negara Khilafah, akan memerhatikan hal yang dibolehkan syariah saja sebagai penunjang pariwisata.
Sebaliknya sejak masa Nabi saw. kaum muslim memroduksi persenjataan sendiri seperti manjaniq, dadabah, pedang, panah, tombak dsb. Industri pertahanan dan keamanan mengharuskan adanya industri alat berat, bahan baku (seperti baja, besi, seng, kuningan dsb) dan bahan bakar (minyak, gas, batubara, panas bumi dsb).
Pengelolaan industri pertahanan dan keamanan akan memperkuat stabilitas negara. Sebagaimana tabiatnya sebagai penghasil barang-barang strategis, maka ia tidak boleh dimiliki atau diprivatisasi oleh individu maupun swasta. Negara sebagai satu-satunya yang berhak mengelola industri milik umum.
Pengembangan industri ini pun akan menciptakan lapangan kerja yang besar bagi warga Khilafah. Berjuta warga akan ke luar dari jerat kemiskinan. Tak perlu lagi mengembangkan pariwisata. Sebab pada gilirannya pertumbuhan ekonomi akan berjalan sesuai metode yang ditetapkan Syara', tanpa ke luar dari syariat meski sehelai benangpun. Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini