Annisa A
Di era kapitalisme saat ini, program magang dan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang diselenggarakan oleh sekolah menengah kejuruan (SMK) dan perguruan tinggi vokasi sering kali menjadi pintu masuk bagi perusahaan untuk memanfaatkan tenaga pelajar dan mahasiswa guna keuntungan maksimal. Program yang awalnya dirancang sebagai jembatan untuk meningkatkan keterampilan dan mempersiapkan peserta didik menghadapi dunia kerja, kini justru sering kali diselewengkan menjadi bentuk eksploitasi yang merugikan para peserta didik.
Sebagai contoh, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah mengungkapkan bagaimana program PKL SMK rentan menjadi modus eksploitasi tenaga kerja anak. Menurut laporan dari Tempo dan KPAI, siswa-siswa yang mengikuti program magang ini sering kali diberikan beban kerja yang berat, dipaksa bekerja overtime, tidak mendapatkan upah yang layak, dan bahkan tidak dijamin keselamatan serta kesehatannya di tempat kerja. Hal ini menunjukkan bahwa dalam sistem kapitalisme, hubungan antara lembaga pendidikan dan dunia industri lebih sering diwarnai oleh kepentingan ekonomi daripada kepentingan pendidikan yang sejati.
Kapitalisasi pendidikan telah mengubah hubungan antara sekolah dan perusahaan menjadi hubungan yang saling menguntungkan bagi kedua pihak, namun sayangnya, sering kali merugikan siswa dan mahasiswa yang seharusnya dilindungi. Menurut Kompas, ribuan mahasiswa juga telah menjadi korban eksploitasi kerja dalam program magang yang diselenggarakan oleh kampus. Mereka dijadikan tenaga kerja murah tanpa imbalan yang layak dan tanpa adanya jaminan keselamatan kerja yang memadai. Alih-alih mendapatkan pengalaman kerja yang berharga, mereka justru diperlakukan sebagai buruh dengan perlakuan yang tidak manusiawi.
Majalah Tempo bahkan mengangkat kasus perdagangan orang yang tersembunyi di balik program magang. Modus ini memperlihatkan bahwa eksploitasi terhadap peserta didik bisa mencapai skala internasional, dengan korban yang dikirim ke luar negeri melalui program magang atau kerja paruh waktu, yang pada akhirnya berujung pada perbudakan modern.
Hal ini menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat, namun sayangnya, sistem kapitalisme tidak mampu memberikan solusi yang berarti. Sistem ini menempatkan keuntungan di atas segalanya, sehingga kepentingan perusahaan lebih diutamakan daripada kesejahteraan peserta didik. Ketika pendidikan dikapitalisasi, peserta didik tidak lagi dianggap sebagai individu yang harus dilindungi dan dikembangkan potensinya, melainkan hanya sebagai alat untuk memaksimalkan keuntungan dunia industri.
Di sisi lain, Islam memandang pendidikan sebagai sarana untuk mencetak SDM yang berkepribadian unggul, beretika, dan trampil. Negara dalam sistem Islam memiliki tanggung jawab penuh dalam menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas tanpa mengorbankan kepentingan peserta didik. Negara juga memiliki sumber daya yang cukup untuk membiayai pendidikan tanpa harus bergantung pada pihak ketiga yang berpotensi menyalahgunakan program-program magang dan PKL
Dalam sistem Islam, negara tidak hanya berperan sebagai fasilitator, tetapi juga sebagai penjaga moralitas dan keselamatan peserta didik. Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk mencetak individu yang tidak hanya trampil dalam aspek teknis, tetapi juga memiliki nilai-nilai kepemimpinan yang luhur, siap menjadi agen perubahan, dan membangun peradaban yang mulia. Hal ini bertolak belakang dengan sistem kapitalisme yang justru menjerumuskan peserta didik dalam jeratan eksploitasi dunia industri.
Sebagai solusi, sistem ekonomi Islam memberikan pedoman yang jelas dalam mengelola sumber daya negara untuk kepentingan masyarakat, termasuk di sektor pendidikan. Jika pun diperlukan kerja sama dengan pihak lain, mekanismenya akan sangat ketat dan diawasi agar tidak ada penyalahgunaan yang merugikan peserta didik. Dengan demikian, peserta didik dapat mendapatkan pengalaman magang yang bermanfaat tanpa harus mengorbankan hak-hak mereka sebagai individu yang sedang menuntut ilmu.
Sebagai penutup, sistem kapitalisme telah terbukti gagal melindungi generasi muda dari eksploitasi tenaga kerja yang terselubung melalui program-program magang dan PKL. Solusi terbaik adalah menerapkan sistem pendidikan dan ekonomi yang adil, di mana negara berperan aktif dalam melindungi hak dan potensi peserta didik, sebagaimana yang ditawarkan oleh Islam. Dengan demikian, pendidikan tidak hanya menjadi sarana untuk mencetak tenaga kerja bagi dunia industri, tetapi juga menjadi wahana untuk mencetak generasi yang unggul, berakhlak mulia, dan siap memimpin peradaban ke arah yang lebih baik.
Tags
Opini