Carut Marut Partai Politik di Sistem Demokrasi, Saatnya Umat bersama Partai Politik Sahih



Oleh: Aufia Dina



2024 adalah tahun panasnya politik di Indonesia, dari Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang telah terlaksana awal tahun dan berlanjut hingga Pemilihan Kepala Daerah yang akan datang. Drama Pilpres telah menunjukkan betapa politik saat ini jauh dari Etika, bagaimana sepak terjang kaum elit mempraktikkan politik ysng buruk, dari isu kecurangan KPU, Praktik Oligarki, Kartel Politik, dan Politik Dinasti. Riuhnya kompetisi antar partai politik pun tak bisa dipungkiri, parpol yang menang kini berebut kemenangan dan Jabatan di Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak yang akan digelar bulan November tahun ini. Ada 37 Provinsi, 15 Kabupaten dan 93 kota yang akan menyelenggarakan Pilkada serentak. Parpol yang semula bersebrangan dalam Pilpres 2024 kini berkoalisi dalam pilkada, tentu demi memenangkan Jabatan sebagai Kepala Daerah. Koalisi besar itulah akan sampai memunculkan calon tunggal di 41 Daerah, pun aksi jegal mencegal pun terjadi juga dalam proses Pilkada ini serta isu Kotak kosongpun tidak hanya itu kini marak pula politik dinasti yang juga di dukung oleh parpol-parpol peserta Pilkada.

Semestinya umat bertanya, benarkah partai – partai politik yang ada sekarang ini berjuang untuk kepentingan umat? Atau mereka memiliki tujuan lain yaitu hanya mencari kekuasaan semata dengan memanfaatkan suara Umat ?

Kepentingan Parpol untuk Siapa?

Demokrasi berupa sistem pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, Rakyat memiliki hak yang sama untuk mengambil keputusan yang dapat mengubah hidup mereka dengan slogannya “Dari Rakyat untuk Rakyat dan oleh Rakyat”. fakta sejarah mengungkapkan, Demokrasi sebenernya sudah cacat sejak lahir karena tidak betul-betul menyuarakan kepentingan rakyat, sifatnya adalah perwakilan, tetapi Demokrasi sudah tidak mungkin lagi ada perwakilan. kenyataan yang ada semakin kesini Demokrasi menampakkan kebobrokan dan kegagalannya, kerusakan tatanan kehidupan saat ini lahir dari sistem politik demokrasi sejak awal kemerdekaan hingga hari ini pun, demokrasi tidak mampu membawa rakyatnya pada kesejahteraan, bahkan sebaliknya kehidupan umat kian rumit. Harga kebutuhan pokok semakin tinggi, pengangguran tinggi, kebodohan, kelaparan, hingga kriminalitas, angkanya pun terus mengalami kenaikan.

Realitas yang tidaklah sesuai dengan apa yang dijanjikan inilah yang terus berusaha ditutupi oleh para pemangku kebijakan. Politik Demokrasi adalah politik kotor yang dalam perjalanannya dilakukan oleh para elit parpol hanya untuk berebut kursi jabatan, jelaslah sama sekali tidak berkorelasi dengan perbaikan kehidupan masyarakat. Hal ini pun disampaikan oleh Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno berkomentar mengenai situasi menjelang Pilkada 2024, beliau menyakini bahwa Prinsip utama politik adalah keuntungan pribadi dan kelompok dengan tujuan mendapat kekuasaan dengan cara apapun, “Demi mengejar keuntungan pribadi dan kelompoknya itu, praktik politik yang terjadi kerap brutal dan membabi buta. Persahabatan dikorbankan, pertemanan diingkari, berbohong dan ingkar janji perkara biasa. Bahkan ada yang rela menghabisi partainya sendiri. Semua demi keuntungan politik” Tutur Adi.

Hal ini menunjukkan bahwa apa yang terjadi di Pilkada hari ini adalah fenomena Demokrasi Elit, karena yang bisa menentukan seseorang bisa maju adalah murni kehendak elit partai. Diperkuat oleh Peneliti Bidang Politik dari The Indonesian Institute (TII) Felia Primaresti, “Elit parpol cenderung memilih calon Kepala Daerah yang bisa melindungi atau memperkuat posisi mereka. Inilah yang menyebabkan calon-calon independen atau mereka yang lebih populis namun tak terafiliasi kekuatan elite menjadi sulit untuk maju atau mendapatkan dukungan yang luas.” Tak lupa juga bahwa politik itu memiliki konsekuensi pembiayaan yang sangat mahal, hal ini menjadi masuk akal apabila parpol bersikap pragmatis dalam memilih kandidat yang memiliki jaringan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan tersebut.

Penyataan dari ahli inilah seharusnya menjadi bukti nyata akan kebobrokan sistem politik Demokrasi, yang tidak lepas dari asas batil Politik Demokrasi yaitu memberikan kedaulatan hukum ditangan Manusia dengan konsekuensinya berupa Politik dan Jabatan dijadikan jalan dalam maeraih kekuasaan. Karena hanya dengan kekuasaanlah, mereka mendapat keuntungan pribadi dan kelompok mereka dengan menghalalkan berbagai macam cara untuk mencapai tujuan yaitu kekuasaaan. Idealisme pun bisa dikalahkan demi mendapatkan kemenangan. Tak hanya itu, koalisi dibentuk dengan pertimbangan peluang kemenangan meski berbeda ideologi/pandangan politik masa lalu, artinya tidak ada sama sekali kepentingan rakyat yang dibahas, hal inilah yang menyebabkan parpol yang berkoalisi berdasarkan pada kesatuan visi dan misi seperti Partai Islam yang berkoalisi dengan Partai Sekuler yang kerap kali pemimpinnya melecehkan ajaran Islam.

Begitupun dengan pemilihan figur yang hanya melihat dengan perhitungan kemenangan bukan pada kapabilitas dan integritas sebagai Calon Kepala Daerah, Tren fenomena “Kotak Kosong” ini juga menjadi hasil dari permainan kotor dalam Politik Demokrasi, Bagaimana tidak? Demi memenangkan Calon Tunggal rakyat tidak bisa memilih karena calonnya hanya satu yang artinya pemenang Pilkada dari awal telah “dipilih” oleh parpol-parpol sebelum pilkada digelar. Meskipun rakyat memiliki hal pilih akan tetapi keputusan siapa calon yang maju berkompetisi tetap ada ditangan Parpol, disinilah parpol yang menghendaki calon tunggal maju dalam Pilkada untuk memperbesar peluang kemenangan dengan adanya transaksi antara parpol dan calon yang berorientasi untung-rugi. 

Sebuah keniscayaan parpol mengusung calon yang berpotensi kalah karena kurangnya dukungan dan berakibat akan tersanderanya kekuasaan dari mandulnya fungsi kontrol terhadap penguasa melalui wakil rakyat karena satu gerbong koalisi. Serta kemenangan yang disokong oleh dana besar untuk bisa membeli suara rakyat. 

Politik uang adalah Keniscayaan, maka tak heran bila wakil rakyat menggadaikan Surat Keputusan (SK) Pengangkatannya ke Bank demi balik modal, dari penyediaan mahar untuk mendapat kursi salah satu parpol, untuk kampanye, tim sukses yang bersedia untuk meloloskannya dan juga praktik jual beli suara, hal ini jelas menjadi “tradisi” akibat dari mahalnya biaya Politik dalam Demokrasi yang membutuhkan modal cukup besar . Pada akhirnya rakyatlah yang jadi korban, semua akibat dari paradigma kekuasaan dalam demokrasi yaitu meraih keuntungan. Kekuasaan bukan lagi untuk mensejahterakan rakyat akan tetapi keuntungan materi oleh para politisi, bahkan rakyat tidak bisa merasakan Riayah (Pengurusan) oleh pemimpinnya. Suara rakyat hanya sebagai legitimasi atas kekuasaan para penguasa, ketika calon sudah terpilih dan menduduki kekuasaan rakyat dilupakan. Mereka berlepas tangan dalam melayani kemaslahatan rakyat, dan sebaliknya salah satu yang dibebankan penguasa kepada rakyat yaitu dengan berbagai pungutan pajak. 

Demikianlah Demokrasi dengan asas Sekulerisme yang menihilkan peran agama dalam kehidupan, dengan tujuan amal perbuatan manusia bersifat Kapitalistik yaitu semata-mata meraih keuntungan demi pribadi dan golongan. Politik Demokrasi telah terpampang secara jelas kebatilan, kebusukan serta kebobrokannya, akankan sistem ini tetap dipertahankan? Kecacatan Demokrasi ini sudah seharusnya sejak lama kita tinggalkan, karena tidak akan pernah cukup apabila memperbaiki sistem, melainkan harus membuang dan menggantinya dengan sistem shahih yang mempu membawa kesejahteraan dan keadilan yang nyata pada Umat Seluruh Alam. 

Sistem Politik Sahih

Islam diturunkan oleh Allah SWT., sang pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan. Islam adalah sistem kehidupan sempurna, sebuah sistem kehidupan yang memiliki seperangkat aturan/hukum tentang akidah, ibadah, akhlak, makanan/minuman, pakaian, perekonomian, pendidikan, social masyarakat, pemerintahan, dan politik luar negeri. Dalam praktiknya aktivitas politik dilakukan oleh Negara dan Msyarakat dengan menerapkan berbagai macam aturan demi kebaikan Masyarakat. Masyarakat, Melakukan aktivitas control terhadap kebijakan penguasa, mempersiapkan kader kepemimpinan dan turut membina masyarakat demi lestarinya penegakan aturan Islam oleh Negara. Aktivitas masyarakat ini dapat dilakukan baik secara individu maupun kolektif.secara kolektif dilakukan oleh partai yang mengemban Islam. Itulah Partai Islam, menjadikan Islam sbagai dasar politik kebijakan dan tindakan oleh Partai Islam tersebut. 

Di dalam Al-Qur’an nan mulia Allah Swt. berfirman,

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Dan hendaklah ada di antara kalian sekelompok umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran: 104)

Ayat di atas menunjukkan tiga perkara (1) sesungguhnya Allah mewajibkan seluruh kaum muslimin untuk menegakkan sekelompok umat, Tugasnya adalah menyeru kepada Islam serta melakukan amar Ma’ruf Nahi Mungkar yaitu dengan melakukan dakwah Islam, baik segi pemikiran maupun perbuatan. (2) Jemaah atau kelompok yang diperintahkan didirikan dalam ayat itu adalah Partai Politik, tugasnya yaitu mengajak umat untuk menerapkan Islam secara Kaffah yaitu dengan mendakwahkan Islam dan mengoreksi penguasa melalui jalan amar ma’ruf Nahi mungkar. (3) Kewajiban melanjutkan kehidupan Islam melalui tegaknya al-jamaah (Khilafah Islamiah) karena tidak mungkin terbentuk tanpa adanya Partai. 

Dalam hal pemerintahan, Islam menentukan betuk khas negara, yaitu Khilafah Islamiyah dan mekanisme pengangkatan kepala Negara (Khalifah) melalui Bai’at in’iqad oleh ahlul halli wal aqdi. Seorang khalifah selaku kepala negara wajib melaksanakan seperangkat hukum Islam secara kaffah dan melayani semua rakyat/warga negara dengan baik dan adil. Khalifah akan sangat bertanggungjawab terhadap semua kemaslahatan rakyatnya sebagi ia diangkat atas nama Allah SWT., untuk mengurusi dan melayani rakyat.

Iman/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya ialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaanya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Pemimpin yang amanah akan dicintai rakyat dan mendapatkan kemuliaan dunia-akhirat, sedangkan pemimpin zalim akan dibenci rakyat dan mendapatkan kemurkaan Allah Ta’ala.

Rasulullah saw. Bersabda :

“….Kekuasaan adalah amanah dan kekuasaan tersebut pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut dengan haknya dan melaksanakan kewajibannya pada kekuasaannya itu.” (HR. Muslim No. 1825)

Pemimpin dalam islam tidak akan menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk meraih keuntungan pribadi dan golongan, ia akan menjadikan kekuasaan sebagai ladang amal Shalih  untuk meraih ridha Allah SWT., Khilafah akan menjamin orang-orang yang terpilih sebagai pemimpin wilayah adalah orang-orang yang amanah dan kapabel, mereka akan melakukan yang terbaik untuk mengurusi rakyat sehingga rakyat merasakan kesejahteraan yang luar biasa. Kebijakan akan berorientasi kepada kemaslahatan rakyat, bukan keuntungan.

Sistem Islam menghasilkan kesejahteraan dan kemuliaan yang luar biasa, kesaksian sejarawan barat dalam bukunya yang ditulis bersama istrinya, Ariel Durant, dalam Story of Civilization, dinyatakan “Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah juga menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah mereka.”. Sistem Khilafah jauh lebih akuntabel dibandingkan dengan sistem pemerintahan mana pun. 

Saat ini sistem yang diterapkan bukanlah berasal dari Islam, oleh karenanya kaum muslimin harus bersatu dalam menegakkan kembali Khilafah ala min Hajj Nubuwwah ats-stani. Ditengah kaum muslimin harus ada Jemaah yang melakukan amar makruf nahi mungkar yakni partai Islam yang asasnya dan landasannya akidah Islam, partai islam harus dipimpin oleh seorang muslim, anggotanya harus muslim dan diikat oleh ukhuwah Islamiyah. Ustz Iwan Januar mejelaskan bahwa “Parpol ini harus punya tujuan kemudian cara perjuangan yang tidak bertabrakan dengan ajaran Islam. Jangan kemudian menjadi partai atau kelompok pragmatis yang mengikuti arus, tetapi harus melawan arus. Partai Islam ini tujuannya bukan untuk memperbanyak konstituen, tetapi menyuarakan Islam, kita berkwajiban menyampaikan Islam saja, bukan kemudian merayu-rayu konstituen. Kita tidak perlu menjanjikan ini dan itu atau mencari orang terkenal agar menjadi penarik suara, padahal ia orang yang fasik. Itu bukan ciri Partai Islam. Prioritas utama parpol Islam adalah menyauarakan Islam dan melakukan koreksi kepada penguasa.”  Wallahu’alam.

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak