Toleransi dalam Demokrasi Hanyalah Ilusi



(Kurnia B)


Indonesia kembali dilanda badai opini tentang toleransi sesaat setelah datangnya Paus Franciscus dari Vatikan. Berbagai narasi terkait bentuk toleransi antar umat beragama kembali menghangat dalam diskusi publik. Mulai dari sinkritisme agama, moderasi, diskusi antar umat beragama dan lainnya. Diskursus ini mulai menghangat saat adanya perubahan adzan menjadi running text ketika ibadah MISA yang dipimpin oleh Paus dilaksanakan live pada seluruh channel televisi. Publik mulai bersitegang atas respon yang tepat dalam mendudukkan isu toleransi di tengah keberagaman yang ada.

Keberagaman adalah Fitrah

Toleransi hakikatnya adalah akibat dari sebuah kondisi yang terjadi di tengah masyarakat. Kondisi masyarakat yang dimaksud adalah “keberagaman” iru sendiri. Dikuti dari Gramedia.id keberagaman didefinisikan sebagai kondisi yang terdapat bermacam-macam perbedaan yang dimiliki oleh setiap individu di tengah kehidupan bermasyarakat. Artinya keberagaman muncul akibat perbedaan yang ada. Perbedaan ini setidaknya dapat meliputi ras, suku, bangsa, agama , warna kulit, gender, dll. Perbedaan hadir ketika satu individu dengan individu yang lain tidak identic 100%.

Fakta menunjukkan tidak ada satupun individu yang identic 100% dengan individu yang lain, bahkan jika mereka adalah saudara kembar identic. Bahkan setiap sidik pada individu yang satu berbeda dengan sidik jadi individu lainnya, sehingga sidik jari dapat digunakan sebagai sebuah tanda pengenal yang valid. Berdasarkan hal ini, realitas keberagaman adalah yang tidak bisa dinafikkan. Keberagaman adalah yang fitrawi atau wajar dalam kehidupan manusia. 

Makna Toleransi

Toleransi didefinisikan dalam KBBI sebagai  sifat atau sikap toleran: dua kelompok yang berbeda kebudayaan itu saling berhubungan dengan penuh. Serta juga bisa dipahami sebagai batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. Sederhananya, toleransi adalah sebuah sikap saling terhubung di tengah perbedaan dengan tetap berpegang pada value masing masing. Definisi ini selaras dengan makna toleransi dalam pandangan Islam khususnya toleransi beragaman. 
Islam memandang bahwa toleransi beragama adalah memberikan hak ibadah agama lain serta tetap berpegang pada value agama masing masing. 

Sehingga toleransi pada hakikatnya tidak bisa dimaknai sebagai peleburan ataupun generalisasi. Oleh karena itu dalam Islam implemenrtasi toleransi beragama sederhana dan telah terbukti secara historis mampu mewujudkan perdamaian hubungan umat antar agama dalam waktu berabad abad lamanya. Fakta ini tidak pernah terjadi kecuali dalam peradaban Islam. Peradaban Islam ini dibangun atas pondasi aqidah Islam dalam sebuah bangunan negara Islam atau Khilafah Islamiyah. Sedangkan pada peradaban non Islam seperti, mahkamah inkusisi mengeksekusi orang orang Islam dan Yahudi, bagaimana kisah tragis Konstantinopel ketika dijarah oleh pasukan Bizantium Barat atau bahkan genisida yang dilakukan oleh Wahyudi pada G*Z* hingga saat ini. 

Toleransi dalam Demokrasi adalah Ilusi

Lantas, bagaimana dengan jaminan negara demokrasi dalam mengimplementasikan toleransi. Pertama, perlu dipahami bersama bahwa demokrasi lahir dari sebuah mindset sekuler yaitu memisahkan agama dengan kehidupan. Efek politisnya agama dipisahkan dari negara. Agama menjadi bagian yang privat dan tidak menjadi tanggung jawab negara. Negara demokrasi berperan sebagai regulator hanya akan berperan bagaimana membuat regulasi di tengah masyarakat. Regulasi yang dibuat tentu tidak bisa distandarisasi oleh agama atau keyakinan tetapi distandarisasi dari paradigma yang lahir dari manusia sendiri berdasarkan kebermanfaatan dan juga kepentingan. Sebab sekuler berpandangan manusia mampu dan boleh untuk membuat aturan hidupnta sendiri, termasuk mengatur agamanya sendiri.

Tanpa adanya regulasi yang jelas serta pengkebirian Islam sebagai sebatas agama ritual melahirkan konsep pluralism beragama yaitu mindset bahawa semua agama itu sama. Hal ini mengakibatkan adanya diskusi antar umat beragama bukan untuk mencari  tau kebenaran agama tetapi justru menjadi upaya generalisasi agama. Kemudian mindset ini diopinikan sebagai toleransi yang sesungguhnya. 
Padahal, upaya generalisasi yang terjadi ini sangat bertentangan dengan definisi toleransi itu sendiri. Akan tetapi dalam negara demokrasi yang hukumnya dibuat oleh manusia hal ini dimassifkan kepada seluruh kalangan. Padahal mindset  ini berbahaya bagi aqidah seorang muslim. 

Kedua, mindset yang salah tentag toleransi di blowup publik tentu bukan tanpa alasan. Negara demokrasi dengan aqidah sekulernya tentu memiliki kepentingan untuk menyingkirkan aqidah yang dapat mengganggu eksistensinya. Termasuk Islam sebagai agama yang paripurna dan sempurna yang mampu mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam menjadi musuh politik negara demokrasi, untuk itu harus ada upaya pengkebirian terkait pemahaman Islam sebagai ideologi atau pandangan hidup yang mengahsilkan berbagai aturan. 
Oleh karena itu, pada hakikatnya dalam sistem demokrasi tidak akan pernah ada implementasi toleransi antar umat beragama. Justru yang terjadi adalah generalisasi ajaran agama yang membahayakan aqidah umat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak